Logo
>

Ekonom: Kebijakan Fiskal Harus Didorong untuk Dukung Manufaktur Indonesia

Ditulis oleh Dian Finka
Ekonom: Kebijakan Fiskal Harus Didorong untuk Dukung Manufaktur Indonesia

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Ahli Ekonomi Senior Hendri Saparini menyoroti pentingnya kebijakan fiskal dan perdagangan yang lebih terintegrasi untuk mendukung sektor manufaktur Indonesia. Menurutnya, meskipun pajak pertambahan nilai (PPN) sering menjadi fokus, kebijakan fiskal yang lebih adil dan terarah justru diperlukan untuk mendorong pertumbuhan sektor riil dan industri manufaktur.

    "PPN itu pajak yang paling tidak adil, karena dampaknya dirasakan merata oleh semua lapisan masyarakat, dari yang kaya hingga miskin. Kalau kita menaikkan PPN menjadi 12 persen, kelas menengah bisa sangat terbebani. Kita perlu memikirkan kebijakan fiskal yang lebih tepat sasaran," kata Hendri  di Gedung CORE Indonesia, Jakarta, Sabtu, 21 Desember 2024.

    Dr. Hendri menjelaskan bahwa kebijakan fiskal harusnya tidak hanya mengandalkan pajak, tetapi juga harus berfokus pada menciptakan pasar yang captive untuk produk-produk Indonesia. Menurutnya, pemerintah perlu memodifikasi belanja fiskal untuk menciptakan pasar yang lebih kuat bagi produk domestik, tanpa membebani masyarakat miskin.

    “Pemerintah harus memastikan bahwa produk-produk domestik, termasuk sembako dan barang-barang penting lainnya, memiliki pasar yang jelas. Masyarakat miskin bukan hanya penerima bantuan, tapi mereka juga harus bisa memproduksi barang yang dapat mereka terima,” ujar Hendri.

    Lebih lanjut, Hendri menyoroti kebijakan perdagangan dan industri yang seharusnya saling mendukung. Ia menegaskan bahwa meskipun Indonesia adalah negara terbuka yang tidak boleh menutup impor, pemerintah harus menetapkan aturan yang jelas, seperti kuota dan tarif, untuk melindungi sektor manufaktur domestik.

    "Jangan sampai kita mendorong investasi, tetapi membiarkan produk impor masuk tanpa aturan yang jelas. Kita harus menciptakan kebijakan yang terintegrasi antara perdagangan, industri, dan fiskal," tambahnya.

    Dr. Hendri juga mengkritik penurunan porsi manufaktur terhadap PDB, yang kini berada di bawah 20 persen, jauh dari angka 30 persen sebelum krisis. Menurutnya, kebijakan energi yang tidak mendukung industri, seperti tarif listrik industri yang lebih tinggi daripada rumah tangga, turut menyumbang pada penurunan daya saing industri domestik.

    "Industri kita menjadi tidak kompetitif, sehingga yang diekspor justru barang mentah, bukan produk olahan. Dulu, porsi ekspor produk olahan kita lebih dari 60 persen, sekarang lebih dari 60 persen yang diekspor adalah komoditas primer. Ini yang menyebabkan deindustrialisasi di Indonesia," ujar Hendri.

    Menurutnya, untuk memulihkan industri manufaktur, pemerintah harus kembali mendorong produksi dalam negeri yang kompetitif.

    "Kita bisa kompetitif, tapi syaratnya ada kebijakan yang mendukung sektor riil, baik fiskal, perdagangan, maupun industri," pungkasnya.

     Kondisi Global Tidak Stabil

     Sebanyak 75 persen produk industri manufaktur dalam negeri dipasarkan di pasar domestik, sementara sisanya 25 persen diekspor. Tim Analis Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Kementerian Perindustrian menyimpulkan bahwa kinerja industri manufaktur, yang terus mengalami ekspansi meskipun kondisi global tidak stabil, sangat dipengaruhi oleh kestabilan ekonomi dan daya beli di pasar domestik.

    Adapun Indeks Kepercayaan Industri November 2024 mencapai 52,95 (ekspansi), naik 0,20 poin dari Oktober 2024 dan 0,52 poin dibandingkan November 2023.

    “Meningkatnya IKI bulan Oktober ini ditopang oleh ekspansi 21 subsektor dengan kontribusi terhadap PDB Industri Manufaktur Nonmigas Triwulan II 2024 sebesar 99,3 persen,” ujar Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif dalam keterangan tertulis, Kamis, 28 November 2024.

    Peningkatan IKI November didorong oleh kenaikan indeks pesanan baru yang naik 2,58 poin menjadi 54,2, serta ekspansi indeks persediaan meski turun 1,18 poin menjadi 54,68. Namun, indeks produksi kembali kontraksi, turun 2,84 poin menjadi 49,72, akibat penguatan Dollar AS yang meningkatkan harga bahan baku impor.

    Diketahui peningkatan IKI juga dipengaruhi respon positif industri domestik terhadap program pemerintah, seperti hilirisasi industri dan pemberian makan bergizi gratis. Sementara itu, industri ekspor masih menghadapi penurunan permintaan global.

    Lanjutnya peningkatan IKI November didorong oleh tiga subsektor utama: Industri Peralatan Listrik, Industri Minuman, dan Industri Pencetakan serta Media Reproduksi. Industri Peralatan Listrik meningkat seiring dengan penyelesaian proyek PLN dan pengadaan peralatan pengisi daya baterai untuk SPKLU kendaraan listrik.

    Sementara itu, kinerja Industri Minuman dan Pencetakan didorong oleh persiapan Pilkada dan momen Natal serta Tahun Baru, yang meningkatkan permintaan di kedua sektor tersebut.

    Adapun dua subsektor mengalami kontraksi, yaitu Industri Pengolahan Lainnya dan Reparasi serta Pemasangan Mesin dan Peralatan. Industri Pengolahan Lainnya terimbas penurunan ekspor produk seperti bulu mata palsu, perhiasan, dan alat musik akibat melambatnya ekonomi negara tujuan ekspor.

    Sementara itu, kontraksi pada subsektor Reparasi dan Pemasangan Mesin disebabkan oleh penurunan permintaan domestik, yang dipengaruhi oleh peningkatan efisiensi di tengah ketidakpastian global.

    Domestik Memiliki Nilai IKI Lebih Tinggi

    Di sisi lain, Tim Analis IKI menganalisis nilai IKI berdasarkan orientasi pasar industri manufaktur, yang menunjukkan bahwa industri berorientasi domestik memiliki nilai IKI lebih tinggi dibandingkan industri ekspor. IKI industri domestik tercatat 53,33, sementara ekspor hanya 52,39.

    Ekspansi pada IKI domestik didorong oleh 20 subsektor, namun terdapat kontraksi pada subsektor Industri Pengolahan Tembakau, Industri Pengolahan Lainnya, dan Reparasi serta Pemasangan Mesin. Penurunan pada Industri Pengolahan Tembakau disebabkan oleh meningkatnya penggunaan rokok ilegal di pasar domestik.

    “Dapat dikatakan bahwa IKI pada November 2024 meningkat karena peningkatan permintaan domestik yang cukup tinggi, karena didukung adanya program pemerintah,” ujar Febri

    Ia menambahkan, keyakinan masyarakat yang tinggi terhadap terbentuknya pemerintahan baru tercermin dari kondisi umum kegiatan usaha bulan November ini yang sedikit lebih baik dibandingkan bulan sebelumnya. Proporsi industri yang menyatakan kondisi usahanya pada bulan November 2024 membaik adalah sebanyak 30.8 persen, sedangkan yang mengatakan menurun sebesar 22.2 persen.

    Demikian juga pandangan dunia usaha terkait optimisme dalam enam bulan ke depan yang mengalami peningkatan 0,1 persen dibandingkan bulan sebelumnya.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.