Logo
>

Ekonomi Syariah Bisa Tumpas Deindustrialsasi Dini di Indonesia?

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Ekonomi Syariah Bisa Tumpas Deindustrialsasi Dini di Indonesia?

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Mantan anggota DPR dan Associate INDEF, Hakam Naja menekankan pentingnya pengembangan sektor-sektor strategis untuk mencegah deindustrialisasi yang semakin mengancam Indonesia.

    Dalam upayanya untuk membangkitkan ekonomi Indonesia, Hakam mengidentifikasi enam sektor utama dalam ekonomi halal: keuangan, makanan dan minuman, pariwisata, fashion, media dan hiburan, serta obat dan kosmetik.

    "Dari enam bidang ini, kita perlu bersama-sama berkolaborasi untuk meningkatkan kontribusi masing-masing sektor,” tegasnya pada diskusi Penguatan Ekosistem Halal Untuk Masa Depan Ekonomi dan Keuangan Syariah, dikutip Sabtu 5 Oktober 2024.

    Dia mengatakan sejak tahun 2004, kontribusi sektor industri di Indonesia terus menurun, dari 32 persen pada tahun 2002 menjadi hanya 19 persen pada tahun 2024.

    “Ini harus kita cegah dengan mengembangkan sektor-sektor strategis seperti keuangan syariah, makanan dan minuman, pariwisata, dan fashion halal,” ujarnya.

    Ia menyoroti bahwa Indonesia, dengan populasi Muslim yang mencapai 280-250 juta jiwa, memiliki potensi besar di sektor makanan dan pariwisata. “Kita harus memanfaatkan potensi alam Indonesia yang luar biasa dan kekuatan di bidang keuangan,” tambahnya.

    Fashion halal, menurut Hakam, bisa menjadi pemicu kebangkitan industri yang terpuruk. Menurutnya, dengan mengembangkan sektor ini, Hakam yakin Indonesia bisa memenuhi kebutuhan fashion halal di dalam negeri maupun untuk pasar global yang beranggotakan dua miliar Muslim.

    “Saat ini banyak industri tekstil yang tutup, tetapi peluang dari industri fashion sangat besar,” jelasnya.

    Hakam juga mencatat bahwa deindustrialisasi telah menggerogoti kontribusi sektor manufaktur Indonesia, yang menurun dari 32 persen pada 2002 menjadi 19 persen pada 2024.

    “Ini merupakan sinyal bahwa kita perlu bangkit dan memanfaatkan potensi yang ada. Kita memiliki sumber daya alam yang melimpah, tingkat religiositas yang tinggi, dan keinginan untuk memberi yang besar,” katanya.

    Kunci untuk mengatasi tantangan ini, menurutnya, adalah inovasi. Ia menyatakan bahwa dengan mengembangkan inovasi di sektor-sektor strategis, Indonesia dapat menghindari jebakan negara berpendapatan menengah dan beralih menjadi negara maju pada tahun 2045.

    “Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 8 persen agar kita bisa mencapai pendapatan per kapita 30.000 USD dalam dua dekade mendatang.” ujar dia.

    Hakam berharap kerjasama dengan negara-negara seperti Brunei dan Malaysia dalam mengembangkan ekosistem ekonomi syariah dapat memberikan manfaat yang luas.

    “Ekonomi syariah tidak hanya akan dinikmati oleh umat Islam tetapi juga oleh seluruh bangsa Indonesia,” pungkasnya.

    Angka Literasi Ekonomi Syariah

    Direktur Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah (DEKS) Bank Indonesia (BI) Rifki Ismail mengungkapkan hasil survei BI tahun 2022, angka literasi ekonomi syariah hanya 28 persen. Artinya, dari 100 orang, hanya 28 yang memahami keuangan syariah.

    Berdasarkan hasil survei yang sama, lanjut Rifki, mengungkapkan bahwa profesi yang paling paham dengan keuangan syariah adalah dosen dan Pegawai Negeri Sipil (PNS).

    “Padahal pegawai non PNS itu jutaan jumlahnya. Tapi, dari hasil survei, mereka ternyata tidak begitu paham ekonomi syariah. Sementara jika berdasarkan wilayah, yang paling banyak memahami ekonomi syariah adalah yang mayoriatas pemeluk Islam dan pesantrennya banyak adalah yang paling paham,” jelas Rifki seperti keterangannya di Jakarta, dikutip Minggu, 29 September 2024.

    Ia menyayangkan kondisi ini mengingat potensi ekonomi syariah di Indonesia cukup besar. Berdasarkan data Badan Wakaf Indonesia, total potensi wakaf di Indonesia mencapai Rp2.050 triliun. Dari jumlah tersebut, sebagian besar masih berupa tanahatau aset yang tidak produktif.

    “Nilai ini sangat besar, namun masyarakat Indonesia yang paham tentang kuangan syariah belum merata. Masyarakat hanya menganggap wakaf hanya sebatas untuk masjid, kuburan atau rumah yatim. Padahal di dunia internasional, paradigmanya sudah lebih luas,” ujarnya.

    Ia mencontohkan bahwa Harvard University memiliki dana abadi atau endowment fund yang lebih besar dari cadangan devisa Indonesia. Oleh karena itu, ia berharap masyarakat dapat lebih teredukasi untuk bisa memahami ekonomi syariah dan potensinya yang besar.

    BI Ambil Peran

    Agar pemahaman masyarakat terkait ekonomi syariah dan potensinya meningkat, lanjut dia, BI perlu mengambil peran karena merupakan otoritas moneter di Indonesia dan memiliki kepentingan dengan ekonomi syariah. Karena, menurut dia, aktivitas BI tidak lepas dari kebijakan pemerintah seperti halnya kebijakan fiscal dari pemerintah, kebijakan moneter di BI dan kebijakan jasa keuangan di OJK.

    “Jadi, kenapa Bank Indonesia terlibat dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, termasuk keuangan sosial? Karena dalam ekosistem ini, kami mencoba memberikan gambaran yang lengkap tentang ekosistem ekonomi keuangan syariah,” tuturnya.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.