KABARBURSA.COM – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) menetapkan harga indeks pasar (HIP) biodiesel sebesar Rp12.633 per liter ditambah ongkos angkut.
“Penetapan harga tersebut efektif berlaku per tanggal 1 Oktober 2024, sesuai dengan surat dari Direktur Jenderal EBTKE dengan nomor T-3823/EK.05/DJE.B/2024 yang ditandatangani tanggal 29 September 2024,” kata Agus Cahyono Adi, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, dikutip Rabu, 2 Oktober 2024.
Penetapan besaran HIP BBN biodiesel ini dihitung berdasarkan ketentuan Diktum Kesatu Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 3.K/EK.05/DJE/2024 tentang HIP BBN Jenis Biodiesel yang dicampurkan ke dalam Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar dan besaran ongkos angkut berdasarkan ketentuan lampiran I Kepmen ESDM Nomor 153.K/EK.05/DJE/2024.
Adapun perhitungan harga dihitung dengan rumus = (Harga CPO KPB Rata-rata + 85 USD/ton) x 870 kg per m3 + Ongkos Angkut. Sedangkan untuk harga CPO KPB rata-rata periode 25 Agustus - 24 September 2024 sebesar Rp13.211 per kg.
Nilai 85 USD per MT merupakan konversi bahan baku ke biodiesel. Sedangkan angka 870 kg per m3 merupakan faktor satuan dari kg ke L. Kemudian nilai kurs adalah rata-rata pada 25 Agustus sampai 24 September 2024 sebesar Rp15.408.
Hasil Kajian ESDM
Sebelumnya, Kementerian ESDM melakukan kajian mengenai implementasi biodiesel B50 yang merupakan campuran solar dengan bahan bakar nabati (BBN). Tujuan dari kajian ini adalah untuk memastikan bahwa komposisi B50 memenuhi spesifikasi mesin kendaraan, dengan rencana penyelesaian pada Oktober 2024.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, mengungkapkan bahwa kajian ini mencakup berbagai opsi komposisi, termasuk potensi penambahan hydrotreated vegetable oil (HVO). Saat ini, biodiesel yang digunakan di Indonesia adalah campuran Fatty Acid Methyl Esters (FAME) dan solar.
“Apakah B40 ditambah 10 persen biohidrokarbon atau HVO, atau komposisinya 35 persen ditambah 15 persen, ataukah sepenuhnya CPO 50 persen,” ujar Eniya.
Kajiannya didorong oleh kekurangan bahan baku yang mencapai 4,2 juta kiloliter. Sekadar informasi, HVO adalah bahan bakar nabati yang diproduksi dari minyak nabati atau lemak hewani melalui proses hidrogenasi, dengan bahan baku berasal dari sawit. Rencana implementasi program B40 dijadwalkan pada 1 Januari 2024.
Biodiesel B50, yang diusulkan oleh calon presiden terpilih Prabowo Subianto, diperkirakan akan berdampak signifikan pada ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan produk turunannya. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyatakan bahwa dengan peningkatan mandatori dari B30 menjadi B35, ekspor CPO tertekan karena permintaan biodiesel menggeser konsumsi untuk pangan dan pasar ekspor.
Prabowo mengusulkan penerapan biodiesel B50 sebagai langkah strategis untuk meningkatkan pemakaian bahan bakar nabati di Indonesia. Usulan ini bertujuan mengombinasikan 50 persen biodiesel dengan solar dalam bauran bahan bakar, sebagai upaya memperkuat ketahanan energi nasional dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Dengan pengintegrasian 50 persen biodiesel, Prabowo berharap dapat menurunkan emisi karbon dioksida secara signifikan, mendukung komitmen Indonesia dalam pengurangan gas rumah kaca dan perubahan iklim.
Usulan ini berupaya mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dengan memanfaatkan potensi besar sumber energi terbarukan seperti biodiesel, terutama yang berbasis minyak kelapa sawit.
Dengan memanfaatkan sumber energi domestik, B50 diharapkan meningkatkan ketahanan energi nasional dan mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar.
Usulan ini juga mendukung industri kelapa sawit, yang merupakan sektor utama dalam perekonomian Indonesia. Peningkatan permintaan biodiesel dapat memberikan manfaat ekonomi langsung bagi petani dan pelaku industri.
Gapki memperkirakan bahwa transisi menuju B40, bahkan B50, akan menghadapi tantangan serupa. Ketua Umum Gapki, Eddy Martono, menyebutkan bahwa kebutuhan CPO untuk biodiesel B40 mencapai 14 juta ton per tahun.
Sementara kebutuhan sektor pangan sekitar 11 juta ton per tahun. Dengan produksi CPO domestik sekitar 50 juta ton per tahun, ekspor maksimum hanya dapat mencapai 32 juta ton, sementara stok bisa berkurang.
“Produksi CPO kita itu sekitar 50 juta ton per tahun. Artinya, ekspor maksimum di angka 32 juta ton per tahun, sedangkan stok bisa berkurang,” pungkas Eddy.
Komposisi Sesuai Dengan Spesifikasi
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah melakukan penelaahan mendalam mengenai penerapan biodiesel B50, yang merupakan campuran solar dengan bahan bakar nabati (BBN). Kajian ini bertujuan untuk memastikan komposisi B50 yang sesuai dengan spesifikasi mesin kendaraan, dengan target penyelesaian pada Oktober 2024.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiani Dewi menjelaskan bahwa kajian tersebut mencakup berbagai opsi komposisi, termasuk kemungkinan penambahan hydrotreated vegetable oil (HVO). Biodiesel yang saat ini digunakan di Indonesia adalah campuran Fatty Acid Methyl Esters (FAME) dan solar.
“Apakah B40 ditambah 10 persen biohidrokarbon atau HVO, atau komposisinya 35 persen ditambah 15 persen, ataukah sepenuhnya CPO 50 persen,” ujar Eniya saat ditemui di Jakarta Pusat, Kamis 8 Agustus 2024.(*)