KABARBURSA.COM - Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Yanuar Arif Wibowo mengaku, sepenuhnya mendukung program 3 juta rumah yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto. Akan tetapi, dia menilai, program tersebut akan mengalami sandungan pada saat pemasarannya.
Pasalnya, tutur Yanuar, saat ini BI Checking salah satu syarat pengajuan kredit pemilikan rumah (KPR) bersubsidi. Sementara diketahui, banyak masyarakat yang terjerat utang melalui platform Peer-to-peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol).
“Kita dukung penuh program 3 juta rumah yang dicanangkan Presiden Prabowo melalui Kementerian Perumahan. Oleh karena itu harus dicermati betul kendala dan tantangan pencapaiannya terutama dari sisi akses masyarakat bawah untuk mendapatkannya,” ungkap Yanuar.
Yanuar menilai, syarat BI Checking yang kerap mengaburkan harapan masyarakat untuk mengakses KPR. Menurutnya, masyarakat yang terkena BI checking terjerak pinjaman-pinjaman ringan melalui aplikasi pinjol legal yang terdaftar di lembaga keuangan negara.
“Misal, masyarakat menggunakan aplikasi pay later untuk pembayaran sebut saja 50 ribu rupiah, lalu telat bayar sehingga nunggak atau gagal bayar hingga akhirnya jadi catatan BI checking. Ketika mereka mengajukan kredit perumahan ini jadi tidak memenuhi syarat,” terangnya.
Oleh karena itu, Yanuar mengusulkan agar Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menghapus utang pinjaman online bagi masyarakat kelas bawah. Jika pemerintah bisa menghapus hutang UMKM petani dan nelayan untuk meringankan beban rakyat kecil, dia berharap, pemerintah juga menghapus hutang pinjol masyarakat untuk dapat mengakses kredit perumahan rakyat.
“Untuk mensukseskan program 3 juta rumah, saya berharap Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menghapus utang pinjol masyarakat bawah agar akses masyarakat terhadap kredit perumahan tidak terganjal BI checking,” tutupnya.
135 Juta Orang Indonesia Punya Utang di Pinjol
Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) mencatat bahwa sejak industri Peer-to-Peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol) mulai beroperasi di Indonesia, total penyaluran pinjaman telah mencapai Rp950 triliun.
Sekretaris Jenderal AFPI Tiar Karbala mengatakan bahwa pencapaian ini patut diapresiasi, mengingat usia industri P2P lending di Indonesia masih di bawah 10 tahun.
Kehadiran P2P lending di Indonesia dimulai dengan diterbitkannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi yang disahkan pada 28 Desember 2016.
“Secara statistik, industri P2P lending telah menyalurkan Rp950 triliun. Artinya, sebentar lagi akan mencapai Rp1.000 triliun. Ini merupakan pencapaian yang luar biasa,” ucap Tiar dalam acara Pre-Event Media Gathering The 6th Indonesia Fintech Summit and Expo (IFSE) 2024 di Jakarta, Senin, 4 November 2024.
Adapun jumlah pengguna atau peminjam (borrower), ungkap Tiar, kini mencapai 135 juta orang. “Angka 135 juta ini bukan angka kecil. Jika dibandingkan dengan populasi Indonesia yang sekitar 300 juta, berarti sepertiga lebih. Ini pencapaian yang fantastis,” jelasnya.
Lebih lanjut, Tiar menegaskan bahwa industri P2P lending hadir di Indonesia dengan misi membantu pemerintah meningkatkan inklusi keuangan masyarakat, yang menurutnya merupakan tantangan besar.
“Kami berfokus untuk menjangkau masyarakat yang belum memiliki akses ke bank atau yang masih kurang terlayani. Kami sebagai platform sangat termotivasi untuk menjangkau dua segmen tersebut,” pungkasnya.
Tiga Juta di Desa dan Kota
Prabowo sebelumnya merencanakan pembangunan tiga juta rumah di wilayah desa dan kota dalam lima tahun ke depan. Program ini tidak hanya berfokus pada pembangunan rumah baru, tetapi juga mencakup renovasi rumah tidak layak huni (RTLH) untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
Ketua Satuan Tugas Perumahan Presiden terpilih Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo, mengatakan tujuan program ini adalah membantu rakyat yang belum memiliki rumah atau tinggal di tempat yang tidak layak. Ia menjelaskan bahwa pemerintah ingin menyediakan pembiayaan bagi masyarakat yang belum memiliki rumah atau memiliki rumah yang kondisinya kurang memadai.
Pemerintahan Prabowo juga berencana mendukung petani dan nelayan melalui kredit berbiaya rendah untuk renovasi RTLH. Targetnya adalah membangun atau merenovasi antara 20 hingga 30 rumah di setiap daerah setiap tahunnya.
Dengan target pembangunan atau renovasi sekitar 70.000 rumah per tahun, program ini diperkirakan bisa mencapai antara 1,5 hingga 2,25 juta rumah dalam lima tahun. Hashim menjelaskan bahwa program ini muncul dari data yang menunjukkan adanya 10,7 juta keluarga yang belum memiliki rumah dan 27 juta keluarga yang tinggal di rumah tidak layak huni. Totalnya, terdapat sekitar 37 juta keluarga yang masih menunggu untuk dapat tinggal di rumah layak.(*)