KABARBURSA.COM – Harga emas dunia naik perlahan setelah sehari sebelumnya turun karena isu gencatan senjata antara Hamas dan Israel. Hari ini, harga emas spot naik 0,4 persen menjadi USD3.989.49 per ons, sementara kontrak berjangka emas AS untuk pengiriman Desember ditutup naik 0,7 persen menjadi USD4.000,40.
Kenaikan harga emas kali ini dipicu oleh konflik dagang antara AS dan China yang muncul kembali ke permukaan. Hanya saja, kenaikannya sedikit teredam akibat stabilisasi pasar setelah gejolak geopolitik dan ekonomi yang sempat mengguncang sentiment global.
Dalam sepekan, emas spot menguat sekitar 2,7 persen, menandai salah satu performa mingguan terbaiknya dalam beberapa bulan terakhir.
Kenaikan harga emas ini dipicu oleh meningkatnya kekhawatiran atas konflik perdagangan antara Amerika Serikat dan China, setelah Presiden Donald Trump kembali menghidupkan ancaman tarif baru terhadap Negeri Tirai Bambu.
Trump menegaskan bahwa ia tidak memiliki alasan untuk bertemu dengan Presiden China Xi Jinping dalam dua minggu mendatang, membatalkan rencana pertemuan di Korea Selatan. Pernyataan tersebut juga menyebutkan bahwa AS tengah menghitung kemungkinan “peningkatan besar-besaran” terhadap tarif impor dari China.
Sentimen ini segera memicu kekhawatiran di pasar keuangan global dan mendorong arus modal keluar dari aset berisiko menuju aset safe haven seperti emas. Dalam beberapa jam setelah pernyataan itu, harga emas sempat menembus $4.022,52 per ounce, level tertinggi di sesi tersebut.
Menurut Tai Wong, seorang pedagang logam independen, langkah Trump “memanaskan kembali perang dagang”, dapat menekan nilai dolar AS dan sekaligus menguntungkan aset safe haven seperti emas.
Hal ini terbukti dari pergerakan indeks dolar AS yang turun sekitar 0,5 persen dan membuat emas yang dihargakan dalam dolar menjadi relatif lebih murah bagi investor luar negeri. Pelemahan dolar ini menambah dorongan teknikal yang menguatkan harga emas di pasar spot dan berjangka.
Ketidakpastian Politik Prancis Ikut Menguatkan Emas
Selain tensi geopolitik, pasar juga terpengaruh oleh ketidakpastian politik di dua kawasan utama dunia. Di Eropa, meningkatnya risiko runtuhnya pemerintahan Prancis menambah keresahan investor terhadap stabilitas ekonomi Uni Eropa.
Sementara itu, di Amerika Serikat, krisis politik dalam negeri semakin dalam akibat penutupan pemerintahan (government shutdown) yang telah berlangsung 10 hari, menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya terhadap data ekonomi dan kebijakan fiskal.
Dari sisi kebijakan moneter, perhatian investor kini tertuju pada langkah Federal Reserve (The Fed) yang diperkirakan akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada bulan Oktober dan Desember.
Ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter ini memperkuat prospek kenaikan harga emas dalam jangka menengah karena penurunan suku bunga cenderung menekan imbal hasil obligasi dan memperlemah dolar, menjadikan emas lebih menarik bagi investor.
Aksi Borong Emas Bank Sentral Global Picu Kenaikan
Emas juga didukung oleh faktor fundamental lain yang memperkuat permintaan jangka panjangnya. Pembelian besar-besaran oleh bank sentral global, arus masuk signifikan ke exchange-traded funds (ETF) berbasis emas, serta ketidakpastian makroekonomi akibat kebijakan tarif dan geopolitik mendorong harga ke level rekor baru.
Pada pertengahan pekan, logam mulia ini sempat mencatat rekor tertinggi sepanjang masa di USD4.059,05 per ounce, sebelum terkoreksi ringan menjelang akhir pekan.
Meski demikian, analis memperingatkan bahwa reli cepat emas dalam beberapa pekan terakhir membuka risiko koreksi jangka pendek. Hamad Hussain, ekonom komoditas di Capital Economics, menilai bahwa momentum kenaikan emas tetap kuat secara struktural, terutama jika ketegangan geopolitik dan perlambatan ekonomi global terus berlanjut.
Namun, menurutnya, volatilitas tinggi kemungkinan tetap akan mewarnai pasar dalam waktu dekat. Apalagi harga sudah meningkat tajam dari kisaran USD3.600 hanya dalam waktu beberapa bulan.
Perak Menguat, Platinum dan Paladium Tertekan
Sementara itu, harga perak juga mencatat penguatan luar biasa, didorong oleh kombinasi faktor yang sama seperti emas, ditambah kekhawatiran terhadap defisit pasokan dan peningkatan permintaan industri.
Harga perak spot naik 2,1 persen menjadi USD50,13 per ounce, sehari setelah menyentuh rekor tertinggi USD51,22. Sementara kontrak berjangka perak Desember 2025 diperdagangkan di USD47,32.
Perak kini telah melonjak lebih dari 73 persen sepanjang tahun ini, menunjukkan momentum bullish yang kuat.
Untuk logam mulia lainnya, platinum turun 1,4 persen menjadi USD1.596,55 dan mencatat kerugian mingguan. Sementara palladium melemah 0,3 persen menjadi USD1.406,87, namun tetap mencatat kenaikan mingguan lebih dari 12,6 persen berkat meningkatnya permintaan dari sektor otomotif dan elektronik.
Secara keseluruhan, perdagangan logam mulia pada akhir pekan ini menunjukkan bahwa emas dan perak kembali berperan sebagai pelindung nilai utama di tengah ketidakpastian global.
Kombinasi antara ketegangan geopolitik, pelemahan dolar AS, risiko politik di Amerika dan Eropa, serta ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed telah memperkuat daya tarik logam mulia sebagai aset defensif.
Walau potensi koreksi teknikal masih terbuka, tren jangka menengah hingga panjang bagi emas tampak tetap positif, didorong oleh arus modal ke aset safe haven dan melemahnya kepercayaan terhadap stabilitas ekonomi global.(*)