KABARBURSA.COM – Harga emas dunia menguat pada perdagangan Rabu waktu Amerika Serikat, atau Kamis WIB, 12 Juni 2025, terdorong oleh data inflasi yang lebih jinak dari ekspektasi.
Kenaikan ini memperkuat harapan pasar bahwa bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), akan mulai melonggarkan kebijakan moneter dalam waktu dekat.
Harga emas di pasar spot tercatat naik 0,1 persen menjadi USD3.324,72 per troy ounce pada pukul 13.55 waktu New York atau 17.55 GMT. Padahal, di awal sesi, emas sempat melonjak hingga 1 persen. Sementara itu, harga emas berjangka AS ditutup nyaris stagnan di USD3.343,70.
Katalis utama datang dari data indeks harga konsumen (CPI) bulan Mei yang menunjukkan inflasi bulanan hanya naik 0,1 persen, lebih rendah dari ekspektasi 0,2 persen. Secara tahunan, inflasi tercatat 2,4 persen, juga lebih rendah dibanding estimasi ekonom yang memperkirakan 2,5 persen.
“Angka inflasi inti yang lebih rendah dari perkiraan langsung mengangkat harga emas dan logam mulia lainnya. Imbal hasil obligasi dan dolar melemah, sehingga menambah daya tarik emas,” ujar analis pasar logam mulia independent Tai Wong.
“Pasar berharap kondisi ini bisa membuka jalan bagi pemangkasan suku bunga oleh The Fed dalam waktu dekat,” lanjut dia.
Pasar Prediksi Peluang the Fed Pangkas Suku Bunga
Ekspektasi itu bukan tanpa dasar. Berdasarkan pantauan alat prediksi CME FedWatch, pasar saat ini memperkirakan peluang sebesar 68 persen bahwa The Fed akan memangkas suku bunga pada pertemuan kebijakan September mendatang.
Dari sisi geopolitik dan perdagangan global, Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa kesepakatan dagang dengan China telah tercapai. Dalam pernyataannya, Trump menyebut China akan memasok magnet dan logam tanah jarang ke AS, sementara Amerika akan membuka akses bagi mahasiswa China untuk belajar di perguruan tinggi AS.
Meski begitu, pasar tetap menanti data lanjutan. Fokus investor kini tertuju pada rilis data indeks harga produsen (PPI) yang dijadwalkan Kamis waktu setempat, sebagai bahan pertimbangan tambahan menjelang rapat The Fed pada 17-18 Juni mendatang.
Menurut Wong, harga emas perlu menembus level resistensi penting di US$3.403 per ounce agar reli dapat berlanjut.
"Kalau data bagus tapi harga tidak naik tajam, itu bisa jadi sinyal bahwa pasar mulai lelah dan bersiap koreksi jangka pendek,” tambahnya.
Platinum Naik 2,9 Persen, Perak Bergerak Turun
Sementara emas menguat, logam mulia lain mencatatkan kinerja beragam. Platinum mencuri perhatian dengan kenaikan tajam 2,9 persen ke level USD1.256,70 per ounce. Kenaikan ini merupakan yang tertinggi sejak 2021.
Reli ini sebagian besar ditopang oleh aliran dana dari investor institusi dan ETF. Namun analis dari Goldman Sachs mengingatkan, kenaikan harga kemungkinan akan tertahan oleh faktor permintaan yang sensitif terhadap harga, terutama dari pasar otomotif China, serta potensi peningkatan pasokan global.
Harga perak justru bergerak turun, melemah 1,2 persen ke USD36,11 per ounce. Di sisi lain, palladium naik 1,3 persen dan diperdagangkan di level USD1.074,25 per ounce.
Dengan pasar yang terus mencermati arah kebijakan The Fed dan rilis data ekonomi berikutnya, logam mulia kini berada dalam fase krusial. Apakah tren penguatan ini akan berlanjut atau justru berbalik arah, akan sangat tergantung pada sinyal yang diberikan The Fed pekan depan.(*)