Logo
>

Hari Batik Nasional, Nilai Ekspor Batik Turun 8,29 Persen

Ditulis oleh KabarBursa.com
Hari Batik Nasional, Nilai Ekspor Batik Turun 8,29 Persen

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Hari ini, 2 Oktober 2024, bertepatan dengan Hari Batik Nasional. Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan bahwa nilai ekspor batik mengalami penurunan sebesar 8,29 persen secara year on year (yoy).

    Tak hanya itu, di dalam negeri, Agus Gumiwang mengatakan, produk batik Indonesia saat ini juga berhadapan dengan produk-produk impor.

    “Jadi tidak hanya nilai ekspornya yang turun, di dalam negeri juga menghadapi serbuah produk tekstil impor baik yang masuk secara legal maupun ilegal,” kata Agus Gumiwang dalam pameran ‘Hari Batik Nasional Industrial Festival 2024’ di Mal Kota Kasablanka, Jakarta Selatan, Rabu, 2 Oktober 2024.

    Apalagi, lanjut Agus, jika dari harga, produk-produk tekstil impor lebih murah dari harga batik.

    Lebih mengkhawatirkan lagi, China sudah bisa memproduksi batik dan diimpor ke Indonesia.

    “Bisa jadi (China mengimpor batik). Sama dengan industri lain, harus ada regulasi yang memang pro kepada industri dalam negeri kita, termasuk TPT (tekstil dan produk tekstil), termasuk batik,” ujarnya.

    Dalam sambutannya, Agus mengatakan ekspor batik mengalami kontraksi sebesar 8,29 persen dibandingkan dengan tahun 2023.

    “Di sisi lain, adanya tren kenaikan penggunaan batik dalam keseharian generasi muda Indonesia saat ini, memberikan optimisme bagi masa depan industri batik di pasar dalam negeri,” kata Agus.

    Sementara itu, ekspor industri tekstil dan pakaian jadi sampai Triwulan II tahun 2024 juga mengalami kontraksi berturut-turut sebesar 5,56 persen dan 4,12 persen (yoy), dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

    Dalam kesempatan itu, Menperin juga mendorong para pelaku industri batik untuk segera bertransformasi menuju Industri 4.0.

    “Penerapan teknologi digital pada industri batik dapat mendukung aspek manajemen dan operasionalnya sehingga lebih efektif dan efisien,” kata Agus.

    Meski begitu, Agus Gumiwang mengatakan masih banyak peluang bagi industri batik dalam negeri untuk memperluas cakupan pasar ekspor, sekaligus meningkatkan kontribusi bagi devisa negara.

    Karena, menurutnya, besaran ekspor batik pada triwulan II-2024 baru sebesar USD8,33 juta.

    “Industri batik pun turut memberikan kontribusi terhadap ekspor TPT dengan nilai USD8,33 juta yang menurut saya belum optimal, belum maksimal. Masih banyak peluang yang bisa kita manfaatkan untuk mengisi pasar-pasar ekspor dari batik nasional,” ucapnya.

    Menperin mengatakan dorongan pemajuan ekspor sektor batik nasional itu dilakukan pihaknya melalui berbagai program dengan melibatkan para mitra, seperti acara Hari Batik Nasional yang bekerja sama dengan Yayasan Batik Indonesia.

    Dalam kegiatan itu disampaikan Menperin Agus, dilakukan penumbuhan wirausaha baru, fasilitasi Indikasi Geografis (IG), pendampingan teknis produksi, serta fasilitasi mesin dan peralatan.

    “Tahun lalu, kami memberikan fasilitasi Indikasi Geografis untuk Batik Complongan Indramayu, dan mengangkat Batik Complongan Indramayu sebagai tema Pameran Gelar Batik Nasional (GBN) 2023. Alhamdulillah, dampaknya cukup signifikan bagi perekonomian masyarakat setempat, dan dapat meningkatkan awareness konsumen terhadap Batik Complongan Indramayu,” tuturnya.

    Lebih lanjut dirinya mengatakan, cara lain untuk mendorong promosi batik Indonesia dalam pasar global yakni dengan menggunakannya dalam kegiatan resmi kenegaraan maupun sehari-hari. Menurut dia, sebagai langkah awal, pihaknya sudah menerapkan untuk menggunakan batik selama empat hari kerja dalam seminggu.

    Kemenperin menyatakan industri batik dalam negeri tercatat sudah menyerap sebanyak 200.000 tenaga kerja hingga Agustus 2024 yang tersebar di 201 sentra industri, 5.946 industri kecil menengah (IKM) di 11 provinsi.

    Dari total 200.000 pekerja yang ada di sektor industri kerajinan batik, turut memberikan kontribusi besar terhadap neraca ekspor Indonesia, dengan kuantitas periode Januari-Juli (semester I) 2024 mencapai USD9,45 juta.

    Industri Tekstil Mati Suri

    Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia tengah menghadapi tantangan berat yang semakin memperburuk kondisi pabrik-pabrik lokal. Di tengah maraknya produk impor ilegal, banyak pabrik TPT yang terpaksa tutup dan menyebabkan lonjakan pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor ini.

    Baru-baru ini, PT Pandanarum Kenanga Textile (Panamtex) asal Pekalongan, Jawa Tengah, dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang, 12 September 2024. Permohonan pailit ini diajukan oleh mantan pekerja Panamtex yang belum menerima hak-hak mereka.

    Sebelumnya, PT Sampangan Duta Panca Sakti tekstil (Dupantex) juga menghentikan operasinya sejak 6 Juni 2024 dan masih berstatus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sementara.

    Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat bahwa sebanyak 46.240 pekerja terkena PHK antara Januari hingga Agustus 2024, dengan mayoritas berasal dari sektor TPT. Angka ini berpotensi bertambah, mengingat banyak perusahaan yang tidak melaporkan PHK, terutama di kalangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

    Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta menegaskan bahwa tren penutupan pabrik akan terus terjadi jika pemerintah tidak mengambil langkah tegas untuk menutup celah impor TPT ilegal. Ia mengungkapkan bahwa utilisasi industri TPT secara nasional saat ini hanya tinggal 40 persen.

    Kinerja Satgas Anti Impor Ilegal juga mendapat sorotan tajam. APSyFI menyatakan bahwa Satgas tersebut dinilai tidak efektif karena hanya memiliki kewenangan dalam penindakan di pasar. Sementara itu, pintu masuk impor ilegal berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea Cukai. Redma mengkritik bahwa hingga saat ini, tidak ada upaya dari Bea Cukai untuk memperbaiki situasi ini.

    Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Danang Girindrawardana, juga menyoroti kekhawatiran terhadap Satgas yang terkesan hanya bersifat seremonial tanpa adanya tindakan nyata terhadap pelaku impor ilegal. Ia mengungkapkan bahwa meskipun ada sikap wait and see dari importir ilegal, mereka masih melanjutkan praktiknya karena kurangnya penegakan hukum yang serius.

    Prospek yang Suram

    Dengan kondisi ekonomi yang tidak stabil dan daya beli masyarakat yang melemah, prospek industri TPT diperkirakan masih akan suram hingga akhir tahun. Redma menambahkan bahwa meskipun terdapat momentum libur Natal dan Tahun Baru, permintaan tidak akan signifikan, dan produk lokal kemungkinan akan tergerus oleh barang-barang impor.

    Dalam konteks ini, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan Indonesia European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) untuk meningkatkan permintaan pasar dan mengatasi masalah PHK massal di sektor TPT. Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani, mengungkapkan bahwa IEU-CEPA diperlukan untuk memperbaiki posisi kompetitif produk TPT Indonesia di pasar global.

    Tanpa langkah tegas dari pemerintah dan penegakan hukum yang efektif terhadap impor ilegal, masa depan industri tekstil Indonesia akan semakin gelap, dan dampaknya akan dirasakan oleh ribuan pekerja serta ekonomi nasional secara keseluruhan.

    “Demand pasar itu menurun, dan ini di luar isu impor ilegal di dalam negeri yang juga harus diperhatikan. IEU-CEPA diharapkan dapat meningkatkan permintaan pasar yang ada di UE,” jelas Shinta di kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Jumat, 27 September 2024.

    Kelemahan Kompetitif Indonesia

    Indonesia menghadapi tantangan berat dalam bersaing dengan negara-negara lain yang sudah memiliki perjanjian dagang dengan UE. Vietnam, misalnya, yang telah memanfaatkan EU-Vietnam Free Trade Agreement (EU-VTA) sejak 1 Agustus 2020, berhasil meningkatkan ekspornya sebesar 14,17 persen pada tahun 2022. Sementara itu, Indonesia, tanpa perjanjian serupa, berpotensi kehilangan pangsa pasar yang signifikan.

    Shinta mengungkapkan, perjanjian dagang itu berhasil meningkatkan demand pasar yang ada. Sementara industri TPT Indonesia bersaing dengan banyak negara, seperti Vietnam, Bangladesh, dan Ethiopia, yang juga tengah mengupayakan perjanjian dagang dengan Uni Eropa.

    Tanpa IEU-CEPA, Indonesia berisiko kehilangan surplus perdagangan dengan UE. Shinta memperkirakan, nilai ekspor Indonesia bisa tergerus hingga USD1,6 miliar per tahun, yang setara dengan 12 persen dari total nilai ekspor ke UE.

    “Kita perlu menyelesaikan perjanjian ini untuk mencegah kerugian yang lebih besar,” tegasnya.

    Tantangan dalam Proses Perundingan

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, mengakui bahwa proses penyelesaian IEU-CEPA menghadapi berbagai kendala. Salah satunya adalah perubahan jajaran pejabat di lingkup UE yang mengakibatkan perubahan persyaratan bagi Indonesia. Tiga isu utama yang masih menjadi perdebatan adalah pelonggaran kebijakan impor produk UE, pembatasan ekspor melalui pengenaan bea keluar, dan perpajakan digital.

    “Kita minta menunggu WTO untuk isu perpajakan digital, tetapi UE tidak mau,” jelas Airlangga.

    Proses perundingan yang alot ini menjadi penghalang bagi Indonesia untuk segera meraih manfaat dari perjanjian dagang ini.

    Dengan penurunan permintaan pasar yang signifikan dan meningkatnya persaingan dari negara lain, penyelesaian IEU-CEPA menjadi sangat krusial bagi industri tekstil Indonesia. Perjanjian ini tidak hanya diharapkan dapat meningkatkan permintaan produk TPT Indonesia di pasar Uni Eropa, tetapi juga untuk mencegah kerugian yang lebih besar dan menjaga keberlanjutan industri dalam negeri.

    Sebagai salah satu sektor yang memiliki potensi besar untuk pertumbuhan ekonomi, dukungan pemerintah dalam menyelesaikan IEU-CEPA menjadi langkah penting untuk meraih peluang pasar yang lebih luas dan berkelanjutan. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi