KABARBURSA.COM - Besaran bea masuk antidumping (BMAD) di kisaran 45 persen—50 persen untuk produk keramik impor dipandang tidak cukup kuat untuk melindungi industri keramik dalam negeri dari tekanan barang-barang murah asal China.
Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki), Edy Suyanto, mengungkapkan bahwa kondisi industri keramik nasional kini kian terpuruk akibat praktik perdagangan yang tidak adil.
Menurutnya, angka BMAD yang ditetapkan masih jauh dari harapan para pelaku industri. Apalagi, besaran ini sangat rendah jika dibandingkan dengan tarif yang diterapkan di negara-negara lain.
"Asaki melihat BMAD untuk keramik impor dari China yang akan diterapkan masih di bawah ekspektasi dan jauh di bawah patokan yang diterapkan oleh negara-negara seperti Uni Eropa, Timur Tengah, Amerika Serikat, Meksiko, dan India," ujar Edy, Selasa 13 Agustus 2024.
Lebih lanjut, Edy menegaskan bahwa tidak ada negara maju yang dapat bertahan dari persaingan tidak sehat, seperti praktik dumping dan predatory pricing yang dilakukan oleh produk keramik asal China.
Fenomena ini, lanjut Edy, terjadi akibat kelebihan kapasitas dan suplai industri keramik China yang kehilangan pasar ekspor utama mereka seperti Amerika Serikat (AS), Meksiko, Uni Eropa (UE), dan Timur Tengah setelah negara-negara tersebut menerapkan BMAD tinggi di kisaran 100 persen—400 persen terhadap produk dari China.
"Keberanian negara-negara tersebut dalam menghadapi produk dumping harus kita tiru," tegas Edy.
Masalah Suplai Gas
Selain itu, Edy juga menyoroti masalah gangguan suplai gas dari PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN), yang telah lama memperparah kondisi industri keramik dalam negeri.
Terlebih lagi, industri yang menerima harga gas bumi tertentu (HGBT) sebesar USD6/MMBtu, menurut Edy, dipaksa membatasi pemakaian gas hanya 60 persen—70 persen setiap bulannya. Selebihnya, industri harus membayar gas dengan harga yang jauh lebih mahal, mencapai USD13,85/mmbtu.
"Sudah jatuh tertimpa tangga, baru-baru ini anggota Asaki menerima surat pemberitahuan dari PGN bahwa mulai pertengahan Agustus ini hanya diperbolehkan memanfaatkan alokasi gas 50 persen—55 persen, dan selebihnya dikenai surcharge USD13,85/mmbtu," ungkapnya.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) menyatakan bahwa proses penetapan BMAD untuk produk keramik telah selesai dan akan segera disampaikan ke Kementerian Keuangan.
Zulhas menjelaskan bahwa rata-rata bea masuk antidumping yang akan dikenakan berkisar antara 45 persen hingga 50 persen.
"[BMAD] keramik, kami sudah dapat, sudah selesai, KADI [Komite Anti Dumping Indonesia] sudah menyampaikan ke saya, dan benar-benar sudah selesai. Saya akan kirimkan hasilnya, BMAD rata-rata kira-kira itu 45 persen sampai 50 persen," kata Zulhas saat ditemui di tempat Penimbunan dan Pabean Bea dan Cukai Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Selasa 6 Agustus 2024 lalu.
Selain BMAD yang diterapkan oleh KADI, produk keramik juga dikenakan tarif safeguard atau bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) yang telah lebih dahulu diberlakukan, dengan besaran mencapai 13 persen.
"Jadi ada BMTP yang dihitung oleh KPPI [Komite Perlindungan Perdagangan Indonesia], dan output-nya adalah BMTP 13 persen," jelas Zulhas.
Adapun produk-produk lain yang sedang dihitung untuk dikenakan BMAD meliputi tujuh produk, yakni tekstil dan produk tekstil (TPT), pakaian jadi, alas kaki, elektronik, kosmetik, dan lainnya. Namun, yang baru selesai kemarin hanyalah keramik, sedangkan produk lainnya masih dalam proses penghitungan," pungkas Zulhas.
Kinerja Industri Keramik 2024
Industri keramik global pada tahun 2024 menghadapi dinamika yang kompleks, dipengaruhi oleh fluktuasi pasar, tren konsumen, dan tantangan ekonomi. Sektor ini meliputi produksi berbagai jenis produk keramik, termasuk ubin, porselen, dan keramik teknis, yang digunakan dalam konstruksi, dekorasi, dan aplikasi industri.
Permintaan untuk produk keramik di pasar global diperkirakan mengalami pertumbuhan moderat pada tahun 2024. Meskipun ada penurunan sementara dalam beberapa pasar utama, seperti China, tren jangka panjang menunjukkan stabilitas dengan permintaan yang kuat di sektor konstruksi dan renovasi. Negara-negara berkembang, khususnya di Asia dan Afrika, menunjukkan potensi pertumbuhan yang signifikan seiring dengan urbanisasi dan pembangunan infrastruktur.
Inovasi dalam teknologi keramik, seperti pengembangan keramik pintar dan produk dengan fitur anti-bakteri, terus mempengaruhi pasar. Penggunaan teknologi canggih dalam proses produksi dan desain memungkinkan peningkatan kualitas dan fungsi produk keramik, menjadikannya pilihan yang lebih menarik bagi konsumen dan industri.
Harga bahan baku untuk industri keramik, seperti tanah liat dan energi, mengalami fluktuasi yang berdampak pada biaya produksi. Kenaikan harga bahan baku dan energi sering kali mengarah pada kenaikan harga jual produk keramik, yang dapat mempengaruhi daya saing di pasar global.
Persaingan dari produk keramik impor, terutama dari negara-negara dengan biaya produksi rendah seperti China, menekan industri lokal. Praktik dumping, di mana produk dijual di pasar internasional dengan harga lebih rendah dari biaya produksi, menjadi tantangan besar bagi produsen lokal. Upaya pemerintah untuk menerapkan bea masuk antidumping (BMAD) dan tarif pengamanan telah dilakukan, tetapi efeknya masih belum memadai untuk melindungi industri lokal secara menyeluruh.
Isu lingkungan menjadi perhatian utama, dengan tekanan untuk mengurangi dampak lingkungan dari proses produksi. Industri keramik harus menghadapi tantangan terkait emisi CO2 dan pengelolaan limbah, yang mendorong banyak perusahaan untuk mengadopsi praktik produksi yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Secara finansial, industri keramik global menghadapi tekanan akibat fluktuasi pasar dan biaya produksi yang tinggi. Meskipun beberapa perusahaan melaporkan pertumbuhan pendapatan dari pasar premium dan produk inovatif, margin keuntungan secara keseluruhan tertekan oleh biaya yang meningkat dan persaingan yang ketat.
Proyeksi untuk industri keramik menunjukkan adanya peluang untuk pertumbuhan di pasar yang lebih kecil dan berkembang. Adopsi teknologi baru dan peningkatan dalam efisiensi produksi diharapkan dapat membantu meningkatkan profitabilitas. Selain itu, fokus pada desain dan produk berkualitas tinggi dapat membuka peluang baru di pasar premium dan pasar yang tersegmentasi.
Industri keramik pada tahun 2024 menunjukkan campuran tantangan dan peluang. Meskipun menghadapi tekanan dari harga bahan baku yang fluktuatif, persaingan internasional, dan isu lingkungan, sektor ini tetap beradaptasi dengan inovasi teknologi dan strategi pasar yang cerdas. Dengan fokus pada keberlanjutan dan efisiensi, industri keramik berpotensi untuk terus berkembang dan beradaptasi dengan perubahan pasar global. (*)