KABARBURSA.COM - Sebagian besar provinsi di Indonesia menutup tahun 2024 dengan catatan inflasi, sementara hanya beberapa provinsi yang mencatatkan deflasi.
Hal ini disampaikan oleh Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS), Pudji Ismartini, dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis, 2 Januari 2025.
Pengamat pasar uang Ibrahim Assuaibi mengatakan, inflasi yang terjadi mencerminkan kembalinya aktivitas masyarakat, meskipun harga barang-barang pokok seperti cabai dan bawang melonjak signifikan.
“Inflasi ini lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Ini mengindikasikan bahwa masyarakat sudah kembali melakukan aktivitas, melakukan pembelian, walaupun harga-harga mahal,” kata Ibrahim kepada kabarbursa.com, Jumat, 3 Januari 2025.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka itu juga menuturkan, kenaikan harga barang-barang konsumsi seperti cabai dan kebutuhan pokok lainnya hanya terjadi di provinsi-provinsi dengan pertumbuhan ekonomi mapan. Hal itu berhubungan langsung dengan meningkatnya konsumsi masyarakat sebagai penyebab utama inflasi.
“Di hampir semua provinsi dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup bagus inflasi terjadi. Ini karena barang-barang konsumsi seperti cabai dan kebutuhan pokok mengalami kenaikan harga,” ungkapnya.
Ibrahim menambahkan bahwa kenaikan harga barang konsumsi mencerminkan kembalinya aktivitas kelas menengah, yang mulai berbelanja seperti biasa. Selain itu, faktor musim liburan juga turut mendorong situasi, dengan meningkatnya permintaan barang di pasaran.
“Salah satunya, jika mendekati Natal dan Tahun Baru, biasanya harga-harga akan naik, termasuk biaya transportasi. Musim hujan dan menjelang Ramadan serta Idul Fitri pun turut berkontribusi pada lonjakan harga, yang pada akhirnya berujung pada inflasi,” ujar Ibrahim.
Penyebab Inflasi Desember 2024
Ia menilai inflasi yang terjadi pada bulan Desember 2024 ini lebih tinggi adalah hal yang sangat wajar karena pada bulan tersebut musim hujan dimulai. Musim hujan seringkali menyebabkan banjir, yang berdampak pada gagal panen, terutama untuk sayuran seperti cabai.
Pasalnya, cabai dan bawang merah, yang pada musim hujan tidak boleh terkena hujan, sering kali terpapar hama akibat hujan berlebih. Hama ini mengakibatkan tanaman tidak dapat menghasilkan hasil yang sesuai dengan harapan.
Sebagai akibatnya, pasokan cabai berkurang dan harga cabai bisa meningkat, sementara bawang merah yang terlalu banyak terpapar air dapat membusuk, memperburuk situasi harga barang konsumsi.
“Saya kira, jika inflasi di bulan Desember lebih tinggi, itu wajar karena musim hujan yang menyebabkan gagal panen, terutama untuk sayuran seperti cabai dan bawang merah. Hujan yang berlebihan menyebabkan hama dan pembusukan pada tanaman, yang pada akhirnya berpengaruh pada lonjakan harga,” jelas Ibrahim.
Namun, Ibrahim memperkirakan bahwa inflasi pada bulan Januari 2025 kemungkinan akan sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan bulan Desember 2024.
Mengingat adanya perubahan pola inflasi yang sebelumnya sering dipicu oleh pembelian logam mulia atau perhiasan seiring dengan adanya ketakutan masyarakat terhadap potensi terjadinya perang dunia ketiga. Sehingga inflasi lebih banyak dipengaruhi oleh kenaikan harga barang-barang konsumsi, terutama yang terkait dengan pangan.
“Kalau dulu-dulu sebelum-sebelumnya itu kan inflasi itu disebabkan oleh masyarakat yang melakukan pembelian terhadap perhiasan logam mulia, karena ada ketakutan dari perang dunia ketiga, tetapi di bulan Desember, inflasi naik ini disebabkan oleh barang konsumsi,” jelasnya.
Melihat kondisi itu, Ibrahim menyebutkan, pemerintah harus mempersiapkan bantuan sosial (bansos) untuk mendorong konsumsi masyarakat. Pada bulan Desember, pemerintah sudah menyalurkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) melalui Pos dan Giro BRI. Ke depan, pada tahun 2025, pemerintah berencana memberikan bansos setiap enam bulan sekali.
“Ya karena kita melihat bansos ini salah satu pembentukan untuk konsumsi masyarakat ini," ujar dia.
Pengangguran Picu Deflasi
Sementara itu, bagi provinsi yang mengalami deflasi, Ibrahim mengungkapkan bahwa hal ini menunjukkan adanya stagnasi dalam perekonomian yang menyebabkan penurunan konsumsi masyarakat.
“Deflasi berarti stagnasi dalam perekonomian. Dalam tiga bulan terakhir, deflasi ini berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, terutama yang berhubungan dengan konsumsi masyarakat,” jelasnya.
Ibrahim juga menyoroti dampak pengangguran yang terjadi di kelas menengah sehingga harus mengandalkan tabungan mereka untuk bertahan hidup, sehingga mempengaruhi pergerakan konsumsi masyarakat. Akibatnya, beberapa provinsi masih mengalami deflasi.
“Sebagian besar dari kelas menengah ini mengandalkan tabungan karena pengangguran. Ini menyebabkan penurunan yang signifikan dalam konsumsi masyarakat, yang pada gilirannya berkontribusi pada deflasi di beberapa provinsi,” pungkas Ibrahim. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.