KABARBURSA.COM – Harga emas dunia kembali mencetak rekor baru dengan menembus level USD4.100 per ounce untuk pertama kalinya pada perdagangan Senin, 13 Oktober 2025.
Lonjakan harga ini dipicu meningkatnya ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China, serta ekspektasi pemangkasan suku bunga acuan Federal Reserve (The Fed).
Berdasarkan data pasar, harga spot emas naik 2,2 persen menjadi USD4.106,48 per ounce, setelah sempat menyentuh rekor intraday di USD4.116,77 per ounce.
Sementara itu, kontrak berjangka emas AS untuk pengiriman Desember ditutup melonjak 3,3 persen ke USD4.133 per ounce.
Secara keseluruhan, harga emas telah naik sekitar 56 persen sepanjang tahun ini, setelah pada pekan lalu untuk pertama kalinya menembus level psikologis USD4.000.
Reli tajam tersebut didorong oleh kombinasi faktor: ketidakpastian geopolitik, ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter AS, dan aksi beli masif oleh bank sentral di berbagai negara.
“Momentum penguatan emas masih sangat kuat. Harga bisa saja menembus level USD5.000 per ounce pada akhir 2026,” ujar Phillip Streible, Chief Market Strategist di Blue Line Futures.
Ia menambahkan, pembelian emas oleh bank sentral, arus masuk dana ke ETF berbasis emas, tensi dagang AS–China, serta prospek penurunan suku bunga di AS menjadi faktor fundamental yang menopang reli jangka panjang.
Dari sisi geopolitik, Presiden AS Donald Trump kembali memanaskan hubungan dagang dengan China pada Jumat lalu, mengakhiri masa tenang yang sempat terjadi antara dua ekonomi terbesar dunia itu.
Ketegangan tersebut memperkuat posisi emas sebagai aset lindung nilai (safe haven) di tengah ketidakpastian global.
Di sisi lain, pelaku pasar kini memperkirakan peluang 97 persen bahwa The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada Oktober, serta kemungkinan 100 persen untuk penurunan suku bunga lanjutan pada Desember.
Aset tanpa imbal hasil seperti emas umumnya berkinerja lebih baik dalam lingkungan suku bunga rendah.
Beberapa lembaga keuangan besar mulai menaikkan proyeksi harga emas. Bank of America dan Société Générale kini memperkirakan harga emas dapat mencapai USD5.000 per ounce pada 2026, sedangkan Standard Chartered Bank merevisi proyeksi rata-rata tahun depan menjadi USD4.488 per ounce.
“Kami melihat reli emas ini masih memiliki ruang untuk berlanjut. Namun, koreksi jangka pendek justru akan lebih sehat untuk menopang tren naik jangka panjang,” ujar Suki Cooper, Global Head of Commodities Research di Standard Chartered.
Kenaikan serupa juga terjadi pada harga perak, yang naik 3,1 persen ke USD51,82 per ounce dan sempat menyentuh rekor baru di USD52,12 dalam sesi perdagangan. Pergerakan perak ditopang oleh faktor serupa yang mendorong harga emas, ditambah dengan pengetatan pasokan di pasar fisik.
Secara teknikal, indikator menunjukkan bahwa harga emas dan perak kini memasuki wilayah overbought. Indeks kekuatan relatif (RSI) emas berada di level 80, sementara perak di 83, menandakan potensi koreksi jangka pendek.
Sementara itu, platinum naik 3,9 persen ke USD1.648,25, dan palladium menguat 5,2 persen ke USD1.478,94 per ounce.
Reli logam mulia ini menegaskan kembali posisi emas dan perak sebagai aset pelindung utama di tengah kombinasi risiko geopolitik dan ketidakpastian arah kebijakan moneter global. (*)