KABARBURSA.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyoroti urgensi transformasi digital dalam sektor ekonomi, terutama keuangan, sejalan dengan pesatnya perkembangan teknologi.
Dalam pidatonya saat Peresmian Pembukaan Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia dan Karya Kreatif Indonesia (FEKDI x KKI) 2024 di JCC Senayan, Jakarta, Kamis, Presiden Jokowi menegaskan bahwa di tengah perlambatan dan ketidakpastian ekonomi global, semua instrumen harus dimaksimalkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Transformasi digital dalam sektor ekonomi, khususnya keuangan, sangat vital mengingat pesatnya kemajuan teknologi saat ini," ujar Presiden Jokowi di Jakarta, Kamis 1 Agustus 2024.
Presiden mengungkapkan potensi ekonomi digital Indonesia yang diperkirakan akan meningkat empat kali lipat pada 2030, mencapai 210-360 miliar dolar AS atau setara Rp5.800 triliun.
Lebih lanjut, Presiden juga memperkirakan pembayaran digital akan melonjak 2,5 kali lipat pada 2030, mencapai 760 miliar dolar AS atau sekitar Rp12.300 triliun.
"Sebuah angka yang sangat signifikan. Kita juga didukung oleh puncak bonus demografi pada 2030, dengan 68 persen penduduk berada dalam usia produktif, termasuk generasi Y, Z, dan Alpha," tambah Presiden.
Pertumbuhan penggunaan ponsel yang terus meningkat, didorong oleh bonus demografi, juga akan memberikan dampak signifikan terhadap ekonomi digital.
Presiden merinci, jumlah ponsel aktif di Indonesia mencapai 354 juta unit, melebihi jumlah penduduk yang sekitar 280 juta jiwa. Artinya, setiap orang bisa memiliki lebih dari satu ponsel.
Oleh karena itu, Presiden meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia untuk memperkuat perlindungan di sektor ekonomi digital, serta meningkatkan literasi keuangan yang masih rendah.
Proses Transformasi Digital
Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai identifikasi berbagai isu kunci dapat mempercepat proses transformasi digital di Indonesia.
Meskipun demikian, Chief Executive Officer (CEO) CIPS Anton Rizki mengatakan bahwa ekonomi digital Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan yang menghambat pertumbuhannya.
“Walau mencatat kemajuan yang luar biasa dan memiliki potensi pertumbuhan yang besar, Indonesia masih menghadapi tantangan yang persisten seperti pengembangan infrastruktur, literasi digital, privasi data, dan keamanan siber,” kata Anton dalam keterangannya di Jakarta, Minggu 28 Juli 2024.
Anton menyebut pendekatan koregulasi dapat menjadi salah satu upaya untuk menyelesaikan tantangan yang ada.
Ia menjelaskan bahwa koregulasi yang artinya pengaturan bersama merupakan pembagian tanggung jawab antara para pemangku kepentingan, yang terdiri atas pemerintah, swasta, dan asosiasi di bidang terkait.
Selain itu, penggunaan regulatory sandbox, yaitu ruang atau wadah uji coba untuk pastikan efektivitas sebuah kebijakan sebelum diimplementasikan, juga bisa membantu menangkap potensi permasalahan sebelum kebijakan itu diberlakukan.
Sementara itu, Koordinator Pemanfaatan dan Ekosistem TIK, Direktorat Ketenagalistrikan, Telekomunikasi dan Informatika Bappenas Andianto Haryoko mengemukakan bahwa pemanfaatan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI), metaverse, dan blockchain dapat mendorong berbagai kegiatan ekonomi.
Dalam jangka panjang, dia berharap bisa mengeluarkan Indonesia dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle-income trap).
Dengan keunggulan sumber daya manusianya, Andianto menilai Indonesia jangan hanya jadi pasar. Indonesia perlu memanfaatkan makin menurunnya jumlah penduduk usia produktif dari benua lain.
Di sisi lain, mereka justru menguasai lebih banyak teknologi daripada Indonesia. Untuk mengimbangi hal tersebut, Indonesia harus bisa memanfaatkan teknologi supaya tidak hanya jadi pasar.
“Indonesia memerlukan digital talents yang berkualitas untuk menguasai berbagai jenis teknologi. Hal ini juga sejalan dengan yang pemerintah sudah lakukan,” terangnya.
Data Bappenas menyebutkan bahwa program literasi digital nasional Indonesia Makin Cakap telah mengedukasi 23 juta orang dari target 50 juta pada tahun 2024.
Program UMKM Go Digital sudah menjangkau 12 juta UMKM pada tahun 2020, sebanyak 27 juta UMKM pada tahun 2023 dan ditargetkan mencapai 30 juta UMKM pada tahun 2024.
Dalam 10 tahun terakhir, kata dia, sudah terjadi pergeseran tren dalam penguasaan teknologi digital. Hal ini juga ditegaskan oleh Ketua Komtap Cloud Computing, Asosiasi Pengusaha Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (APTIKNAS) Sutedjo Tjahjadi.
Menurut dia, tidak hanya di dunia, pergeseran tren ini juga terjadi di Indonesia, produk teknologi informasi kini tidak hanya berupa perangkat keras (hardware), tetapi produk teknologi informasi kini didominasi oleh perangkat lunak (software).
Hal ini, lanjut dia, merupakan sebuah peluang karena hal ini dapat turut mengembangkan industri software di dalam negeri.
Catatan Penerimaan Sektor Ekonomi Digital
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat penerimaan dari sektor usaha ekonomi digital mencapai Rp25,88 triliun hingga 30 Juni 2024.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, menyampaikan bahwa jika dirinci, pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar Rp20,8 triliun.
“Jumlah tersebut berasal dari Rp731,4 miliar setoran tahun 2020, Rp3,90 triliun setoran tahun 2021, Rp5,51 triliun setoran tahun 2022, Rp6,76 triliun setoran tahun 2023, dan Rp3,89 triliun setoran tahun 2024,” katanya, Senin, 22 Juli 2024.
Pajak ini berasal dari 172 pelaku usaha PMSE yang telah menjadi pemungut PPN. Dari keseluruhan pemungut yang telah ditunjuk, Dwi mengatakan, 159 PMSE telah melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE sebesar Rp20,8 triliun. (*)