KABARBURSA.COM - Bank Indonesia (BI) terus melanjutkan eksplorasi Central Bank Digital Currency (CBDC) melalui pengembangan Rupiah Digital yang kini memasuki tahap immediate state wholesale cash ledger sebagai bagian dari Proyek Garuda.
Langkah ini menandai babak baru dalam perjalanan inovasi teknologi keuangan di Indonesia.
Menurut Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso, Proyek Garuda sebelumnya telah menyelesaikan tahap proof of concept (PoC) Rupiah Garuda. PoC bertujuan untuk menguji kesiapan teknologi yang diperlukan dalam mendukung pengembangan model bisnis Rupiah Digital.
“Babak baru ini merupakan kelanjutan dari tiga tahap sebelumnya yang dimulai pada 2022, yaitu white paper, consultative paper, dan laporan konsultasi publik,” jelas Denny dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 13 Desember 2024.
Denny menambahkan, pengujian Rupiah Digital dilakukan secara komprehensif dengan fokus pada tiga aspek utama, yakni aspek teknis kritis, keamanan transaksi, dan interoperabilitas dengan sistem pembayaran serta infrastruktur keuangan.
Ketiga elemen ini dianggap krusial untuk memastikan bahwa sistem yang dikembangkan dapat menyediakan layanan yang efisien, aman, dan andal.
“Setiap tahapan dalam pengujian teknologi menjadi bagian penting dalam pengayaan ide, eksplorasi inovasi, serta validasi konsep yang telah dirumuskan sebelumnya. Proses pengujian menggunakan platform berbasis distributed ledger technology (DLT),” ungkapnya.
Denny juga menjelaskan bahwa selama tahap PoC, Rupiah Digital telah melalui evaluasi teknis menyeluruh yang dirancang untuk menjawab kebutuhan model bisnis masa depan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa solusi berbasis DLT mampu memenuhi kebutuhan bisnis dan teknis wholesale cash ledger Rupiah Digital.
“Keberhasilan dan masukan dari PoC akan menjadi fondasi pengembangan aspek bisnis dan teknis Rupiah Digital ke depan,” ujarnya.
Nilai Tukar Rupiah Sentuh Rp16.000 per Dolar AS
Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah hingga menembus level psikologis Rp16.000 pada penutupan perdagangan Jumat, 13 Desember 2024. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah ditutup melemah 64 poin atau 0,40 persen ke level Rp16.008 per dolar AS.
Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong menjelaskan bahwa pelemahan rupiah terjadi meskipun BI telah melakukan intervensi pasar.
“Rupiah tertekan oleh dolar AS yang masih menguat terhadap mata uang utama dunia seperti euro dan franc Swiss. Penguatan ini didorong oleh kebijakan pemangkasan suku bunga serta data produk domestik bruto (PDB) yang lebih lemah dari perkiraan,” jelas Lukman.
Selain faktor global, sejumlah data ekonomi domestik menunjukkan perlambatan permintaan, seperti penurunan ekspor-impor, penjualan ritel, dan penjualan mobil. Rencana penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen pada 2025 juga turut memicu aliran dana asing keluar dari pasar Indonesia.
“Namun, faktor utama yang memengaruhi pelemahan rupiah tetaplah penguatan dolar AS yang memberikan tekanan pada hampir semua mata uang,” tambah Lukman.
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi, menambahkan bahwa pelemahan rupiah juga dipengaruhi oleh kekecewaan investor terhadap kebijakan stimulus ekonomi Cina.
Pasca Konferensi Kerja Ekonomi Pusat Cina, pemerintah Beijing berjanji meningkatkan defisit anggaran, menerbitkan lebih banyak utang, dan melonggarkan kebijakan moneter. Namun, langkah ini dinilai pasar tidak memberikan momentum ekonomi yang cukup untuk mengatasi tekanan deflasi di Cina.
“Target pertumbuhan ekonomi dan kebijakan lainnya yang ditetapkan untuk tahun mendatang dianggap kurang meyakinkan oleh investor,” ujar Ibrahim.
Bank Indonesia Perkuat Intervensi Pasar
Untuk meredam pelemahan rupiah, Bank Indonesia mengambil langkah intervensi agresif melalui strategi triple intervention.
Direktur Eksekutif Pengelolaan Sekuritas, Moneter, dan Aset BI, Edi Susianto, mengungkapkan bahwa intervensi dilakukan di tiga sektor utama, pasar spot, pasar domestic non-deliverable forward (DNDF), dan pasar obligasi pemerintah.
“Kami melakukan intervensi rangkap tiga yang cukup berani untuk menjaga kepercayaan investor dan stabilitas nilai tukar rupiah,” jelas Edi.
Edi menegaskan bahwa BI terus memantau dan merespons dinamika pasar guna menjaga stabilitas nilai tukar. Meski tekanan global dan domestik masih cukup besar, BI berkomitmen untuk menggunakan berbagai instrumen kebijakan guna melindungi perekonomian Indonesia dari dampak gejolak eksternal.
Dengan berbagai langkah yang telah diambil, Bank Indonesia berharap stabilitas nilai tukar rupiah dapat segera pulih, mendukung iklim investasi, dan menjaga kepercayaan pasar terhadap perekonomian nasional. (*)