KABARBURSA.COM – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KPP) melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (DJPKRL) mencatat surplus produksi garam pada tahun 2023 sebanyak 800 ribu ton.
Adapun target produksi garam diperkuat oleh Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 126 Tahun 2022 tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional. Perpres itu diterbitkan pada 27 Oktober 2022 lalu.
Tujuan regulasi itu diterbitkan dengan tujuan Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional (Renaksi P3N). Sementara pada awal tahun 2024 lalu, regulasi tersebut dievaluasi untuk mengukur capaian pelaksanaan program, memberikan solusi dan rekomendasi atas kendala dan permasalahan pelaksanaan, serta melakukan koordinasi dan pengendalian terhadap pelaksanaan program.
Sekretaris DJPKRL, Kusdiantoro mengungkap, produksi garam pada tahun 2023 ditargetkan sebesar 1,7 juta ton. Di periode yang sama, KKP mencatat produksi garam sebesar 2,5 juta ton.
“Sampai dengan tahun 2023 kita sudah di angka 2,5 juta ton surplus 800.000 ton,” kata Kusdianto dalam paparan kinerja KPP semester I 2024 di Gedung Mina Bahari, Jakarta, Selasa, 30 Juli 2024.
Sementara tahun ini, tutur Kusdianto, KKP ditargetkan untuk kembali memacu produksi garam sebanyak 2 juta ton. Dia mengaku optimis target tersebut bisa dicapai jika melihat akselerasi yang dilakukan pihaknya pada tahun sebelumnya.
“Ini sedang berproses nanti masa panen di bulan September produksi kita harapkan bisa tercapai,” jelasnya.
Di sisi lain, Kusdianto menyebut akselerasi produksi garam nasional tidak terlepas dari intervensi yang dilakukan pemerintah. Diketahui, pemerintah melalui KKP merealisasikan program khusus untuk mendorong produksi garam dalam negeri dengan membangun Gudang Garam Nasional/Rakyat hingga melakukan perluasan lahan garam.
Di samping itu, Kusdianto juga menyebut pihaknya melakukan pendataan yang terintegrasi. Sehingga, proses produksi garam menjadi lebih terpadu. Hal itu terangkum dalam program Pengembangan Usaha Garam Rakyat (PUGaR).
“Inovasi PUGaR ini sudah masuk dalam 45 top inovasi nasional ya inovasi pelayanan publik dan kemarin dua hari yang lalu ini kita menjadi top 5 inovasi kelompok berkelanjutan artinya program ini tidak hanya berhenti di tahun 2020 tapi terus,” jelasnya.
Lebih jauh, Kusdianto mengklaim bentuk intervensi pemerintah pada komoditas garam terbukti mampu meningkatkan produksi. Karenanya, dia meyakini pelayanan publik yang diapresiasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) itu bisa mendongkrak produksi garam dalam negeri.
“Terlihat setiap tahun intervensi yang kita lakukan ke daerah, ya itu semakin besar (produksinya), sehingga harapannya memberikan perlindungan pengembangan usaha bagi pelaku usaha garam,” tutupnya.
Garam Diusulkan jadi Bahan Pokok
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengusulkan garam menjadi bahan pokok penting yang mesti dijaga ketersediaannya. Selain garam, Bapanas juga mengusulkan tepung terigu masuk dalam daftar bahan pokok.
“Usulan ini datang dari berbagai kementerian dan lembaga untuk memastikan ketersediaan tepung terigu dan garam konsumsi. Kami akan memastikan ketersediaannya, dan jika diperlukan, akan dicadangkan sebagai cadangan pangan pemerintah,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Utama Bapanas Sarwo Edhy di Jakarta, Senin 29 Juli 2024.
Sarwo Edhy menambahkan bahwa usulan ini didasarkan pada tingginya konsumsi masyarakat terhadap kedua komoditas tersebut. “Ini bukan keharusan, tapi jika memang diperlukan, kami siap mencadangkannya,” katanya.
Saat ini, terdapat 11 komoditas yang masuk dalam cadangan pemerintah, yaitu beras, bawang, cabai, kedelai, jagung, daging unggas, telur unggas, daging ruminansia, gula konsumsi, minyak goreng, dan ikan.
Sementara itu, Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi mengaku akan terus mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk memperkuat sinergi ekosistem pangan nasional yang mandiri dan berdaulat dengan integritas penuh.
Menurut Arief, ketahanan pangan nasional yang mandiri dan berdaulat dibangun di atas ekosistem pangan yang berkelanjutan. Ini bertujuan melindungi petani, peternak, dan nelayan, serta meningkatkan daya saing dan menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan.
“Melalui ekosistem yang ramah lingkungan, jejak karbon dari hilirisasi pangan dapat dikurangi secara bertahap,” kata Arief.
Ia juga mengajak seluruh pelaku usaha pangan untuk bersinergi dalam integrasi horizontal ekosistem pangan nasional demi kepentingan bersama, guna mewujudkan Indonesia Emas 2045 dengan tetap memperhatikan kelestarian alam dan lingkungan.
Impor Garam Masih Tinggi
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa nilai impor garam Indonesia pada tahun 2023 mencapai USD135,3 juta, setara dengan 2,8 juta ton garam. Impor terbesar berasal dari Australia dengan nilai USD106 juta. India berada di urutan kedua dengan nilai USD25 juta, disusul oleh Selandia Baru dengan USD2,3 juta, Jerman USD183 ribu, Thailand USD196 ribu, serta negara lainnya yang mencapai USD724 ribu.
Data tahun 2023 ini menunjukkan tren peningkatan impor garam yang signifikan selama beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2017, Indonesia mengimpor 2,5 juta ton garam dengan nilai USD83 juta. Garam-garam tersebut didatangkan dari negara-negara seperti Australia, India, Selandia Baru, hingga Thailand.
Pada tahun 2018, jumlah impor naik menjadi 2,8 juta ton dengan nilai USD90,5 juta, kemudian turun pada tahun 2019 menjadi 2,5 juta ton dengan nilai USD95,5 juta. Namun, pada tahun 2020 dan 2021 angka impor kembali naik, masing-masing mencapai 2,6 juta ton dan 2,8 juta ton dengan nilai USD94,5 juta dan USD107,5 juta. Tahun 2022, impor garam Indonesia mencapai nilai USD124 juta.
Ironisnya, Presiden Joko Widodo telah meminta agar impor garam dihentikan pada tahun 2024. Melalui Peraturan Presiden (Perpres) No 126 Tahun 2022 tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional yang ditetapkan pada 27 Oktober 2022, Presiden Jokowi menargetkan seluruh kebutuhan garam baik untuk konsumsi maupun industri dipenuhi dari produksi dalam negeri. (*)