Logo
>

Kompromi Perdagangan As-China Jadi Tantangan Ekonomi RI

Langkah diplomasi yang diperlukan untuk memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global.

Ditulis oleh Desty Luthfiani
Kompromi Perdagangan As-China Jadi Tantangan Ekonomi RI
Tarif timbal balik (reciprocal tariff) yang diambil oleh pemerintah Amerika Serikat (AS) tidak hanya berdampak pada ekspor nasional.

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Ekonom Bright Institute, Dr. Awalil Rizky, menilai potensi ketahanan ekonomi Indonesia dalam menghadapi ketegangan global, terutama terkait dengan potensi kompromi antara Amerika Serikat dan China.

    Ia menyoroti risiko yang dapat muncul jika Indonesia tidak memiliki strategi ekonomi yang jelas untuk menghadapinya.

    Awalil menilai bahwa Indonesia berpotensi tersingkir dari peranannya dalam rantai pasok global jika kedua kekuatan besar dunia ini mencapai kesepakatan. Menurutnya, Indonesia harus waspada dan cepat menentukan posisi agar tidak terpinggirkan dalam perubahan besar yang mungkin terjadi.

    “Kalau mereka kompromi, 3 sampai 6 bulan ke depan, dan kita tidak punya strategi, maka kita bisa tersingkir dari desain besar ekonomi global,” ujar Awalil dalam acara siaran langsung KabarBursa Hari Ini, Kamis, 24 April 2025 malam.

    Di tengah kekhawatiran tersebut, Awalil juga menekankan adanya potensi besar di sektor-sektor yang sering terabaikan, seperti komoditas rempah-rempah, kopi, kakao, dan tekstil. Menurutnya, meskipun sektor tekstil harus bersaing dengan dominasi produk-produk China, masih ada peluang besar bagi produk-produk lokal dengan karakteristik unik, terutama di segmen fashion berbasis budaya.

    “Saya pernah jadi narasumber asosiasi tekstil, ternyata mereka cukup percaya diri. Produk-produk kita itu punya karakteristik unik, dan itu peluang,” ungkapnya.

    Lebih lanjut, Awalil menjelaskan bahwa sektor-sektor seperti rempah dan komoditas perkebunan, meskipun nilainya belum besar dalam ekspor, memiliki potensi yang sangat besar jika dikelola dengan lebih baik. Ia menyebutkan bahwa komoditas-komoditas tersebut bisa menyentuh nilai ekspor setengah hingga satu miliar dolar AS per tahun jika dipromosikan dan dikelola dengan strategi yang tepat.

    Namun, meskipun potensi ini ada, Awalil memperingatkan tentang masalah struktural yang masih ada dalam perekonomian Indonesia. Ia menyoroti kelemahan dalam likuiditas perbankan, pasar surat utang yang rentan terhadap gejolak, serta potensi risiko pasar yang bisa memengaruhi stabilitas ekonomi, khususnya jika isu-isu global seperti kemenangan Donald Trump kembali mencuat.

    “Saya tidak tahu rakyat baca pasar atau tidak, tapi buat saya ini terasa tidak ada strategi besar. Isunya berserakan, mitigasinya tidak terbaca. Dan ini berbahaya,” tambahnya.

    Awalil juga memberikan kritik terhadap optimisme yang disampaikan oleh pemerintah mengenai ketahanan nasional. Menurutnya, pernyataan-pernyataan yang terlalu optimistis bisa menutupi masalah-masalah besar yang ada dalam sistem ekonomi Indonesia.

    “Perbankan kita itu sedang bermasalah dengan likuiditas. Pasar surat utang kalau harga turun dari 98 ke 92, itu bisa jadi risiko besar. Kalau tidak dimanage, justru isu bisa memperparah kondisi,” ungkapnya.

    Ia juga mengimbau agar Presiden Prabowo Subianto dan para pejabat terkait lebih mendalami data teknis dan tidak hanya mengandalkan pidato penyemangat dalam menghadapi situasi krisis. Sinergi antara Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan lembaga terkait lainnya harus lebih nyata dalam merespons gejolak pasar yang semakin kompleks.

    Menanggapi pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyatakan bahwa ilmu ekonomi tidak lagi cukup menjelaskan kondisi saat ini, Awalil justru menegaskan bahwa ilmu ekonomi tetap sangat relevan, namun perlu dipadukan dengan pemahaman tentang dinamika geopolitik dan diplomasi global.

    “Ilmu ekonomi tetap sangat dibutuhkan. Tapi tentu harus dipadukan dengan pemahaman geopolitik dan diplomasi. Ini soal bagaimana cara menawarkannya, bukan sekadar apa yang ditawarkan,” ucap dia.

    Diberitakan KabarBursa.com sebelumnya, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) optimistis Indonesia berada dalam posisi yang cukup kuat untuk menghadapi tekanan global yang penuh ketidakpastian. Saat ini fokus utama KSSK adalah menjaga stabilitas sektor keuangan dan mendorong laju pertumbuhan ekonomi.

    Menteri Keuangan sekaligus Ketua KSSK Sri Mulyani Indrawati tetap optimistis jika pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 tetap berada di kisaran 5 persen.

    “Ke depan, ekonomi Indonesia berpeluang untuk terus tumbuh secara berkesinambungan. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2025 diperkirakan tetap positif meskipun ketidakpastian global meningkat,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di kantornya, Kamis, 24 April 2025.

    Sri Mulyani mengklaim, pengeluaran konsumsi rumah tangga masih terjaga selama kuartal pertama tahun ini. Di sisi lain, belanja pemerintah juga menjadi pendorong utama pertumbuhan, khususnya melalui penyaluran THR, bantuan sosial, serta berbagai stimulus fiskal yang digulirkan menjelang dan selama kuartal pertama 2025.

    Aktivitas investasi juga menunjukkan geliat positif, didorong oleh kelanjutan pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) dan peningkatan pembangunan properti swasta. Kepercayaan pelaku usaha terhadap prospek ekonomi tetap tinggi, tercermin dari aktivitas manufaktur yang masih bergerak di zona ekspansi.

    “Investasi, khususnya non-bangunan, tetap menopang pertumbuhan ekonomi. Hal ini tercermin dari meningkatnya impor barang modal, terutama impor alat-alat berat,” terang Sri Mulyani.

    Menurutnya, ekspor Indonesia menunjukkan performa menggembirakan. Pada Maret 2025, ekspor nonmigas tumbuh signifikan, terutama dari komoditas seperti kelapa sawit, besi dan baja, hingga mesin dan peralatan listrik.

    Di tengah situasi perdagangan internasional yang menantang, pemerintah juga terus membuka peluang pasar baru bagi produk unggulan Indonesia, dengan menyasar kawasan ASEAN Plus 3, negara-negara BRICS, serta Eropa, guna mengimbangi kebijakan perdagangan saling balas dari Amerika Serikat.

    “Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 diperkirakan tetap akan mencapai sekitar 5 persen,” ungkap Sri Mulyani.

    Ia juga menyoroti kondisi nilai tukar rupiah yang dinilai masih stabil. Peran Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas rupiah menjadi salah satu faktor penting di tengah tekanan global yang terus meningkat.

    Pergerakan rupiah dinilai masih konsisten dengan tren mata uang kawasan, serta tetap mencerminkan kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang solid.

    “Ke depan, nilai tukar rupiah diperkirakan stabil, didukung oleh komitmen Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas, imbal hasil yang kompetitif, inflasi yang rendah, serta prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap baik,” ujarnya.

    IMF Ramal  Ekonomi RI Tumbuh di Bawah 5 Persen

    Perekonomian Indonesia diperkirakan akan mengalami perlambatan. Dana Moneter Internasional (IMF) telah merevisi estimasi pertumbuhan ekonomi nasional menjadi 4,7 persen untuk tahun 2025 dan 2026. Informasi ini tercantum dalam laporan World Economic Outlook edisi April 2025 yang dirilis pada Selasa malam, 22 April 2025.

    Revisi tersebut lebih rendah dibandingkan prediksi awal dalam laporan Januari lalu, yang masih mencatat proyeksi sebesar 5,1 persen. Penyesuaian ini disebabkan oleh tekanan eksternal, terutama akibat kebijakan perdagangan Amerika Serikat di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump.

    Pengenaan tarif resiprokal oleh AS menjadi hambatan baru bagi sektor ekspor Indonesia. Data pemerintah menunjukkan bahwa saat ini sejumlah komoditas Indonesia dikenai tarif hingga 32 persen, bahkan bisa meningkat menjadi 47 persen untuk produk tertentu.

    Menurut IMF, kebijakan proteksionis ini merupakan penyebab utama memburuknya neraca transaksi berjalan Indonesia. Defisit diperkirakan melebar dari minus 0,6 persen pada 2024 menjadi minus 1,5 persen pada 2025, dan akan semakin dalam hingga 1,6 persen pada 2026.

    Selain ekspor, sektor ketenagakerjaan juga diprediksi terdampak. IMF menyebutkan bahwa tingkat pengangguran di Indonesia kemungkinan meningkat secara bertahap dari 4,9 persen di tahun 2024 menjadi 5 persen pada 2025, dan naik tipis lagi ke 5,1 persen di tahun berikutnya.

    Di sisi lain, negara-negara tetangga menunjukkan ketahanan yang lebih baik. Meskipun turut terdampak oleh tarif AS, Vietnam masih diprediksi tumbuh lebih tinggi dibanding Indonesia. IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi Vietnam sebesar 5,2 persen pada 2025, meskipun melambat dari pencapaian 7,1 persen di 2024. Namun pada 2026, pertumbuhan negara ini diprediksi menurun signifikan ke 4 persen.

    Filipina juga diproyeksi mengalami perlambatan moderat dengan pertumbuhan 5,5 persen pada 2025, sedikit turun dari 5,7 persen pada tahun sebelumnya. Meski begitu, pada 2026 pertumbuhan diperkirakan rebound menjadi 5,8 persen.

    Kondisi ini menimbulkan pertanyaan mengenai posisi Indonesia sebagai penggerak utama ekonomi di kawasan ASEAN. Jika tren saat ini berlanjut, bukan tidak mungkin Vietnam dan Filipina akan mengambil alih perhatian investor asing yang sebelumnya terfokus pada Indonesia.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Desty Luthfiani

    Desty Luthfiani seorang jurnalis muda yang bergabung dengan KabarBursa.com sejak Desember 2024 lalu. Perempuan yang akrab dengan sapaan Desty ini sudah berkecimpung di dunia jurnalistik cukup lama. Dimulai sejak mengenyam pendidikan di salah satu Universitas negeri di Surakarta dengan fokus komunikasi jurnalistik. Perempuan asal Jawa Tengah dulu juga aktif dalam kegiatan organisasi teater kampus, radio kampus dan pers mahasiswa jurusan. Selain itu dia juga sempat mendirikan komunitas peduli budaya dengan konten-konten kebudayaan bernama "Mata Budaya". 

    Karir jurnalisnya dimulai saat Desty menjalani magang pendidikan di Times Indonesia biro Yogyakarta pada 2019-2020. Kemudian dilanjutkan magang pendidikan lagi di media lokal Solopos pada 2020. Dilanjutkan bekerja di beberapa media maenstream yang terverifikasi dewan pers.

    Ia pernah ditempatkan di desk hukum kriminal, ekonomi dan nasional politik. Sekarang fokus penulisan di KabarBursa.com mengulas informasi seputar ekonomi dan pasar modal.

    Motivasi yang diilhami Desty yakni "do anything what i want artinya melakukan segala sesuatu yang disuka. Melakukan segala sesuatu semaksimal mungkin, berpegang teguh pada kebenaran dan menjadi bermanfaat untuk Republik".