KABARBURSA.COM - PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) telah secara resmi memulai operasinya sebagai Central Counterparty Pasar Uang dan Valuta Asing (CCP PUVA) di Indonesia, setelah menerima izin usaha dari Bank Indonesia pada 28 Juni 2024. Seremoni peluncuran Central Counterparty (CCP) berlangsung di Bank Indonesia pada 30 September 2024, menandai langkah signifikan dalam pengembangan infrastruktur pasar keuangan di tanah air.
Dalam kesempatan ini, KPEI juga memperoleh status qualifying CCP (QCCP) dari Bank Indonesia, yang menegaskan bahwa semua pengaturan, prosedur, dan mekanisme di KPEI telah memenuhi prinsip serta standar internasional. Pengembangan CCP sebagai infrastruktur pasar keuangan adalah upaya untuk memenuhi amanat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), serta Blueprint Pengembangan Pasar Uang (BPPU) 2025. Langkah ini juga merupakan bagian dari komitmen G20 terhadap reformasi pasar derivatif OTC.
Dengan hadirnya CCP PUVA, pasar keuangan Indonesia diharapkan akan lebih terlindungi dari risiko sistemik, terutama di tengah dinamika ekonomi global yang semakin terhubung. KPEI, yang selama ini berfungsi sebagai Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP) untuk transaksi efek di pasar modal, kini memperluas cakupan layanannya sebagai CCP untuk sektor pasar uang dan valuta asing. Pencapaian ini menjadi tonggak penting bagi KPEI dalam memperkuat perannya sebagai pilar utama dalam mendukung integrasi dan pendalaman pasar keuangan nasional.
Iding Pardi, Direktur Utama KPEI, mengungkapkan bahwa peresmian KPEI sebagai CCP PUVA merupakan pencapaian krusial bagi pasar keuangan Indonesia, yang bertujuan menciptakan pasar yang lebih efisien, transparan, likuid, dan mendalam. KPEI berkomitmen untuk menyediakan layanan kliring, penjaminan, manajemen risiko, serta manajemen agunan yang andal guna mendukung implementasi mekanisme CCP dan pengembangan pasar uang serta valuta asing.
Sebagai bagian dari implementasi CCP PUVA, pada 26 September 2024, sejumlah bank bergabung sebagai pemegang saham baru KPEI. Bank Indonesia, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank Central Asia Tbk., PT Bank Permata Tbk., PT Bank Maybank Indonesia Tbk., PT Bank CIMB Niaga Tbk., dan PT Bank Danamon Indonesia Tbk. telah resmi menjadi pemegang saham KPEI. Dengan bergabungnya Bank Indonesia dan delapan bank tersebut, komitmen untuk bersinergi dalam mengembangkan pasar uang dan valuta asing di Indonesia semakin diperkuat. Bank-bank ini juga berfungsi sebagai anggota CCP yang akan melakukan transaksi perdana di pasar uang, yang untuk tahap awal akan berupa transaksi Domestic Non Deliverable Forward (DNDF) dengan mekanisme kliring melalui KPEI sebagai CCP PUVA.
Inovasi Baru Dalam Transaksi DNDF
Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, mengumumkan kehadiran Central Counterparty (CCP) sebagai inovasi baru dalam transaksi Domestic Non-Delivery Forward (DNDF).
Pada saat ini, transaksi DNDF hanya mencapai sekitar USD100 juta per hari. Namun, Perry menargetkan bahwa angka tersebut dapat meningkat hingga USD1 miliar per hari pada tahun 2030, mencatat kenaikan signifikan sebesar 900 persen.
“Kita seharusnya malu dengan angka saat ini yang baru USD100 juta. Dengan adanya CCP, kita berkomitmen untuk meningkatkan transaksi ini menjadi USD1 miliar per hari dalam waktu lima tahun,” kata Perry di acara peluncuran CCP yang berlangsung di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Senin, 30 September 2024.
Perry juga menjelaskan bahwa CCP tidak hanya akan meningkatkan transaksi DNDF, tetapi juga transaksi repurchase agreement (repo), yang saat ini bernilai sekitar Rp 14 triliun.
Dalam proyeksi lima tahun ke depan, nilai transaksi repo diharapkan naik menjadi Rp30 triliun, atau meningkat 114,28 persen.
Transaksi repo sendiri merupakan mekanisme jual beli surat berharga yang disertai janji untuk membeli kembali pada waktu dan harga yang disepakati.
“Misi kita adalah untuk meningkatkan volume transaksi repo dari Rp 14 triliun menjadi Rp 30 triliun,” ujar Perry.
Pengurangan Risiko Melalui CCP
Lebih lanjut, Perry menegaskan, bahwa dengan adanya CCP akan membantu meminimalisir risiko yang selama ini dihadapi dalam transaksi keuangan. Risiko yang muncul dari skema over the counter (OTC) dinilai lebih besar dibandingkan dengan yang akan diterapkan melalui CCP.
“Dengan adanya sentralisasi dan mekanisme close out netting, risiko antar pihak dapat diminimalkan, sehingga mengurangi potensi risiko kredit yang tinggi,” terangnya.
CCP akan memfasilitasi kliring untuk produk DNDF yang sudah memiliki likuiditas yang terjamin dan memenuhi standar yang diperlukan untuk kliring. Kehadiran CCP diharapkan mampu memperlancar transmisi kebijakan moneter, mengurangi segmentasi pasar, dan meningkatkan efisiensi pasar keuangan Indonesia secara keseluruhan.(*)