KABARBURSA.COM - Pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi meninggalkan sejumlah tantangan besar bagi pemerintahan Prabowo Subianto yang akan datang. Beban utang yang semakin menggunung, krisis di sektor industri, dan masalah pengangguran yang memburuk menjadi sorotan utama dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025.
Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Amin Ak, menilai potensi krisis fiskal sangat besar akibat beban utang luar negeri yang kian membengkak. Berdasarkan data per Mei 2024, utang pemerintah telah mencapai Rp8.353,02 triliun, setara dengan 38,71 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Angka ini melonjak drastis dibandingkan dengan akhir masa pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2014, di mana utang pemerintah tercatat sebesar Rp2.608,78 triliun dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 24,7 persen.
“Ini beban yang sangat berat bagi pemerintahan selanjutnya," kata Amin kepada Kabar Bursa, Sabtu, 24 Agustus 2024. Ia menambahkan, pemerintahan Prabowo harus segera melunasi utang jatuh tempo sebesar Rp800 triliun setelah dilantik.
Lebih jauh, Amin mengkritik pemerintahan Jokowi yang dianggap tidak mampu menjaga stabilitas fiskal.
“Rasio Debt to Service 2025 diproyeksikan mencapai 43,4 persen. Artinya, hampir setengah penerimaan negara habis hanya untuk membayar bunga dan cicilan pokok utang,” tegasnya.
Kondisi ini, menurut Amin, bisa memicu krisis fiskal jika tidak ditangani dengan strategi yang tepat. Data dari Nota Keuangan RAPBN 2025 menunjukkan bahwa pembayaran bunga utang terus meningkat setiap tahunnya dan menekan alokasi anggaran untuk sektor-sektor strategis lainnya.
Pembayaran bunga utang dalam RAPBN 2025 diperkirakan mencapai lebih dari Rp490 triliun, angka yang mengkhawatirkan jika dibandingkan dengan belanja pada sektor-sektor esensial seperti pendidikan dan kesehatan.
Deindustrialisasi
Krisis lainnya yang diwariskan adalah masalah deindustrialisasi di sektor manufaktur. Berdasarkan data RAPBN 2025, kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB terus menurun, dari 22 persen pada tahun 2010 menjadi hanya 18 persen pada tahun 2024. Penurunan ini disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya rendahnya investasi di sektor manufaktur dan semakin ketatnya persaingan global.
Dampaknya, sejumlah industri tekstil, produk tekstil, dan alas kaki harus menutup pabrik mereka karena tidak mampu bersaing. Kondisi ini diperkirakan akan semakin memburuk di era pemerintahan Prabowo, yang akan menghadapi tantangan besar untuk menghidupkan kembali sektor industri yang lesu.
Amin juga menyoroti kurangnya dukungan fiskal untuk sektor-sektor yang bisa menjadi motor penggerak ekonomi baru. “Di saat negara lain fokus pada inovasi dan pengembangan teknologi, kita justru mengalami penurunan di sektor-sektor kunci seperti manufaktur,” ujarnya.
RAPBN 2025 mencatat bahwa belanja pemerintah pada sektor ekonomi hanya mengalami pertumbuhan yang moderat, tidak sebanding dengan kebutuhan untuk mendorong pemulihan industri dan penciptaan lapangan kerja.
Meningkatnya Pengangguran
Selain krisis industri, Amin juga menyoroti tingginya angka pengangguran di Indonesia, terutama di kalangan generasi muda. “Pemerintahan Jokowi gagal memanfaatkan bonus demografi. Saat ini, ada 10 juta generasi Z yang menganggur,” ujarnya.
Amin menambahkan, tingkat pengangguran terbuka (TPT) hanya menggambarkan sebagian kecil dari masalah yang lebih besar. Jika kriteria jumlah jam kerja minimum 35 jam per minggu diterapkan, maka tingkat pengangguran sebenarnya bisa mencapai 31,5 persen.
Data dari Nota Keuangan RAPBN 2025 juga mengungkapkan tantangan lain di sektor ketenagakerjaan. Porsi pekerja informal yang terus meningkat, mencapai 60-70 persen. Ini menunjukkan semakin banyak pekerja yang tidak terlindungi oleh sistem ketenagakerjaan formal. Menurut Amin, ini adalah bukti bahwa kebijakan ketenagakerjaan pemerintah selama ini tidak efektif.
“Tingkat Pengangguran Terbuka Indonesia naik dari 7,15 juta orang pada 2014 menjadi 7,20 juta orang pada 2024,” kata Amin.
Sementara itu, anggaran untuk program-program perlindungan sosial dan ketenagakerjaan dalam RAPBN 2025 masih dihadapkan pada tantangan keterbatasan sumber daya, meskipun sektor ini mendapatkan perhatian yang cukup besar. Anggaran perlindungan sosial, meski mengalami peningkatan, diperkirakan masih belum cukup untuk menanggulangi dampak besar dari peningkatan pengangguran dan porsi pekerja informal yang tinggi.
Rupiah Melemah
Terakhir, Amin menyoroti terus melemahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Per Juli 2024, rupiah mengalami pelemahan terhadap 80 persen mata uang negara lain.
“Pelemahan rupiah ini bukan hanya karena tekanan eksternal, tapi juga karena fundamental ekonomi kita yang rapuh,” tegasnya.
Ia juga mengkhawatirkan penurunan surplus neraca perdagangan yang terjadi secara berturut-turut.
“Jika tren ini berlanjut, kita bisa menghadapi defisit neraca perdagangan pada tahun 2025,” tambah Amin.
RAPBN 2025 mencatat tekanan pada nilai tukar rupiah juga dipengaruhi oleh ketidakpastian global dan kinerja ekonomi domestik yang tidak sekuat yang diharapkan. Meski neraca perdagangan Indonesia masih menunjukkan surplus, penurunannya sangat signifikan. Surplus neraca perdagangan barang pada Juli 2024 hanya mencapai USD0,47 miliar, turun drastis dari surplus bulan sebelumnya yang mencapai USD2,39 miliar.
Penurunan ini mencerminkan menurunnya kinerja ekspor di berbagai sektor, terutama di sektor manufaktur yang tengah lesu. Hal ini, ditambah dengan tingginya beban impor untuk kebutuhan domestik, semakin menekan nilai tukar rupiah dan meningkatkan risiko terjadinya defisit neraca perdagangan di tahun depan.
Krisis fiskal, deindustrialisasi, pengangguran, dan melemahnya rupiah menjadi tantangan berat bagi pemerintahan yang akan datang. Dengan kondisi fiskal yang semakin kritis, langkah penanganan yang tepat sangat dibutuhkan untuk menghindari dampak yang lebih buruk bagi perekonomian nasional.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.