Logo
>

Kritik Kebijakan Industri Tembakau: antara Kesehatan, Ekonomi, Sosial

Ditulis oleh Syahrianto
Kritik Kebijakan Industri Tembakau: antara Kesehatan, Ekonomi, Sosial

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Kebijakan pemerintah terhadap industri tembakau melalui rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) mendapat sorotan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI).

    Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo, mengingatkan pentingnya bagi pemerintah melakukan pendekatan holistik dalam penyusunan peraturan terkait industri tembakau sehingga tidak memutuskan sebuah kebijakan menggunakan satu sudut pandang. "Kita harus melihat isu ini secara imbang," kata Rahmad dalam pernyataannya di laman DPR RI, dikutip Sabtu, 14 September 2024.

    Ia pun menekankan bahwa tembakau bukan hanya masalah kesehatan, tetapi juga menyangkut hajat hidup jutaan orang, termasuk petani dan pekerja di sektor tersebut.

    Rahmad juga menyoroti tingginya impor tembakau yang mencapai hampir 50 persen, dengan nilai mendekati USD1 miliar dari negara-negara seperti China dan Zimbabwe. "Kondisi ini membuat kita semakin tergantung pada tembakau impor, sementara lahan pertanian dalam negeri terus menyusut," tambahnya.

    Namun demikian, Rahmad juga tidak menafikan dampak negatif dari tembakau terhadap kesehatan. "Fakta menunjukkan bahwa tembakau berdampak signifikan pada kesehatan, bahkan 80 persen dari penyakit jantung disebabkan oleh rokok," jelasnya.

    Selain aspek kesehatan, Rahmad juga menyoroti kontribusi ekonomi dari industri tembakau, yang mencapai Rp200 triliun hingga Rp300 triliun. "Ini adalah aset nasional, menjadi lokomotif pembangunan ekonomi, namun juga menimbulkan tantangan besar dari sisi kesehatan," paparnya.

    Rahmad menutup penjelasannya dengan harapan agar kebijakan yang akan diambil mempertimbangkan keseimbangan antara kepentingan kesehatan dan ekonomi. "Kita harus berhati-hati dalam menyusun aturan, jangan sampai terburu-buru dan meniru kebijakan negara lain yang tidak sesuai dengan kondisi di Indonesia," tegas dia.

    Dalam kesempatan yang sama, anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Firman Subagyo, menekankan pentingnya kebijakan publik yang matang untuk memastikan tata kelola pemerintahan yang baik.

    Menurutnya, kebijakan yang gagal akan membawa negara dalam bencana dan ketidakpercayaan publik. Firman juga mengkritik adanya peraturan pemerintah yang dianggap diskriminatif, terutama dalam konteks hak hidup dan kelangsungan industri tembakau.

    "Hukum harus memenuhi rasa keadilan. Jika kebijakan publik gagal, negara akan menghadapi bencana besar. Rancangan peraturan ini harus dipastikan tidak diskriminatif, terutama terhadap hak hidup para pelaku usaha di industri tembakau," ujar Firman.

    Firman juga menyoroti posisi peraturan pemerintah dalam hierarki pembentukan undang-undang. Ia menekankan bahwa peraturan yang berada di bawah undang-undang tidak boleh bertentangan dengan undang-undang itu sendiri, apalagi dengan konstitusi negara.

    Selain itu, Firman mengungkapkan kekhawatirannya tentang adanya pasal-pasal "siluman" yang sering muncul di detik-detik akhir masa jabatan anggota DPR. Menurutnya, pasal-pasal tersebut berpotensi merusak kepentingan bangsa dan negara.

    "Saya sudah mengamati selama empat periode, dan sering kali menjelang akhir masa jabatan, muncul pasal-pasal yang justru menghancurkan bangsa ini. Kita harus waspada dan memastikan tidak ada kepentingan kelompok tertentu yang diakomodasi secara tidak adil," tegas Firman.

    Selain Rahmad dan Firman, anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan mengungkapkan kekhawatirannya terhadap rancangan Permenkes terbaru yang dinilai dapat merugikan berbagai sektor, khususnya industri tembakau. Daniel mengatakan peraturan itu tidak hanya akan berdampak pada ekonomi, tetapi juga kehidupan sosial masyarakat.

    "Aturan yang terlalu mematikan ini cenderung mengabaikan realitas bahwa produk ini adalah sumber penghidupan bagi banyak orang, terutama bagi para petani tembakau dan industri terkait," ujar Daniel.

    Selanjutnya, para narasumber sepakat bahwa kebijakan terkait industri tembakau harus mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk dampak ekonomi dan sosial. Benny Wahyudi, Ketua Umum dari Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), menekankan kontribusi besar industri tembakau terhadap perekonomian negara, termasuk dalam hal penerimaan negara dan penyerapan tenaga kerja.

    Sementara itu, Roy Nicholas Mandey, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia Aprindo menyoroti dampak yang mungkin timbul dari larangan penjualan rokok eceran yang diatur dalam rancangan peraturan tersebut. Menurutnya, hal ini dapat melanggar hak asasi manusia dan berdampak negatif pada para pedagang kecil.

    Terakhir, Firman menyerukan kepada semua pihak untuk bersama-sama menegakkan keadilan dan transparansi dalam pembuatan regulasi. Ia juga mengingatkan pentingnya menjaga jiwa nasionalisme dalam setiap kebijakan yang dibuat, khususnya dalam menghadapi tantangan dan peluang di sektor industri strategis seperti tembakau.

    "Keadilan dan transparansi membuat regulasi penting di industri tembakau ini," pungkas dia. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.