KABARBURSA.COM - Klaim bahwa peningkatan utang negara berdampak langsung terhadap kenaikan aset tetap negara mulai dipertanyakan. Data terakhir menunjukkan bahwa pertumbuhan nilai aset tetap milik Pemerintah Pusat dalam lima tahun terakhir justru stagnan, kecuali ketika terjadi revaluasi besar-besaran dan penambahan klasifikasi aset baru.
Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky, mengungkapkan bahwa nilai bersih aset tetap Pemerintah Pusat per akhir Desember 2024 tercatat sebesar Rp7.149,82 triliun. Kenaikan ini hanya sebesar 2,66 persen dibandingkan tahun 2022. Menurutnya, laju kenaikan tersebut cenderung lebih lambat dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Aset tetap dalam laporan neraca pemerintah terdiri dari tujuh kategori: tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, aset tetap lainnya, konstruksi dalam pengerjaan, dan aset konsesi jasa.
Awalil menyoroti bahwa lonjakan tertinggi dalam nilai aset tetap terjadi pada tahun 2019, yaitu saat dilakukan penilaian kembali atas Barang Milik Negara berdasarkan Perpres Nomor 75 Tahun 2017. Nilai aset tetap saat itu melonjak hingga 208 persen, dari Rp1.931,05 triliun menjadi Rp5.949,6 triliun.
“Aset tetap yang mengalami peningkatan paling dramatis saat itu adalah Tanah. Nilainya melonjak menjadi lebih dari 4,5 kali lipat, dari Rp1.018,65 triliun menjadi Rp4.565,75 triliun,” kata dia dala keterangannya, Selasa 1 Juli 2025.
Namun, pasca-2019, tren justru cenderung menurun. Nilai aset tanah per akhir 2024 tercatat turun menjadi Rp4.440,71 triliun. Sementara itu, aset jalan, irigasi dan jaringan juga melemah dari Rp618,05 triliun pada 2019 menjadi Rp604,24 triliun di 2024.
Tak hanya dua jenis itu, aset tetap lainnya juga mencatat penurunan, dari Rp43,76 triliun menjadi Rp35,15 triliun selama periode lima tahun tersebut.
Sementara itu, beberapa pos aset memang menunjukkan pertumbuhan, seperti gedung dan bangunan yang naik dari Rp328,92 triliun ke Rp410,66 triliun, serta peralatan dan mesin dari Rp255,83 triliun ke Rp323,18 triliun. Konstruksi dalam pengerjaan bahkan meningkat cukup tajam dari Rp137,29 triliun menjadi Rp292,83 triliun.
Namun demikian, jika dikecualikan penambahan jenis aset baru berupa konsesi jasa yang mulai dicatat sejak 2022, nilai total aset tetap pemerintah nyaris tak beranjak. Awalil menekankan bahwa, “Jika tidak memperhitungkan nilai aset Konsesi Jasa yang baru disajikan pada tahun 2022–2024, maka nilai aset tetap bersih sebenarnya hanya sedikit meningkat. Dari sebesar Rp5.949,60 triliun per akhir 2019, menjadi Rp6.106,78 triliun per akhir 2024. Hanya bertambah sebesar Rp160,18 triliun atau 2,69 persen selama lima tahun.”
Aset konsesi jasa sendiri merupakan jenis aset baru yang nilainya telah mencapai Rp1.043,04 triliun pada akhir 2024. Aset ini timbul dari perjanjian antara pemerintah pusat sebagai pemberi konsesi dan mitra swasta sebagai operator, dan digunakan untuk penyediaan layanan publik.
Skema pencatatan ini mulai berlaku berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 84 Tahun 2021 dan diatur lebih lanjut dalam PMK Nomor 231 Tahun 2022 yang telah diubah dengan PMK Nomor 57 Tahun 2023.
Namun, menurut Awalil, fakta bahwa hanya revaluasi dan tambahan nomenklatur baru yang mendorong naiknya nilai aset tetap menunjukkan lemahnya korelasi antara utang yang bertambah dan pembentukan aset yang produktif secara langsung.
“Fakta ini membantah setidaknya mengurangi arti klaim Pemerintah bahwa utang yang bertambah banyak antara lain menghasilkan kenaikan aset. Aset dimaksud terutama aset tetap,” tegasnya.(*)