KABARBURSA.COM - Sejumlah komoditas diproyeksikan bakal bergerak secara bervariasi pada tahun 2025 dikarenakan beberapa sentimen yang menyelimuti. Seperti halnya komoditas emas dan nikel.
Head of Research NH Korindo Sekuritas (NHKSI) Liza Suryanata, memandang harga emas dan nikel pada tahun depan masih bisa bersaing. Menurut dia, kondisi ini tidak lepas dari adanya teknologi AI (Artificial Intelligence).
"Untuk komoditas mineral seperti emas and nikel harganya menurut kami masih bisa bersaing karena adanya sentimen dari teknologi AI dan EV," jelas Liza dalam acara Market Outlook yang diselenggarakan NHKSI di Jakarta, Rabu, 18 Desember 2024.
Berpindah ke coal atau batu bara, Liza melihat komoditas ini akan dipengaruhi sejumlah sentimen. Seperti ekonomi yang melemah dan over supply, hingga kenaikan utulisasi dari pembangkit listrik renewable.
Hal tersebut diungkapkan Liza usai berkaca dari tidak adanya perbedaan harga coal di musim dingin tahun ini dengan harga di musim panas beberapa bulan lalu.
"Harga coal pada sumer (musim panas) bulan Juni dan di musim dingin saat ini masih sama. Harusnya permintaan energi di saat winter (musim dingin) itu lebih tinggi, tapi ternyata harga coal ga ke mana-mana," kata dia.
Selanjutnya, Liza juga memaparkan terkait proyeksi oil untuk tahun depan. Dia berpendapat jika harga komoditas oil bisa saja tidak lagi ketergantungan dengan konflik global, khususnya di Timur Tengah.
Pasalnya dia melihat jika Israel masih cukup waras untuk tidak menyerang infrastruktur energi dan nuklir Iran. Justru, Liza mengatakan pergerakan harga oil berpotensi dikarenakan demand atau permintaan global.
"Ternyata demand global itu lebih mega peran dari pada konflik seperti di Israel, hingga Rusia dan Ukraina," ungkapannya.
Harga Emas Dunia Tergelincir
Sebelumnya, harga emas dunia mengalami penurunan pada Rabu, 18 Desember 2024 dini hari WIB, seiring penguatan dolar AS dan kenaikan imbal hasil obligasi AS. Investor kini menantikan hasil pertemuan kebijakan terakhir Federal Reserve (The Fed) tahun ini, di mana pasar memperkirakan pemangkasan suku bunga akan berlangsung lebih lambat pada 2025.
Mengutip Consumer News and Business Channel International, harga emas spot melemah 0,2 persen menjadi USD2.646,58 per ons, sedangkan kontrak berjangka AS turun 0,3 persen ke USD2.663,30 per ons. Penguatan dolar sebesar 0,1 persen membuat harga emas terasa lebih mahal bagi pemegang mata uang lain, menekan daya tarik logam mulia tersebut.
Di sisi lain, imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun naik mendekati level tertinggi dalam empat minggu. Kondisi ini terjadi menjelang keputusan The Fed yang diprediksi akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada Rabu hari ini.
Saat ini, perhatian pasar tertuju pada proyeksi ekonomi terbaru The Fed dan “dot plot”, yang akan memberikan gambaran lebih jelas mengenai arah kebijakan suku bunga di 2025 dan 2026.
Harga Batu Bara Dunia Melesat
Harga batu bara dunia mayoritas menguat pada perdagangan Rabu, 18 Desember 2024, dini hari WIB karena didorong oleh ketergantungan China yang masih besar terhadap energi fosil meskipun negara tersebut memiliki komitmen mengurangi emisi gas rumah kaca.
Harga batu bara Newcastle untuk Desember 2024 turun tipis USD0,25 menjadi USD129 per ton. Namun, kontrak Januari 2025 melesat USD1,6 ke USD129,5 per ton, sementara Februari 2025 terkerek lebih tinggi USD1,85 menjadi USD131,5 per ton.
Di pasar Rotterdam, tren penguatan lebih merata. Harga batu bara untuk Desember 2024 naik USD0,45 ke USD111,75 per ton, sementara kontrak Januari 2025 melompat USD2 ke USD100,65 per ton. Pada Februari 2025, harga terus menanjak USD1,85 menjadi USD109,45 per ton.
China, yang selama ini menyatakan komitmennya untuk beralih ke energi ramah lingkungan, ternyata masih mempertahankan kecepatan produksi batu bara. Prioritas utama China adalah keamanan energi, memastikan pasokan tetap stabil untuk menghindari krisis energi domestik.
Produksi batu bara yang masif tidak hanya menjawab permintaan energi di dalam negeri yang terus meningkat, tetapi juga menjadi langkah antisipasi terhadap potensi gangguan pasokan. Dalam jangka pendek, negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia itu tampaknya belum bisa lepas dari ketergantungan batu bara.
Kenaikan harga batu bara juga dipengaruhi oleh lonjakan harga gas alam di pasar global. Kontrak berjangka gas alam TTF Dutch untuk Januari 2025, yang menjadi acuan perdagangan gas di Eropa, meroket 4,3 persen ke level 42,01 euro per megawatt-jam. Kenaikan harga gas mendorong peralihan sementara ke batu bara sebagai alternatif yang lebih ekonomis, turut menopang reli harga batu bara di pasar global.
Harga Minyak Dunia Anjlok
Harga minyak dunia turun tajam pada Rabu, 18 Desember 2024, dini hari WIB, merosot hingga 1 persen ke level terendah dalam sepekan terakhir. Pelemahan ini dipicu oleh data ekonomi negatif dari China dan Jerman yang memicu kekhawatiran akan lemahnya permintaan global. Di saat yang sama, pelaku pasar bersikap waspada menjelang keputusan kebijakan suku bunga Federal Reserve (The Fed) pekan ini.
Mengutip Reuters di Jakarta, Rabu, harga minyak Brent turun 72 sen atau 1 persen menjadi USD73,19 per barel, sedangkan minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS melemah 63 sen atau 0,9 persen ke USD70,08 per barel. Penutupan ini menjadi yang terendah untuk Brent sejak 10 Desember 2024, dengan selisih harga Brent terhadap WTI menyempit ke USD3,54 per barel, terendah dalam tiga bulan terakhir berdasarkan kontrak Februari.
Analis menyatakan penyempitan selisih harga tersebut membuat pengiriman minyak mentah AS ke pasar global menjadi kurang ekonomis. Situasi ini berpotensi menekan ekspor minyak AS di tengah ketidakpastian pasar.
Selanjutnya, Fokus pasar turut tertuju pada laporan persediaan minyak AS yang akan dirilis oleh American Petroleum Institute (API) pada Selasa malam, disusul laporan dari Administrasi Informasi Energi (EIA) pada Rabu. Analis memperkirakan penarikan sekitar 1,6 juta barel minyak dari cadangan pekan lalu. Jika angka ini terealisasi, maka ini akan menjadi penarikan minyak selama empat minggu berturut-turut, sebuah tren yang belum terlihat sejak Agustus.
Sementara itu, di Kazakhstan, Menteri Energi Almasadam Satkaliyev memproyeksikan produksi minyak dan kondensat pada 2024 akan mencapai 87,8 juta metrik ton, turun dari perkiraan awal sebesar 88 juta ton.
Di sisi geopolitik, Uni Eropa baru saja mengadopsi paket sanksi ke-15 terhadap Rusia yang menargetkan entitas China dan armada bayangan Rusia. Inggris turut menjatuhkan sanksi terhadap kapal-kapal yang diduga mengangkut minyak ilegal dari Rusia. Langkah ini menambah tekanan di pasar energi global.
Dalam upaya mendukung harga minyak, OPEC+—yang mencakup negara-negara anggota OPEC serta sekutu seperti Kazakhstan dan Rusia—telah sepakat untuk memangkas produksi minyak secara terukur. Meski demikian, volatilitas pasar minyak diperkirakan akan terus berlanjut di tengah ketidakpastian ekonomi global dan dinamika geopolitik.(*)