KABARBURSA.COM - Tren pengurangan jumlah mesin ATM fisik terus berlanjut di berbagai bank. Namun, bagaimana nasib Artajasa dan industri penyedia ATM lainnya di tengah perubahan ini?
Direktur Utama Artajasa Armand Hermawan, optimis tentang potensi bisnis ATM meskipun ada pergeseran menuju transaksi digital. Menurutnya, peredaran uang tunai di Indonesia terus meningkat setiap tahun. Meskipun transaksi digital meningkat, permintaan uang tunai tetap tinggi, terutama selama periode seperti Lebaran.
"Tugas Bank Indonesia adalah mengelola portofolio dan sirkulasi uang, termasuk uang kertas, uang digital, dan uang elektronik. Laporan BI menunjukkan sirkulasi uang mencapai Rp940 triliun per Mei 2024," ungkapnya pada Jumat, 2 Agustus 2024.
Digitalisasi meningkat, namun cash juga meningkat. Dia menjelaskan bahwa mesin ATM untuk tarik tunai masih mendominasi transaksi, diikuti oleh transfer, pengecekan saldo, dan pembayaran.
Data dari Bank Indonesia per Juni 2024 menunjukkan uang kartal yang beredar mencapai Rp958,6 triliun, naik Rp24,5 triliun dari bulan sebelumnya. Secara tahunan, angka ini meningkat 9 persen dari periode yang sama tahun lalu.
Secara keseluruhan, komponen M1, yang terdiri dari uang kartal di luar bank umum dan BPR, giro rupiah, dan tabungan rupiah yang bisa ditarik sewaktu-waktu, memiliki porsi 55,5 persen dari M2 atau Rp5.008,5 triliun per Juni 2024. Peningkatan ini disebabkan oleh pertumbuhan pada seluruh komponen, terutama giro rupiah dan uang kartal di luar bank umum dan BPR.
Armand juga menanggapi pandangan bahwa penggunaan ATM semakin tidak relevan karena mahalnya biaya pengelolaan cash. Menurutnya, bank sebaiknya fokus pada fungsi intermediasi, yaitu menghimpun dana dan menyalurkannya dalam bentuk kredit, sementara pengelolaan sistem transaksi dan infrastruktur keuangan bisa diserahkan kepada pihak ketiga seperti Artajasa.
"Artajasa tidak memberikan pinjaman dan tidak menerima dana. Jadi, biarkan kami yang mengelola ATM, agar bank dapat fokus pada pemberian pinjaman dan pengelolaan dana yang lebih aman," jelasnya.
Armand juga menekankan pentingnya sinergi antar institusi untuk memenuhi kebutuhan layanan digitalisasi sistem pembayaran yang terintegrasi. Sebagai perusahaan switching lokal, Artajasa berkomitmen untuk bekerja sama secara strategis guna memperkuat ekonomi dan keuangan digital. Saat ini, jumlah ATM yang terhubung di sistem Artajasa mencapai 80.000 unit per akhir 2023.
Sebelumnya, Direktur Consumer Banking PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA), Noviady Wahyudi, mengatakan bahwa pandemi Covid-19 menjadi salah satu pendorong utama digitalisasi. Dia juga menyebut bahwa implementasi QRIS oleh BI untuk pembiayaan small ticket size mengurangi kebutuhan akan uang tunai, sehingga aktivitas transaksi di ATM menurun.
"Covid-19 memaksa kita semua untuk beralih ke digitalisasi. Di negara maju, penggunaan uang tunai berkurang, sehingga ATM hanya digunakan untuk keadaan darurat," kata dia, 27 Mei lalu.
Kartu ATM Semakin Tak Laku
Bank Indonesia (BI) mencatat, transaksi menggunakan kartu ATM fisik atau kartu debit terus menurun hingga Mei 2024. Transaksinya drop sekitar 5,41 persen secara tahunan (year on year/yoy) menjadi sekitar Rp615,18 triliun.
Semakin tidak lakunya transaksi jenis ini seiring dengan pertumbuhan positif transaksi digital banking. BI mengungkapkan, transaksi digital banking berhasil mencetak kenaikan signifikan hingga Rp5.570 triliun, tumbuh double digit mencapai 10,82 persen yoy. Sementara nilai transaksi uang elektronik juga melesat 35,2 persen yoy mencapai Rp92,79 triliun.
Seiring dengan pesatnya transaksi digital perbankan, yang juga didorong oleh BI dalam akselerasi digitalisasi, prestasi nilai transaksi melalui Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) juga melonjak mencapai triple digit, menyentuh 213,31 persen yoy dan jumlah pengguna yang mencapai 49,76 juta, serta jumlah merchant 32,25 juta.
Sementara itu, transaksi digital perbankan lainnya, seperti BI-RTGS naik 0,16 persen yoy menyentuh Rp14.557 triliun, dan BI-FAST tercatat senilai Rp701,61 triliun atau tumbuh 53,08 persen yoy. “Kinerja ekonomi dan keuangan digital tetap kuat berkat sistem pembayaran yang aman, lancar, dan andal,” papar Gubernur BI Perry Warjiyo.
Pada sisi infrastruktur, keandalan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (SPBI) juga berhasil terjaga dengan baik, didukung oleh interkoneksi yang semakin luas dalam struktur industri. Kelancaran ini juga didukung oleh kondisi likuiditas dan operasional yang memadai.
PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) atau Bank BNI misalnya, sudah menutup permanen 2.735 unit ATM di sepanjang tahun 2023.
Saat ini, berdasarkan laporan tahunan perusahaan, Bank BNI hanya menyediakan jumlah ATM sebanyak 13.390 unit. Di sepanjang 2022 yang lalu, Bank BNI juga sudah mulai menutup resmi 260 unit ATM di Indonesia.
Jumlah ATM milik Bank BNI tercatat terus menyusut sejak 2019 hingga 2022. Kala itu, pada 2019 ada sebanyak 18.659 ATM yang aktif dipergunakan nasabah, selanjutnya pada 2020 hanya ada 18.230, pada 2021 kembali turun tajam jumlahnya menjadi tersisa hanya 16.385, dan pada 2022 jumlah ATM Bank BNI hanya ada 16.125 ATM.(*)