Logo
>

Menanti Sunset CPO saat Produksi Anjlok

Ditulis oleh KabarBursa.com
Menanti Sunset CPO saat Produksi Anjlok

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menegaskan bahwa industri minyak kelapa sawit, atau crude palm oil (CPO), tetap menunjukkan produktivitas yang superior dibandingkan minyak nabati lainnya, meskipun mengalami penurunan produksi.

    Ketua Umum Gapki, Eddy Martono, menjelaskan bahwa fluktuasi dalam produksi minyak kedelai (soybean oil) sering dipengaruhi oleh kondisi cuaca yang tidak menentu. “Minyak kedelai adalah tanaman semusim yang sangat rentan terhadap perubahan cuaca. Kinerja produksinya tidak selalu stabil. Namun, ini tidak berarti bahwa minyak sawit tidak kompetitif; justru sebaliknya, produktivitasnya tetap unggul di antara minyak nabati lainnya,” ujar Eddy, dikutip pada Selasa, 28 Agustus 2024.

    Eddy juga mencatat bahwa penurunan produksi CPO, khususnya di perkebunan sawit rakyat, disebabkan oleh keterlambatan dalam peremajaan sawit rakyat (PSR). Di sisi lain, perusahaan sawit besar rutin melakukan peremajaan atau replanting sekitar 4 persen hingga 5 persen dari total area perkebunan setiap tahunnya.

    Menurut laporan Gapki, produksi CPO pada Juni 2024 tercatat sebesar 3,69 juta ton, menurun 5 persen dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 3,88 juta ton.

    Produksi palm kernel oil (PKO) juga mengalami penurunan menjadi 354 ribu ton, dari 368 ribu ton pada Mei 2024. Total produksi sepanjang tahun hingga Juni 2024 adalah 26,18 juta ton, turun 4,07 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2023 yang mencapai 27,29 juta ton.

    Di tengah penurunan produksi, ekspor mengalami kenaikan signifikan. Total ekspor CPO pada Juni 2024 mencapai 3,38 juta ton, meningkat dari 1,96 juta ton pada Mei. Kenaikan terbesar terjadi pada produk olahan CPO, yang meningkat 872 ribu ton dari 1,36 juta ton pada Mei menjadi 2,23 juta ton pada Juni.

    Produksi CPO dan Biodiesel 

    Selain itu, ekspor CPO meningkat 578 ribu ton menjadi 651 ribu ton. Kenaikan volume ekspor ini sejalan dengan peningkatan harga dari USD 981/ton pada Mei menjadi USD 1.011/ton pada Juni, sehingga nilai ekspor naik menjadi USD 2,79 miliar pada Juni, dibandingkan dengan USD 1,72 miliar pada Mei.

    Eddy juga menekankan bahwa CPO Indonesia tidak bisa hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik. Tanpa ekspor, industri biodiesel dalam negeri akan menghadapi tantangan dalam pembiayaannya. “Jika ekspor dihentikan, bagaimana nasib pembiayaan biodiesel? Ekspor harus terus berlanjut karena permintaan global akan minyak sawit tetap tinggi,” tambahnya.

    Sebagai catatan, skema pungutan ekspor CPO selama ini digunakan untuk mendukung pengembangan biodiesel di dalam negeri. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sedang mempersiapkan pelaksanaan program biodiesel B40, yang merupakan campuran solar dengan 40 persen bahan bakar nabati berbasis minyak sawit, yang dijadwalkan mulai berlaku pada 1 Januari 2025.

    Harga CPO diperkirakan akan mengalami penurunan pada pekan ini, terutama setelah lonjakan signifikan yang terjadi minggu lalu. Ketidakpastian ekonomi global menjadi faktor utama yang mempengaruhi pasar.

    Minggu lalu, harga kontrak berjangka CPO untuk September 2024 naik sebesar 104 Ringgit Malaysia menjadi 3.976 Ringgit Malaysia per ton. Untuk Oktober 2024, harga melonjak 164 Ringgit Malaysia menjadi 3.916 Ringgit Malaysia per ton, sedangkan untuk November 2024 meningkat 186 Ringgit Malaysia menjadi 3.867 Ringgit Malaysia per ton.

    Di sisi lain, kontrak berjangka CPO untuk Desember 2024 mengalami lonjakan 192 Ringgit Malaysia menjadi 3.851 Ringgit Malaysia per ton. Januari 2025 mencatat kenaikan 194 Ringgit Malaysia menjadi 3.847 Ringgit Malaysia per ton, sementara Februari 2025 meningkat 183 Ringgit Malaysia menjadi 3.838 Ringgit Malaysia per ton.

    Pedagang minyak kelapa sawit, David Ng, mengaitkan prospek suram dengan ketidakpastian ekonomi global dan penurunan harga minyak kedelai yang berkelanjutan. “Kami memperkirakan harga CPO akan berada dalam kisaran 3.700 hingga 3.880 Ringgit Malaysia per ton,” kata Ng, seperti yang dikutip dari Bernama.

    Hal senada juga disampaikan oleh Jim Teh, pedagang minyak kelapa sawit senior dari Interband Group of Companies. Ia memperkirakan harga berjangka minyak kelapa sawit akan diperdagangkan dalam rentang 3.700 hingga 3.850 Ringgit Malaysia per ton. Teh juga menyebutkan bahwa produksi kemungkinan akan tetap kuat pada bulan Agustus, didorong oleh kondisi cuaca yang mendukung.

    "Banyak analis memprediksi bahwa stok CPO akan meningkat sebagai dampak dari kondisi ini," tambah Teh.

    Geopolitik dan kebijakan juga memberikan dampak signifikan terhadap sentimen pasar. Ketidakpastian terkait konflik geopolitik dan kebijakan perdagangan internasional berpotensi mempengaruhi harga dan volume perdagangan CPO. Selain itu, kenaikan harga pupuk akibat ketidakstabilan geopolitik dapat meningkatkan biaya operasional bagi produsen CPO, meskipun ada potensi penghematan jika kondisi cuaca mendukung.

    Secara keseluruhan, sentimen global terhadap industri kelapa sawit pada Agustus 2024 menggambarkan suasana hati yang bercampur antara harapan yang timbul dari kenaikan harga dan ekspor serta kekhawatiran yang disebabkan oleh ketidakpastian ekonomi dan faktor-faktor eksternal yang memengaruhi pasar. (*)

     

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi