KABARBURSA.COM - Kementerian Pembangunan dan Perencanaan Nasional atau PPN/Bappenas resmi meluncurkan Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP) 2025-2045 pada Kamis, 8 Agustus 2024. Dokumen ambisius ini dirancang sebagai pedoman nasional untuk melindungi dan mengelola keanekaragaman hayati Indonesia selama dua dekade mendatang.
Dokumen ini tidak hanya memetakan upaya perlindungan lingkungan, tetapi juga menyematkan visi besar tentang bagaimana keanekaragaman hayati dapat menjadi fondasi bagi ekonomi hijau dan pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Mengusung visi "hidup selaras dengan alam untuk keberlangsungan seluruh bentuk kehidupan di Indonesia," IBSAP 2025-2045 memuat tiga tujuan utama yang berfokus pada penguatan integrasi dan ketahanan ekosistem, optimalisasi pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati, serta penguatan tata kelola melalui ilmu pengetahuan, teknologi, dan regulasi yang kuat.
Rencana aksi ini dirancang untuk menjawab berbagai tantangan lingkungan yang dihadapi Indonesia, seperti ancaman kepunahan spesies, kerusakan ekosistem, dan pencemaran lingkungan. Namun, di balik semua itu, IBSAP juga memuat strategi yang berpotensi menjadi landasan ekonomi hijau bagi Indonesia, terutama dalam konteks pembangunan berkelanjutan.
Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas, Vivi Yulaswati, menekankan IBSAP 2025-2045 bukan hanya sebuah dokumen lingkungan, tetapi juga merupakan rencana aksi yang mengikat bagi berbagai kementerian dan lembaga negara.
"Rencana aksi dalam IBSAP bersifat mengikat bagi Kementerian dan Lembaga untuk memprogramkan dan menganggarkan pada lima tahun ke depan," ujar Vivi saat dihubungi Kabar Bursa, Rabu, 14 Agustus 2024.
Vivi mengungkapkan pendanaan untuk pelaksanaan IBSAP akan bersumber dari berbagai skema, termasuk APBN, APBD, dan sumber lainnya. "Pendanaan bersumber dari APBN, APBD, dan sumber lainnya, bisa dunia usaha, masyarakat, dan melalui berbagai skema pendanaan inovatif seperti sukuk, bonds, impact investing, dan blended finance," jelasnya.
Menurut Vivi, pemerintah memperkirakan untuk menjalankan berbagai program perlindungan dan pengelolaan keanekaragaman hayati yang tercakup dalam IBSAP, dibutuhkan dana sekitar Rp33 triliun per tahun. “Perhitungan kami mencapai Rp33 triliun per tahun atau sekitar USD2,17 miliar per tahun untuk mendukung seluruh program yang ada,” kata Vivi.
Dalam konteks ekonomi hijau, skema pendanaan ini mencerminkan upaya pemerintah untuk menggali potensi keuangan yang berkelanjutan guna mendukung perlindungan dan pemanfaatan sumber daya alam yang lebih ramah lingkungan.
Di dalam IBSAP, disebutkan keanekaragaman hayati tidak hanya memiliki nilai ekologis, tetapi juga menjadi modal dasar pembangunan berkelanjutan. "Keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia berperan penting menciptakan keseimbangan ekosistem, memberikan nilai edukasi, melestarikan budaya, menopang pertumbuhan ekonomi, sumber penghidupan masyarakat lokal, dan menyediakan jasa lingkungan," tulis dokumen tersebut dalam Bab Ringkasan Eksekutif.
Salah satu tujuan utama IBSAP adalah mengoptimalkan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati bagi masyarakat dan generasi yang akan datang. Ini termasuk pengelolaan sumber daya hutan yang berkelanjutan, budidaya berkelanjutan, serta peningkatan nilai jasa lingkungan. Lima target nasional yang mendukung tujuan ini mencakup pengelolaan pemanfaatan sumber daya hutan berkelanjutan, budidaya berkelanjutan, nilai jasa lingkungan, ketersediaan dan akses ruang terbuka hijau dan biru, serta pemanfaatan dan pembagian keuntungan sumber daya genetik.
Potensi Merusak Alam
Tanyangan besar masih menghantui pelaksanaan IBSAP, terutama terkait dengan program pembangunan yang diusung oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto. Beberapa program prioritas, seperti pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) yang dinilai rentan merusak alam dan ekosistem, memunculkan pertanyaan mengenai bagaimana kebijakan ekonomi hijau ini akan diharmonisasikan dengan ambisi besar pembangunan infrastruktur. Belum lagi, sejumlah program pemerintah yang dikelompokkan dalam Proyek Strategis Nasional (PSN)—seperti Rempang Eco-City— juga berpotensi melibas ketentuan dalam IBSAP.
Menanggapi hal ini, Vivi mengakui ada potensi konflik antara tujuan IBSAP dan beberapa program pembangunan nasional. Namun, ia menegaskan pemerintah akan terus mendorong ekonomi hijau yang lebih berkelanjutan. "Ke depan kita dorong ekonomi hijau, artinya berbagai kegiatan ekonomi harus lebih sustainable, termasuk dekarbonisasi sektor industri dan transportasi, sustainable mining, pertanian regeneratif, dan lain sebagainya," kata Vivi.
Upaya ini sejalan dengan salah satu misi IBSAP yang berfokus pada perlindungan dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati melalui pengayaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam pengantar dokumen tersebut, Menteri PPN/Bappenas, Suharso Monoarfa, juga menyinggung urgensi pengayaan ilmu pengatahuan ini. Dia mengatakan perumusan strategi kebijakan dan rencana aksi pengelolaan keanekaragaman hayati dalam IBSAP telah diselaraskan dengan Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework (KM-GBF) sebagai keputusan pada COP 15 CBD.
IBSAP, kata Suharso, memuat tiga tujuan. Pertama memperkuat integritas, konektivitas, dan kesehatan ekosistem, mengurangi risiko kepunahan spesies, danmenjaga keanekaragaman genetik.
Kedua, mengoptimalkan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati untuk masyarakat dan generasi yang akan datang.
Ketiga, memperkuat tata kelola keanekaragaman hayati melalui pengayaan ilmu pengetahuan dan teknologi, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, penguatan finansial, serta penguatan regulasi dan penegakan hukum.
“Ketiga tujuan ini dielaborasikan secara komprehensif ke dalam dua puluh target nasional. Upaya signifikan lain yang dilakukan adalah menjadikan target dan Indeks Pengelolaan Keanekaragaman Hayati dalam RPJPN 2025-2045 imperative kepada pemerintah daerah di 38 provinsi,” tulis Suharso.
Tidak hanya itu, dokumen IBSAP juga menekankan pentingnya integrasi data dan informasi dalam pengelolaan keanekaragaman hayati. "Pengembangan dan penguatan finansial, serta pelibatan sektor swasta" menjadi salah satu strategi utama yang diusung untuk memperkuat tata kelola keanekaragaman hayati. Pendekatan ini menunjukkan betapa pentingnya kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta dalam mewujudkan visi ekonomi hijau yang dicanangkan dalam IBSAP. (*)