KABARBURSA.COM – Senior Consultant Supply Chain Indonesia (SCI) Sugi Purnoto menilai, peningkatan tensi perang Israel dan Iran serta melambungnya harga minyak dunia bakal terasa bagi industri BBM pada Juli 2025.
Kendati demikian, ia menggarisbawahi jika naiknya harga minyak global akan berimbas terhadap pemerintah selaku pihak yang menanggung BBM bersubsidi seperti Pertalite dan Biosolar.
“Semua angkutan logistik pakainya BBM subsidi. Yang tekor nanti pemerintah, kecuali yang industri (BBM) nanti bisa berdampak awal bulan depan,” ujarnya saat dihubungi KabarBursa.com, Senin, 16 Juni 2025.
Sugi menjelaskan, industri BBM yang mencakup penyedia BBM swasta atau produsen yang menjual BBM non-subsidi bakal merasakan dampaknya perang Israel dan Iran pada bulan depan, sehingga harga BBM diperkirakan naik pada pekan pertama atau kedua Juli mendatang.
"Ini akan berdampak nanti pada awal bulan. Harga BBM itu naik sebulan bisa dua kali. Jadi minggu pertama sama minggu kedua, atau tanggal 1 sama tanggal 16. Itu kalau untuk industri BBM," ucapnya.
Sementara untuk industri logistik dalam negeri dengan kendaraan angkutan yang mengkonsumsi BBM subsidi, utamanya Biosolar, tidak akan terimbas.
"Angkutan logistik enggak berdampak kan pakainya BBM subsidi dengan harga Rp6.800 per liter. Jadi industri yang lebih terdampak adalah pengguna BBM non-subsidi seperti di sektor tambang pada awal bulan depan," sebut Sugi.
Sugi melanjutkan, harga BBM non subsidi di dalam negeri akan terdongkrak pada Juli 2025 akibat beberapa faktor.
"Sekarang penentuan harga jual BBM itu dipengaruhi tiga faktor. Pertama itu kurs dari USD ke Rupiah, faktor kedua harga minyak dunia, dan faktor ketiga adalah harga FAME (Fatty Acid Methyl Ester) karena kita sudah 40 persen. Jadi enggak bisa satu-satu sekarang kayak dulu," imbuhnya.
Investor dan Pengusaha Lokal Tidak Perlu Cemas
Mantan Wakil Ketua II DPP Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) itu mengatakan, pengembangan solar subsidi ke arah B50 dan seterusnya, bakal mengurangi penggunaan energi fosil bagi kendaraan angkutan logistik di dalam negeri yang mengusung mesin diesel.
"Sekarang kita sudah 40 persen (komposisi) FAME dan BBM fosilnya tinggal 60 persen. Itu nanti tahun depan sudah 50-50, karena sudah pakai Biodiesel B50. Jadi dengan pemakaian Solar subsidi yang kebanyakan dikonsumsi angkutan logistik, perang dan harga minyak dunia ini enggak terpengaruh," terang Sugi.
Meski demikian, Sugi menilai bahwa kenaikan harga minyak dunia akan tetap berpengaruh bagi pengusaha logistik yang berkecimpung dalam bidang ekspor dan impor.
"Yang perlu dikhawatirkan sebenarnya adalah ketika ada hubungannya dengan kegiatan ekspor atau impor, itu yang berdampak secara global. Jadi contoh misalnya ekspornya menurun ke negara-negara yang terdampak (perang). Praktis logistiknya itu berkurang volume-nya. Kalau di domestik tidak pengaruh karena memang yang dipakai adalah solar subsidi B40," paparnya.(*)