KABARBURSA.COM - Harga batu bara global kembali menunjukkan geliat positif pada perdagangan Rabu, 15 Oktober 2025, menandai kebangkitan singkat setelah sempat terpuruk dalam tren bearish beberapa pekan terakhir.
Lonjakan harga ini terutama ditopang oleh kenaikan impor China sebagai negara konsumen batu bara terbesar di dunia, yang mencapai level tertinggi dalam sembilan bulan terakhir. Data ini memberikan suntikan optimisme baru di tengah kekhawatiran atas pelemahan ekonomi global dan tekanan kebijakan lingkungan yang terus membayangi sektor energi fosil.
Di pasar ICE Newcastle, harga batu bara untuk kontrak Oktober 2025 menguat signifikan sebesar USD2,05 menjadi USD105,85 per ton. Kontrak untuk November melonjak USD2,45 ke USD108, sementara Desember naik lebih tajam sebesar USD2,5 ke level USD109,4 per ton.
Kenaikan serupa terjadi di pasar Rotterdam, di mana kontrak Oktober menanjak USD2 menjadi USD91,05, dan November melesat USD3,45 ke USD93,55 per ton. Desember pun mengikuti tren positif dengan kenaikan USD3,4 menjadi USD94,35.
Secara keseluruhan, penguatan ini menandai kenaikan harian mendekati 2 persen, level tertinggi sejak akhir September, sekaligus menghapus sebagian tekanan jual yang sempat menekan harga ke posisi terendah dalam tiga minggu terakhir.
Katalis utama datang dari China. Berdasarkan data Administrasi Umum Kepabeanan, impor batu bara Negeri Tirai Bambu pada September 2025 mencapai 46 juta ton metrik, naik dari bulan sebelumnya dan menjadi yang tertinggi sejak awal tahun.
Meski masih di bawah rekor September 2024 sebesar 47,59 juta ton, capaian ini menegaskan bahwa ketergantungan China terhadap pasokan impor belum mereda. Kenaikan harga batu bara domestik membuat batu bara luar negeri kembali kompetitif, terutama bagi pembangkit listrik dan sektor industri yang tengah menambah stok menjelang musim dingin.
Harga Batu Bara Murah, Tren Bearish Masih Ada
Secara fundamental, kenaikan ini juga didorong oleh aksi “bargain buying” atau pembelian di bawah harga wajar setelah harga batu bara mengalami koreksi tajam sepanjang tahun. Hingga pertengahan Oktober 2025, harga batu bara masih mencatat penurunan year-to-date sekitar 15,49 persen.
Koreksi panjang tersebut membuat komoditas ini tampak murah secara teknikal, sehingga memicu minat beli dari investor jangka pendek yang memanfaatkan momentum pemulihan.
Namun, dari sisi teknikal, tren harga batu bara masih tergolong bearish. Relative Strength Index (RSI) berada di level 44, menandakan momentum jual masih dominan. Indikator Stochastic RSI di angka 42 memperkuat sinyal tersebut, menunjukkan bahwa meskipun ada potensi penguatan, ruang kenaikan masih terbatas.
Untuk perdagangan Kamis, 16 Oktober 2025, analis memperkirakan harga akan bergerak sideways dalam rentang USD104–107 per ton, dengan area support di USD101.
Sentimen pasar batu bara kini berada di titik tarik-menarik antara optimisme dan kehati-hatian. Di satu sisi, meningkatnya impor China dan potensi rebound harga memberikan harapan jangka pendek.
Namun di sisi lain, tren permintaan global yang melemah, kebijakan transisi energi, serta kelebihan pasokan dari beberapa produsen utama seperti Indonesia dan Australia masih membatasi ruang kenaikan yang berkelanjutan.
Secara makro, penguatan harga batu bara ini juga terjadi di tengah kondisi global yang sedang mencari keseimbangan baru. Pelemahan dolar AS akibat ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed sedikit membantu kenaikan harga komoditas berbasis dolar, termasuk batu bara.
Namun, prospek jangka menengah tetap bergantung pada permintaan industri di Asia Timur dan kestabilan kebijakan energi domestik China.
Dengan semua faktor tersebut, reli harga batu bara kali ini lebih tepat disebut sebagai napas sementara di tengah panjangnya perjalanan menuju keseimbangan baru. Pasar masih berusaha menemukan pijakan di antara realitas transisi energi dan kebutuhan energi fosil yang belum bisa tergantikan sepenuhnya.
Singkatnya, batu bara memang kembali panas, tapi bara apinya masih belum cukup untuk memanaskan tren jangka panjang.(*)