Logo
>

NTMs Bikin Biaya Bengkak, Mendag Siapkan Jurus ini

Ditulis oleh Dian Finka
NTMs Bikin Biaya Bengkak, Mendag Siapkan Jurus ini

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyoroti penerapan non-tariff measures (NTMs) yang berdampak terhadap ekspor dan impor. Dampak ini disebut dapat mencapai 30 persen dari biaya jual-beli, baik ke dalam maupun keluar negeri.

    Budi mengatakan bahwa perdagangan yang bebas tentu sangat penting. Akan tetapi, harus ada sebuah pertimbangan agar tidak merugikan salah satu pihak.

    "Kami terus mengkaji berbagai kebijakan yang ada, untuk memastikan bahwa meskipun prinsip perdagangan bebas diterapkan, keadilan dan keuntungan bagi Indonesia tetap menjadi prioritas utama,” kata dia usai acara High Level Policy Dialogue Action on Climate and Trade di Hotel Park Hyatt, Jakarta Pusat, Senin, 4 November 2024.

    Jika ditemukan hal yang perlu diperbaiki, Budi menegaskan bahwa akan dilakukan evaluasi mendalam terhadap berbagai kebijakan yang memengaruhi biaya perdagangan membengkak.

    Sementara itu, ia berharap agar semua pihak, baik pemerintah maupun pelaku usaha, dapat berkolaborasi dalam menciptakan ekosistem perdagangan yang lebih sehat dan saling menguntungkan.

    “Yang terpenting adalah bagaimana kita bisa menciptakan kondisi perdagangan yang tidak hanya bebas, tetapi juga adil bagi semua pihak. Kami berkomitmen untuk terus mendukung para pelaku usaha dalam menghadapi tantangan ini,” ujar dia.

    Demi mendukung perdagangan ke dalam dan luar negeri itu, eks Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Perdagangan (Kemendag) ini menjelaskan langkah utama yaitu penguatan pasar dalam negeri. Ini penting dilakukan untuk memastikan pasar didominasi produk lokal.

    "Pasar kita besar, jangan sampai justru diisi oleh barang asing. Kita harus memperkuat daya saing produk Indonesia agar bisa mengisi pasar domestik," ungkap Budi.

    Budi pun sangat meyakini bahwa daya saing tetap menjadi kunci untuk memastikan produk Indonesia memiliki tempat di pasar sendiri, meskipun semua aturan perdagangan internasional akan diikuti.

    Kemendag, sambung pejabat karier Kemendag itu, juga berupaya memperluas jangkauan ekspor ke pasar-pasar baru yang selama ini belum banyak terjangkau oleh produk Indonesia. Satu caranya adalah perjanjian perdagangan yang berorientasi pada asil nyata, bukan hanya penandatanganan dokumen.

    "Kita harus melihat outcome dari perjanjian tersebut, apakah menguntungkan dan dapat mendorong ekspor kita," tegasnya, menambahkan.

    Langkah yang lebih konkret lagi ialah mendukung usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang perlu dilakukan untuk menyasar target ekspor. "Kita dorong UMKM tidak hanya mengisi pasar dalam negeri tapi juga ekspor. Dengan dukungan pelatihan, pendampingan dalam desain, dan manajemen, kita pastikan produk mereka siap bersaing di pasar global," imbuhnya.

    Penting kiranya memaksimalkan Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) untuk membantu UMKM menembus pasar internasional. Dengan begitu, Kemendag, tegas Budi, akan mempersiapkannya dari segala aspek.

    "Dengan program ini, Kemendag optimis Indonesia dapat mengatasi tantangan NTM dan meningkatkan daya saing produk nasional baik di pasar domestik maupun internasional," pungkas Budi.

    Perdagangan Luar Negeri Penopang Ekonomi

    Anggota Komisi VI DPR RI, Amin Ak, mengatakan perdagangan luar negeri Indonesia kini menghadapi tantangan berat di tengah kondisi ekonomi global yang melambat. Ia menyoroti penurunan nilai surplus neraca perdagangan sebagai bukti sulitnya mempertahankan pasar ekspor dalam beberapa tahun terakhir.

    Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan surplus neraca perdagangan Indonesia terus menurun. Pada 2024 (Januari hingga September), surplus mencapai USD21,98 miliar, turun dari USD36,93 miliar di 2023 dan USD54,46 miliar di 2022.

    Amin menjelaskan Indonesia masih mengandalkan ekspor komoditas mentah untuk devisa, sementara ekspor produk hilir belum menghasilkan dampak signifikan. Menurutnya, tren penurunan surplus perdagangan menjadi peringatan bagi pemerintah untuk segera mengadopsi strategi baru.

    “Diperlukan strategi baru dalam perdagangan luar negeri kita. Tren penurunan surplus neraca perdagangan dalam beberapa tahun terakhir, menjadi sinyal bahaya yang harus kita sikapi dengan kebijakan yang tepat,” ujar Amin dalam keterangan tertulis yang diterima  KabarBursa.com, Selasa, 29 Oktober 2024.

    Meski demikian, Amin optimistis Budi Santoso mampu membawa terobosan dalam memperkuat perdagangan luar negeri. Optimismenya didasarkan pada pengalaman Budi yang pernah menjabat sebagai Sekjen Kemendag, Dirjen Perdagangan Luar Negeri, dan atase perdagangan di India.

    Amin juga menguraikan beberapa penyebab utama penurunan surplus perdagangan. Pertama, fluktuasi harga komoditas global seperti kelapa sawit, batu bara, dan karet yang memengaruhi pendapatan ekspor. Kedua, ketergantungan Indonesia pada ekspor bahan mentah yang membuat negara rentan terhadap perubahan permintaan dan harga di pasar dunia.

    Ia menambahkan ketidakstabilan ekonomi global pasca-pandemi dan peningkatan proteksionisme di berbagai negara membuat Indonesia perlu cepat beradaptasi.

    Faktor lain yang menyebabkan penurunan surplus adalah peningkatan impor barang modal, bahan baku, dan pangan. Menurut Amin, impor bahan baku memang penting untuk industri manufaktur, tetapi harus diimbangi dengan peningkatan ekspor produk jadi agar Indonesia tidak terus-menerus mengalami defisit perdagangan.

    “Impor bahan baku memang penting untuk industri manufaktur kita, tetapi mesti diimbangi peningkatan ekspor produk jadi, agar kita tidak terus terjebak dalam situasi defisit perdagangan,” jelas Amin.

    Amin juga mengajukan beberapa rekomendasi kebijakan. Pertama, diversifikasi ekspor. Indonesia perlu memperluas jenis produk ekspor, tidak hanya komoditas mentah, tetapi juga produk hilir bernilai tambah tinggi. Penguatan industri manufaktur dalam negeri dinilai bisa meningkatkan daya saing produk serta menciptakan lebih banyak lapangan kerja.

    “Penguatan industri manufaktur dalam negeri selain untuk menghasilkan produk yang dapat bersaing di pasar global, juga mampu menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak,” kata Amin.

    Kedua, Amin menekankan pentingnya membuka pasar baru di wilayah yang belum banyak dijamah, seperti Afrika dan Amerika Latin. Menurutnya, kedua kawasan ini memiliki potensi besar namun belum tergarap secara maksimal. “Selain memperkuat hubungan dengan negara-negara mitra tradisional, Indonesia harus aktif menjajaki kerja sama dengan negara-negara berkembang yang memiliki permintaan produk yang sesuai dengan kapasitas kita,” ujarnya.

    Selain itu, Amin mendorong pemerintah untuk meningkatkan infrastruktur pendukung ekspor, seperti pelabuhan dan fasilitas logistik yang memadai. Menurutnya, efisiensi distribusi produk akan meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global.

    “Saya optimis Indonesia mampu keluar dari tekanan, asalkan kebijakan yang diambil tepat, dibarengi tindakan yang cepat dan terukur, serta kerja sama lintas sektor,” kata Amin. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.