KABARBURSA.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan pencabutan izin usaha PT Sarana Riau Ventura (SRV), Pekanbaru, Riau, mengingat PT SRV tidak dapat memenuhi ketentuan mengenai ekuitas minimum sampai dengan tanggal jatuh tempo Sanksi Pembekuan Kegiatan Usaha Berakhir.
Adapun pencabutan ini ditetapkan melalui Surat Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-1/D.06/2025 tanggal 16 Januari 2025. PT SRV sendiri berlokasi di Komplek Perkantoran Grand Sudirman Blok A-3, Jalan Datuk Setia Maharaja (d/h Parit Indah), Kota Pekanbaru, Provinsi Riau.
"Sebelum keputusan pencabutan izin usaha, PT SRV telah dikenakan sanksi administratif berupa Pembekuan Kegiatan Usaha atas pelanggaran ketentuan terkait ekuitas minimum," kata Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi, M. Ismail Riyadi melalui keterangan resminya, Selasa, 21 Januari 2025.
OJK telah memberikan waktu yang cukup bagi PT SRV untuk melaksanakan langkah-langkah strategis guna pemenuhan ketentuan ekuitas minimum sebagaimana tertuang dalam rencana pemenuhan.
Namun, sampai dengan batas waktu yang telah disetujui, tidak terdapat penyelesaian permasalahan dari PT SRV atas pemenuhan ketentuan ekuitas minimum tersebut.
PT SRV dikenakan sanksi berupa pencabutan sesuai dengan ketentuan Pasal 33 ayat (2) huruf a Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 35/POJK.05/2015 juncto Pasal 116 POJK Nomor 25 Tahun 2023. Pasal 59 ayat 11 POJK 35/2015 juncto Pasal 118 ayat 15 POJK 25/2023, Pasal 119 ayat 13 POJK 25/2023, Pasal 143 POJK 25/2023, dan Pasal 144 POJK 25/2023.
"Tindakan pengawasan yang dilakukan oleh OJK tersebut di atas, termasuk pencabutan izin usaha PT SRV dilakukan dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundangan secara konsisten dan tegas untuk menciptakan industri modal Ventura yang sehat dan terpercaya serta melindungi konsumen," jelas Ismail.
Dengan dicabutnya izin usaha, PT SRV dilarang melakukan kegiatan usaha di bidang perusahaan modal ventura dan diwajibkan untuk menyelesaikan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, antara lain:
1. Menyelesaikan hak dan kewajiban Debitur, Kreditur, dan/atau pihak lainnya;
2. Menyelenggarakan rapat umum pemegang saham paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal dicabutnya izin usaha untuk memutuskan pembubaran PT SRV serta membentuk tim Likuidasi;
3. Memberikan informasi secara jelas kepada Debitur, Kreditur, dan/atau pihak lainnya yang berkepentingan mengenai mekanisme penyelesaian hak dan kewajiban;
4. Menyediakan Pusat Informasi dan Pengaduan Nasabah di Internal Perusahaan;
5. Melaksanakan kewajiban lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Selain itu, PT SRV dilarang untuk menggunakan kata ventura atau ventura syariah, dalam nama perusahaan.
OJK Cabut Izin Usaha Bank Perkreditan Rakyat
Sementara itu pada Desember 2024 lalu, OJK kembali melakukan langkah penyehatan perbankan, khususnya pada bank perkreditan rakyat atau BPR. Izin usaha PT BPR Duta Niaga yang berkedudukan di Pontianak, Kalimantan Barat dicabut oleh regulator pada 5 Desember 2024.
Keputusan ini menjadikan BPR Duta Niaga sebagai bank perekonomian rakyat ke-17 yang izin usahanya dicabut tahun ini. Pencabutan izin tersebut dilakukan sebagai bagian dari upaya pengawasan yang dilakukan OJK untuk menjaga kesehatan industri perbankan dan melindungi konsumen.
BPR Duta Niaga sebelumnya telah berada dalam pengawasan ketat sejak 15 Januari 2024, ketika OJK menempatkan bank ini dalam status Bank Dalam Penyehatan (BDP) karena berbagai masalah keuangan. Beberapa masalah utama yang dihadapi BPR ini adalah rasio kecukupan modal (CAR) yang kurang dari 12 persen, serta Cash Ratio (CR) yang rata-rata selama tiga bulan terakhir berada di bawah 5 persen.
Selain itu, Tingkat Kesehatan Bank (TKS) BPR Duta Niaga dinilai tidak sehat. OJK memberikan waktu bagi bank ini untuk melakukan upaya penyehatan, tetapi tidak ada perubahan yang signifikan pada kondisi keuangan BPR Duta Niaga.
Pada 12 November 2024, status bank ini diperbarui menjadi Bank Dalam Resolusi (BDR), dan OJK berharap bahwa pengurus serta pemegang saham BPR Duta Niaga dapat melakukan upaya yang diperlukan untuk memperbaiki permodalan dan likuiditas.
Namun, meskipun diberikan waktu yang cukup, upaya tersebut tidak membuahkan hasil yang diharapkan. OJK mengonfirmasi bahwa pengurus dan pemegang saham tidak mampu menyelesaikan masalah yang ada, sehingga langkah lebih lanjut diperlukan.
OJK kemudian menerima keputusan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada 26 November 2024, yang menyatakan bahwa BPR Duta Niaga tidak akan diselamatkan. LPS meminta OJK untuk mencabut izin usaha bank tersebut, dan OJK pun menindaklanjuti permintaan tersebut dengan mencabut izin usaha BPR Duta Niaga.
Dengan pencabutan izin usaha ini, LPS akan mengambil alih untuk menjalankan fungsi penjaminan dan melakukan proses likuidasi sesuai dengan peraturan yang berlaku, termasuk Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
OJK memberikan imbauan kepada nasabah BPR Duta Niaga agar tetap tenang karena dana yang ada di perbankan, termasuk BPR, dijamin oleh LPS sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Langkah ini menunjukkan komitmen OJK untuk terus memperkuat industri perbankan Indonesia dan memastikan bahwa nasabah tetap terlindungi meskipun terjadi likuidasi pada bank yang bermasalah.
Sebelumnya, OJK telah mencabut izin usaha dari 16 BPR pada tahun 2024, dengan sebagian besar penutupan ini disebabkan oleh masalah likuiditas dan manajemen yang buruk. (*)