KABARBURSA.COM - Pelaksana tugas (Plt) Kepala Departemen Literasi, Inklusi, dan Komunikasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ismail Riyadi, menjelaskan mekanisme yang harus dipenuhi oleh perusahaan yang ingin mencatatkan sahamnya sebagai saham syariah dalam proses pencatatan saham perdana atau IPO.
Ismail menjelaskan, perusahaan yang ingin memperoleh status saham syariah harus terlebih dulu mengajukan permohonan khusus kepada OJK dan memenuhi kriteria tertentu.
“Kalau misalkan IPO dan dia ingin dikategorikan sebagai saham syariah, maka harus ada permohonan," kata Ismail eksklusif kepada Kabarbursa.com usai menjadi narasumber acara Nyantri Saham bareng Kabar Bursa yang digelar di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, pada Sabtu, 15 Maret 2025.
Ismail menegaskan, ada beberapa parameter yang harus dipenuhi, seperti rasio utang berbasis bunga dan pendapatan tidak halal yang memiliki batasan tertentu. Semua itu sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yakni lembaga penilaian perusahaan syariah dari OJK sendiri.
Ismail menguraikan bahwa terdapat tiga kriteria utama bagi perusahaan yang ingin memperoleh status saham syariah. Pertama, pendapatan dari aktivitas yang tidak sesuai dengan prinsip syariah tidak boleh melebihi 10 persen dari total pendapatan perusahaan. Kedua, rasio utang berbasis bunga maksimal adalah 45 persen dari total aset.
“Masih diperbolehkan utang berbasis konvensional, namun maksimal 45 persen dari total asetnya. Hal ini mengacu pada fatwa bahwa yang dilarang adalah bunganya, bukan dana pokoknya,” ucap dia.
Ketiga, perusahaan harus memastikan bahwa kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Oleh karena itu, sebelum IPO, perusahaan harus mengajukan permohonan kepada OJK untuk dinilai apakah memenuhi kriteria sebagai saham syariah.
“Laporan keuangan dan prospektus akan ditelaah apakah ada aktivitas usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah. Jika pendapatan tidak halal lebih dari 10 persen atau utang berbasis bunga melebihi 45 persen, maka tidak bisa mendapatkan status saham syariah,” sambung dia.
Selain itu, status saham syariah ini tidak hanya ditentukan saat IPO. OJK secara berkala menerbitkan Daftar Efek Syariah (DES) setiap enam bulan sekali, yang merupakan hasil evaluasi dari laporan keuangan tahunan maupun laporan keuangan tengah tahun perusahaan efek.
“Mekanismenya, kita mengumpulkan laporan-laporan keuangan tersebut dan melihat apakah perusahaan masih memenuhi kriteria untuk dinyatakan sebagai saham syariah atau tidak,” katanya.
Terkait tren perusahaan yang mengajukan permohonan saham syariah dalam IPO, Ismail menyebutkan bahwa mayoritas perusahaan yang melakukan IPO ingin langsung mendapatkan status syariah.
“Setiap perusahaan yang ingin IPO kebanyakan ingin langsung dinyatakan sebagai saham syariah, dan jumlah permohonan ini terus meningkat,” katanya.
Dari sisi sektor, saham syariah didominasi oleh industri sektor riil, seperti manufaktur dan infrastruktur, sementara sektor keuangan cenderung lebih sedikit.
“Kalau sektor keuangan, itu tergantung apakah perusahaannya merupakan lembaga keuangan syariah atau tidak. Kalau bukan lembaga keuangan syariah, kecil kemungkinannya bisa masuk kategori saham syariah,” paparnya.
Untuk perusahaan sektor keuangan yang ingin mendapatkan status saham syariah, mereka harus beroperasi sebagai entitas keuangan syariah, memiliki izin sebagai lembaga jasa keuangan syariah, dan mengikuti prinsip-prinsip syariah dalam seluruh operasionalnya, termasuk dalam transaksi antarbank dan mekanisme pinjaman.
Selain itu, Ismail juga menyoroti perkembangan transaksi saham syariah berdasarkan wilayah. Berdasarkan survei tahun 2022, literasi dan inklusi keuangan syariah lebih banyak berkembang di Pulau Jawa dan Sumatera.
“Secara umum, akses terhadap perbankan dan industri keuangan syariah lebih besar di Jawa dan Sumatera. Namun, untuk transaksi saham, mayoritas terjadi di kota-kota besar di seluruh Indonesia,” ujarnya.
Menurut dia, tren pendaftaran perusahaan syariah dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Meski tidak disebut angka pastinya, Ismailo menyoroti terutama perusahaan yang sedang mencari kepercayaan investor publik dari IPO.
Mengenal Saham Syariah
Saham syariah merupakan instrumen investasi yang menawarkan peluang bagi para investor yang mengutamakan keberkahan dalam setiap langkah keuangan mereka.
Berbeda dengan saham konvensional, saham syariah diterbitkan oleh perusahaan yang menjalankan bisnisnya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam.
Dalam hal ini, perusahaan yang menerbitkan saham syariah harus memastikan bahwa kegiatan usaha mereka tidak melibatkan unsur yang dilarang dalam agama Islam, seperti riba (bunga), perjudian, atau kegiatan yang merugikan umat.
Prinsip-Prinsip Saham Syariah
Saham syariah didasarkan pada prinsip-prinsip syariah yang berorientasi pada keadilan, transparansi, dan penghindaran terhadap hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Investasi pada saham syariah menjamin bahwa setiap keuntungan yang diperoleh adalah halal dan berkah, sehingga memberikan rasa aman bagi para investor Muslim. Berikut adalah beberapa prinsip dasar yang harus dipenuhi oleh perusahaan penerbit saham syariah:
- Kegiatan Perusahaan Sesuai dengan Prinsip Syariah: Perusahaan yang menerbitkan saham syariah harus beroperasi dalam bidang yang tidak melanggar hukum syariah. Artinya, sektor usaha mereka harus halal, dan tidak boleh ada kegiatan yang bertentangan dengan ajaran agama Islam, seperti usaha yang berkaitan dengan alkohol, perjudian, atau barang haram lainnya.
- Batasan Utang: Untuk memenuhi syarat sebagai saham syariah, perusahaan harus menjaga rasio utang mereka agar tidak melebihi 45% dari total aset perusahaan. Hal ini bertujuan untuk menghindari keterlibatan perusahaan dalam kegiatan yang mengarah pada praktik riba (bunga), yang dilarang dalam Islam.
- Pendapatan Halal: Total pendapatan non-halal perusahaan tidak boleh lebih dari 10% dari total pendapatan usaha. Pendapatan yang tidak halal mencakup sumber pendapatan yang berasal dari kegiatan yang dilarang oleh syariah, seperti transaksi yang berkaitan dengan perjudian atau penjualan barang haram.
- Terdaftar di Daftar Efek Syariah (DES): Saham syariah harus terdaftar di Daftar Efek Syariah (DES) yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Daftar ini memuat perusahaan-perusahaan yang telah memenuhi kriteria syariah dan dapat diperdagangkan di pasar modal syariah.
Kegiatan yang Dihindari oleh Saham Syariah
Ada beberapa jenis kegiatan yang harus dihindari oleh perusahaan yang ingin menerbitkan saham syariah, antara lain:
- Perjudian (Maisir): Perusahaan yang terlibat dalam perjudian atau permainan yang tergolong judi, seperti kasino atau taruhan, tidak memenuhi syarat sebagai penerbit saham syariah.
- Perdagangan yang Dilarang: Perusahaan yang terlibat dalam perdagangan barang atau jasa yang dilarang dalam Islam, seperti daging babi, minuman keras, atau produk-produk haram lainnya, tidak dapat diterima dalam kategori saham syariah.
- Jasa Keuangan Ribawi: Saham syariah tidak dapat diterbitkan oleh perusahaan yang menawarkan jasa keuangan yang melibatkan bunga, seperti bank konvensional atau lembaga keuangan lainnya yang beroperasi dengan sistem ribawi.
- Usaha Haram: Perusahaan yang memproduksi, mendistribusikan, atau memperdagangkan barang-barang yang dianggap haram dalam Islam, termasuk narkotika atau produk-produk yang merusak moral, tidak dapat memenuhi kriteria saham syariah.
- Transaksi Suap: Saham syariah juga tidak dapat diterbitkan oleh perusahaan yang terlibat dalam praktik-praktik suap atau penyuapan yang bertentangan dengan prinsip keadilan dan kejujuran dalam Islam.
Keunggulan Saham Syariah
Saham syariah tidak hanya menawarkan keuntungan finansial, tetapi juga memberikan berbagai manfaat lebih bagi investor yang ingin berinvestasi dengan cara yang halal dan berkah. Beberapa keunggulan saham syariah antara lain:
- Investasi yang Halal: Saham syariah memberikan rasa aman dan tenang bagi investor Muslim karena dipastikan bahwa setiap keuntungan yang diperoleh berasal dari kegiatan yang halal dan sesuai dengan ajaran Islam.
- Diversifikasi Portofolio yang Luas: Meskipun jumlah saham syariah lebih sedikit dibandingkan dengan saham konvensional, jumlah saham syariah yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) terus berkembang. Ini memberi investor lebih banyak pilihan untuk melakukan diversifikasi investasi dalam sektor-sektor usaha yang berbeda.
- Potensi Kinerja yang Stabil: Saham syariah cenderung lebih stabil dan tahan terhadap krisis, karena perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam saham syariah biasanya fokus pada sektor-sektor yang lebih defensif dan memiliki tata kelola yang baik.
Secara keseluruhan, saham syariah merupakan pilihan investasi yang menarik bagi mereka yang menginginkan keuntungan finansial tanpa mengorbankan prinsip-prinsip agama. Dengan memenuhi kriteria syariah dan berfokus pada perusahaan-perusahaan yang menjalankan bisnis secara etis, saham syariah menawarkan peluang untuk berinvestasi dalam cara yang lebih bermakna dan sesuai dengan nilai-nilai Islam.(*)