KABARBURSA.COM - Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi, menyoroti pentingnya sikap selektif pemerintah dalam menerima investasi teknologi asing, khususnya di sektor kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).
Heru menyarankan agar investasi tersebut benar-benar memberikan manfaat konkret bagi perekonomian dan pengembangan teknologi dalam negeri, tidak sekadar menjadikan Indonesia sebagai pasar produk asing.
“Kita memang terbuka pada investasi teknologi, tetapi pastikan itu benar-benar investasi yang membawa dampak nyata bagi Indonesia, bukan hanya sekadar menjadikan Indonesia sebagai pasar,” ujar Heru kepada Kabarbursa.com, Rabu, 13 November 2024.
Heru menjelaskan bahwa banyak perusahaan global sering menyatakan niat untuk berinvestasi di Indonesia, tetapi akhirnya hanya memanfaatkan pasar tanpa komitmen jangka panjang.
Menurutnya, investasi asing yang ideal harus memenuhi sejumlah kriteria, termasuk nilai investasi yang jelas, pendirian badan usaha tetap di Indonesia, penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat lokal, serta kontribusi dalam bentuk pembayaran pajak.
“Jika mereka memang berinvestasi, nilainya harus jelas. Perusahaan tersebut juga harus mendirikan badan usaha tetap di Indonesia, sehingga memberi manfaat ekonomi langsung, termasuk membuka lapangan pekerjaan dan mendukung perekonomian nasional,” tegas Heru.
Heru juga menekankan pentingnya kerja sama dengan perusahaan dan tenaga kerja lokal dalam pengembangan teknologi, terutama di bidang AI. Menurutnya, hal ini akan memperkuat ekosistem digital dalam negeri, memberikan pelatihan bagi tenaga kerja Indonesia, dan mempercepat proses transfer teknologi.
Selain itu, Heru mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam memberikan "karpet merah" atau kemudahan khusus kepada investor asing.
“Sering kali, perusahaan global memberikan alasan untuk tidak merealisasikan investasi atau mengubah tujuan menjadi sekadar menjual produk di Indonesia. Hal ini harus menjadi perhatian agar kita tidak mudah memberi fasilitas khusus tanpa ada komitmen yang jelas,” ujarnya.
Heru menutup dengan menyatakan bahwa investasi asing seharusnya menjadi katalis bagi perkembangan teknologi lokal. Dengan strategi yang tepat, Indonesia dapat memanfaatkan investasi ini untuk menjadi negara yang tidak hanya menjadi pasar teknologi, tetapi juga mampu mengembangkan teknologi secara mandiri.
Ekosistem Artificial Intelligence
Sementara di sisi lain, pakar komunikasi digital dari Universitas Indonesia (UI), Firman Kurniawan, menyatakan bahwa investasi perusahaan teknologi global di sektor kecerdasan buatan (AI) dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia. Namun, ia mengingatkan bahwa tanpa persiapan sumber daya manusia (SDM) yang memadai, dampak positif AI justru bisa berubah menjadi ancaman bagi stabilitas sosial dan ekonomi.
“Di banyak negara, AI terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Namun, jika SDM tidak dipersiapkan dengan baik, AI berpotensi menjadi bumerang yang menyebabkan lonjakan pengangguran,” ujar Firman kepada Kabarbursa.com, Rabu, 13 November 2024.
Firman menjelaskan bahwa teknologi AI memungkinkan perangkat pintar menggantikan pekerjaan manusia dengan hasil yang lebih cepat dan efisien. Kendati demikian, tanpa perencanaan yang matang, kemajuan ini dapat menyebabkan gejolak sosial akibat banyaknya pekerjaan yang hilang, sehingga berpotensi menciptakan krisis pengangguran jika tidak segera diantisipasi.
Menurut proyeksi dari lembaga internasional seperti Gartner dan McKinsey, sekitar 85 juta pekerjaan diperkirakan akan hilang pada tahun 2025. Meskipun pada periode yang sama diperkirakan muncul 100 juta pekerjaan baru, Firman menekankan bahwa transisi ini tidak akan terjadi secara otomatis.
“Pekerjaan baru harus diciptakan, dan masyarakat perlu dilatih agar mampu memanfaatkannya. Proses ini memerlukan persiapan dan waktu,” jelasnya.
Firman mencontohkan posisi telemarketing yang kini banyak digantikan oleh teknologi AI. “Jika 500 posisi telemarketing digantikan oleh 50 perangkat AI, perusahaan memang akan mencapai efisiensi biaya. Namun, bagaimana nasib ratusan pekerja yang terdampak?” tanyanya.
Firman menyimpulkan bahwa investasi di bidang AI harus disertai dengan prioritas yang jelas untuk pengembangan SDM dan penciptaan ekosistem pendukung. “Diperlukan strategi yang sistematis agar investasi di AI tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menjaga stabilitas sosial,” tukas dia.
Langkah Penguatan SDM
Lebih lanjut Firman mengatakan, pengembangan dan penguatan sumber daya manusia (SDM) bidang artificial intelligence (AI) harus ada lebih dahulu dibandingkan investasinya. Hal ini beririsan dengan ketenagakerjaan khususnya lapangan pekerjaan di masa depan.
“Untuk investasi pada bidang ini, pada tahap awal sebaiknya difokuskan untuk pengembangan SDM. Tujuannya agar masyarakat Indonesia mampu mengenali dan melatih diri serta memanfaatkan AI untuk menghasilkan inovasi baru,” ungkap dia.
Kompetensi SDM yang mumpuni pada bidang kecerdasan buatan itu sangat krusial. Soalnya, persaingan akan terjadi bukan hanya antarmanusia melainkan antarmanusia pengguna AI berhadapan dengan orang berkemampuan yang serupa. “Mereka yang tidak memahami dan terlatih menggunakan AI akan tertinggal,” tegas Firman.
Ini sejalan dengan prioritas investasi pertama dalam AI yakni peningkatan “brainware” setiap individu atau kapasitas intelektual manusia. Tentunya ini berguna untuk setiap orang memahami dan memanfaatkan teknologi tersebut secara produktif dan etis.
“Pada tahap awal, kita perlu memastikan SDM tidak hanya dapat menggunakan tetapi juga memanfaatkannya untuk menciptakan suatu inovasi,” sambungnya.
Selanjutnya, imbuh pakar dari UI itu, barulah persoalan hardware dan software pendukung. Investasi besar bisa difokuskan para perangkat hingga aplikasi pendukung tersebut.
Di samping itu semua, Firman juga menegaskan perlunya pengembangan regulasi yang komprehensif, termasuk aturan etika, hukum, serta prosedur operasional standar (SOP) dalam penggunaan AI. “Hal itu harus diiringi dengan aturan dan hukum yang kuat serta penegakan hukum yang jelas agar ekosistem ini dapat berjalan optimal,” pungkasnya. (*)