KABARBURSA.COM – Pengamat ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin (FEB UNHAS), Muhammad Syarkawi Rauf mengatakan, salah satu penyebab stagnasi ekonomi Indonesia yang berada di angka 5 persen karena tingginya inefisiensi perekonomian nasional.
Hal ini diungkapkan usai sejumlah lembaga internasional seperti Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dan International Monetary Fund (IMF) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 masih di bawah 5 persen.
Syarkawi mengungkapkan, inefisiensi perekonomian nasional tercermin dari nilai ICOR Indonesia sebesar 6,245. Nilai ICOR tersebut jauh lebih tinggi dibanding sejumlah negara tetangga, seperti Vietnam (4,6), Thailand (4,4), Malaysia (4,5), dan India (4,5).
Perbedaan ini menunjukkan bahwa Indonesia masih memerlukan lebih banyak modal untuk menghasilkan tambahan output yang sama dibanding negara lain.
Sebagai perbandingan, India memiliki proporsi investasi terhadap PDB sebesar 31,2 persen, mirip dengan Indonesia, namun dengan ICOR lebih rendah yakni 4,5, pertumbuhan ekonominya mampu mencapai 6,93 persen.
Target pemerintah India hingga 2030 bahkan lebih ambisius, yakni menurunkan ICOR menjadi 2,7 untuk mendorong pertumbuhan rata-rata 10 persen, dengan kebutuhan investasi hanya sekitar 27 persen dari PDB.
“Hal ini kontras dengan Indonesia, dengan ICOR sebesar 6,245 maka untuk mencapai pertumbuhan 8,0 persen saja maka kebutuhan investasinya jauh lebih besar, yaitu sebesar 49,96 persen dari GDP,” ujar Syarkawi dalam keterangannya, Kamis, 13 November 2025.
Untuk mencapai target pertumbuhan 6–8 persen, ia menilai langkah utama yang perlu dilakukan pemerintah adalah meningkatkan efisiensi dan mengurangi kebocoran ekonomi nasional.
“Langkah paling penting adalah mendorong efisiensi dan mengurangi kebocoran dalam perekonomian nasional, dengan menurunkan angka ICOR dari 6,245 saat ini menjadi hanya 5–6 dalam lima tahun ke depan,” jelasnya.
Syarkawi menilai strategi tersebut harus dijalankan melalui kombinasi kebijakan jangka pendek dan panjang. Pemerintah perlu mendorong inovasi teknologi lewat transformasi digital nasional agar akses digital bisa menjangkau 90 persen wilayah provinsi dan kabupaten/kota.
Strategi Menurunkan Angka ICOR
Selain itu, peningkatan indeks kemudahan berbisnis juga menjadi prioritas dengan melakukan reformasi kelembagaan, memperkuat rule of law, dan memangkas biaya transaksi serta pungutan liar yang selama ini memperlemah daya saing investasi.
“Langkah ini tidak hanya akan menurunkan angka ICOR tetapi sekaligus meningkatkan daya tarik investasi Indonesia. Harapannya, peringkat kemudahan dalam berbisnis di Indonesia semakin baik. Paling tidak mendekati peringkat kemudahan berbisnis India pada peringkat 27,” ungkapnya.
Selain reformasi struktural, Syarkawi menilai adopsi teknologi digital terbaru juga sangat penting untuk mendorong efisiensi nasional.
“Mengadopsi teknologi digital terbaru melalui penggunaan Artificial Inteligent (AI), machine learning (ML), big data, Internet of Thing (IoT) dan automation dalam perekonomian nasional. Adopsi teknologi digital terbaru akan meningkatkan efisiensi dan mengurangi angka ICOR dari 6,245 menjadi sekitar 5–6 dalam lima tahun ke depan,” paparnya.
Ia menutup dengan menekankan pentingnya fokus pada sektor manufaktur unggulan sebagai penggerak utama ekonomi nasional.
“Menetapkan national champion di sektor manufaktur sebagai fokus pengembangan. Sehingga sebagian besar sumber daya nasional diarahkan untuk meningkatkan efisiensi sektor manufaktur unggulan. Langkah serupa juga pernah dilakukan oleh Jepang dan Korea, dengan sektor manufaktur yang efisien memberikan daya saing di pasar ekspor,” tegasnya.(*)