Logo
>

Penggunaan Batu Bara Australia Berkurang Lima Persen

Ditulis oleh KabarBursa.com
Penggunaan Batu Bara Australia Berkurang Lima Persen

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Cuaca berangin yang melanda tenggara Australia beberapa hari terakhir telah menyebabkan penurunan penggunaan pembangkit tenaga batu bara di bawah 50 persen dari total bauran energi negara tersebut untuk pertama kalinya.

    Menurut data dari Open-NEM, lembaga pengumpul data energi, kontribusi batu bara terhadap bauran pembangkit listrik Australia menyusut menjadi 49,2 persen selama sepekan yang berakhir pada hari Senin. Ini menandai penurunan signifikan di bawah setengah dari total konsumsi energi negara tersebut.

    Di sisi lain, energi angin kini menyuplai lebih dari seperempat dari total bauran listrik di Australia selama periode yang sama.

    Transisi cepat Australia menuju energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin, menggantikan pembangkit listrik tenaga batu bara yang sudah usang, menjadikannya sebagai laboratorium global dalam peralihan energi.

    Australia telah menjadi salah satu pasar listrik yang paling bergejolak di dunia, dengan contoh terbaru adalah penghentian perdagangan spot yang belum pernah terjadi sebelumnya pada Juni 2022.

    Data menunjukkan bahwa kontribusi pembangkit listrik tenaga batu bara turun menjadi 56 persen pada tahun lalu, turun drastis dari 87 persen pada tahun 2006, yang merupakan level tertinggi sepanjang abad ini.

    Output gabungan dari tenaga angin dan matahari mencapai 31 persen pada tahun 2023. Angka-angka ini mencerminkan data dari Pasar Listrik Nasional, yang menyuplai energi kepada lebih dari 80 persen populasi Australia.

    Australia, sebagai salah satu raksasa dalam produksi batu bara keras dunia, menempati posisi kelima setelah China, India, dan Amerika Serikat pada tahun 2021. Negeri Kanguru ini mengandalkan kekayaan batu bara yang melimpah untuk konsumsi domestik dan juga ekspor ke berbagai negara.

    Meskipun peran batu bara dalam bauran energinya telah berkurang, Australia masih berada di peringkat kedua dalam penggunaan batu bara untuk produksi energi dan pembangkitan listrik di antara negara-negara anggota Badan Energi Internasional (IEA) pada tahun 2021.

    Data IEA menunjukkan bahwa produksi batu bara keras Australia mengalami peningkatan, dari 348 juta ton pada tahun 2010-2011 menjadi 420 juta ton pada tahun 2020-2021, dengan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata sebesar 1,9 persen dalam satu dekade terakhir.

    Namun, tantangan besar muncul. Larangan impor tidak resmi oleh Tiongkok terhadap batu bara metalurgi, pandemi Covid-19, kekurangan tenaga kerja, serta cuaca ekstrem akibat La Niña yang menyebabkan hujan lebat dan badai hebat, semuanya berdampak negatif pada produksi dan ekspor batu bara Australia dalam beberapa tahun terakhir.

    Di tengah dinamika ini, meskipun ada upaya dari pemerintah untuk mengurangi perubahan iklim, produksi energi tak terbarukan di Australia masih berlanjut.

    Pada tahun 2030, emisi dari penggunaan batu bara harus mencapai puncaknya dan kemudian menurun drastis agar tetap dalam target 1,5°C yang ditetapkan oleh Perjanjian Paris, menurut laporan IEA.

    Batas Harga Batu Bara

    Langkah lebih lanjut diambil oleh Pemerintah Australia dengan menetapkan batas harga batu bara yang digunakan untuk pembangkitan listrik sebesar USD 125 per ton mulai 1 Juli 2023, bekerja sama dengan pemerintah negara bagian New South Wales dan Queensland. Ini merupakan bagian dari program senilai USD 1,5 miliar untuk mengurangi biaya utilitas tahunan bagi pelanggan hingga sekitar USD 230.

    Meski begitu, Menteri Perubahan Iklim dan Energi Chris Bowen siap mencabut pembatasan harga batu bara ini, dengan kompensasi yang mencapai ratusan juta USD bagi perusahaan listrik. Keputusan akhir masih belum diambil, namun biaya kompensasi untuk perusahaan batu bara diperkirakan mencapai USD 1,5 hingga USD 2 miliar, dengan pemerintah menanggung setengah dari jumlah tersebut.

    Sementara itu, industri batu bara Australia tidak tinggal diam. Mereka turut mendanai pengembangan teknologi rendah emisi (LET), seperti penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon (CCUS) serta produksi hidrogen berbasis gasifikasi. Sejak tahun 2008, pemerintah telah menginvestasikan total USD 790 juta dalam teknologi emisi terkait, termasuk CCUS.

    Namun, keberhasilan teknologi ini masih dipertanyakan. Misalnya, proyek CCUS di pabrik gas Gorgon di Pulau Barrow, Australia Barat, hanya mampu menyimpan sekitar sepertiga dari target karbon yang ditetapkan, memaksa para pendukung proyek untuk membeli kompensasi karbon.

    Selain karbon, emisi metana juga menjadi perhatian. Inisiatif Global Methane Pledge (GMP), yang diperkenalkan oleh AS dan Komisi Eropa pada COP26, mendorong pengurangan emisi metana hingga 30 persen dari tingkat tahun 2020 pada tahun 2030. Australia, meskipun belum memiliki tujuan nasional, baru-baru ini berkomitmen untuk bergabung dengan GMP.

    Menuju penghapusan batu bara, Australia berambisi mencapai emisi nol bersih pada tahun 2050 dan pengurangan emisi sebesar 43 persen pada tahun 2030. Namun, tidak ada jadwal pasti untuk penutupan pembangkit listrik tenaga batu bara atau tambang di negara tersebut. IEA telah mendesak pemerintah untuk berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait agar penutupan ini berjalan lancar.

    Tantangan terbesar Australia terletak pada pandangan politik yang terpecah mengenai sumber daya energi. Debat seputar energi terbarukan dan energi nuklir terus memanas, terutama menjelang COP28 di Dubai. Sementara pemerintah Koalisi Australia berkomitmen untuk melipatgandakan energi terbarukan, mereka juga berjanji untuk melipatgandakan energi nuklir jika oposisi terpilih sebagai pemimpin.

    Meski berjanji mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, batu bara masih memegang peranan penting dalam produksi energi domestik, menyumbang 64 persen dari total produksi energi, 32 persen dari total pasokan energi, dan 53 persen dari pembangkitan listrik. Tampaknya, perjalanan Australia menuju energi yang lebih bersih masih panjang dan penuh tantangan. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi