KABARBURSA.COM - Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf R Manilet, menilai bahwa visi dan misi presiden terpilih Prabowo Subianto dan wakil presiden Gibran Rakabuming untuk meningkatkan ekonomi pedesaan merupakan langkah yang relevan dalam upaya pemberantasan kemiskinan.
Namun, Yusuf juga menekankan bahwa perlu ada kebijakan yang realistis dan terukur untuk mencapai tujuan tersebut. “Desa memang perlu menjadi perhatian tersendiri, terutama jika kita bicara tentang menurunkan tingkat kemiskinan. Tingkat kemiskinan di desa relatif masih tinggi, terutama jika dibandingkan dengan perkotaan,” ujar Yusuf kepada Kabarbursa.com, Senin, 14 Oktober 2024.
Menurut Yusuf, banyak desa di Indonesia masih tergolong sebagai kantong kemiskinan. Faktor utama yang menyulitkan masyarakat desa untuk meningkatkan taraf hidup mereka adalah keterbatasan akses terhadap sumber daya, baik ekonomi, pendidikan, maupun layanan kesehatan.
“Keterbatasan akses pada sumber daya di desa menghambat kemampuan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Ini menjadi salah satu tantangan utama yang perlu diatasi jika Prabowo-Gibran serius ingin memperkuat ekonomi desa,” jelasnya.
Dalam visi Prabowo-Gibran, penguatan ekonomi desa menjadi salah satu prioritas. Yusuf menilai, salah satu instrumen yang bisa digunakan adalah dana desa, yang sebelumnya sudah ada sebagai bentuk dukungan pemerintah terhadap pembangunan desa. Namun, ia juga menyoroti adanya masalah dalam pengelolaan dana tersebut.
“Dana desa bisa dijadikan salah satu cara untuk meningkatkan ekonomi desa, tapi kita tahu efektivitasnya masih kurang. Di lapangan, seringkali ditemukan bahwa penggunaan dana desa tidak sesuai tujuan. Bahkan, ada penyalahgunaan oleh oknum pengelola desa,” paparnya.
Yusuf menekankan pentingnya evaluasi terhadap pengelolaan dana desa oleh pemerintahan Prabowo-Gibran. Ia menilai, jika dana tersebut dikelola dengan lebih tepat sasaran dan transparan, maka potensi untuk meningkatkan perekonomian desa akan semakin besar.
“Hal ini perlu menjadi evaluasi utama bagi Prabowo dan Gibran. Jika mereka bisa memastikan Dana Desa digunakan sesuai tujuan dan benar-benar untuk pemberdayaan ekonomi desa, maka penguatan ekonomi pedesaan bisa menjadi instrumen yang efektif untuk menurunkan kemiskinan,” tutup Yusuf.
Strategi Mengatasi Kemiskinan Ekstrem
Secara terpisah, dalam mengatasi kemiskinan ekstrem, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan komitmen oleh pemerintah. Menkeu menjelaskan bahwa ada tiga langkah utama dalam strategi pengurangan kemiskinan ekstrem.
Langkah pertama adalah mengurangi beban keluarga miskin dengan memberikan bantuan sosial, seperti Program Keluarga Harapan (PKH) kepada lebih dari 10 juta orang dan bantuan sembako kepada lebih dari 18 juta penerima.
Langkah kedua, lanjut Sri Mulyani, bertujuan untuk meningkatkan pendapatan keluarga miskin dengan kebijakan subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan program-program dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM), yang berfokus pada sektor pertanian, perikanan, serta usaha kecil menengah.
Langkah ketiga adalah mengatasi daerah dengan kantong-kantong kemiskinan melalui peningkatan transfer ke daerah yang memiliki tingkat kemiskinan ekstrem lebih tinggi.
Sri Mulyani juga menyoroti pentingnya penggunaan data yang akurat untuk memperkuat target pengurangan kemiskinan ekstrem. Penghargaan kepada daerah yang berhasil menurunkan tingkat kemiskinan ekstrem akan diberikan berdasarkan kualitas belanja daerah, kelembagaan, dan pemanfaatan data yang baik.
Jokowi Gagal Tumpas Kemiskinan
Adapun fakta saat ini menunjukkan bahwa pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) telah gagal mengatasi kemiskinan dan utang negara di Indonesia. Ekonom dari Bright Institute, Awalil Rizky, menilai bukti kegagalan Jokowi mengatasi kemiskinan dan mengurangi jumlah utang Indonesia yaitu tidak tercapainya target yang ditetapkan selama dua periode dia memimpin Indonesia.
Awalil membeberkan data, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, pemerintah menargetkan tingkat kemiskinan sebesar 7,5 persen pada 2019, namun realisasinya hanya mencapai 9,41 persen.
“Ditargetkan kemiskinan sebesar 7,5 persen pada 2019. Namun, realisasinya di atas itu, sebesar 9,4 persen,” kata Awalil
Kondisi itu berlanjut pada periode kedua Jokowi berkuasa. Dalam RPJMN 2020-2024, di mana target kemiskinan yang ditetapkan turun menjadi 6,5 persen pada 2024, namun karena faktor pandemi COVID-19, angka kemiskinan tetap tinggi, yaitu di angka 9,03 persen.
Awalil menegaskan, Jokowi tidak bisa mengelak telah gagal menurunkan angka kemiskinan di Indonesia. Pasalnya, dalam Nota Keuangan dan APBN 2024 menargetkan angka sebesar 6,5-7,5 persen sedangkan realisasinya hanya 9,03 persen.
“Target yang ditetapkan tiap tahun melalui Nota Keuangan dan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tidak tercapai,” ujar Awalil.
Meski Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penurunan tingkat kemiskinan sebesar 0,38 poin, Awalil menekankan, bahwa penurunan tersebut sangat lambat dibandingkan dengan era sebelumnya. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.