KABARBURSA.COM - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengumumkan bahwa Indonesia mengalami surplus neraca perdagangan komoditas perikanan yang signifikan sepanjang periode Januari hingga September 2024.
Surplus ini tercatat mencapai USD3,87 miliar, yang setara dengan Rp60,5 triliun (dengan asumsi kurs Rp 15.640). Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 7,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP Budi Sulistiyo mengatakan bahwa surplus perdagangan ini menegaskan posisi Indonesia sebagai negara neto eksportir produk perikanan.
“Ini adalah kado istimewa di ulang tahun KKP yang ke-25, dan diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian nasional,” ungkap Budi dalam siaran pers resmi KKP pada Senin, 28 Oktober 2024.
Selama periode tersebut, lanjut Budi, nilai ekspor produk perikanan Indonesia mencapai USD4,23 miliar dengan total volume ekspor mencapai 1,02 juta ton. Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 3,1 persen dibandingkan September 2023.
Peningkatan signifikan dalam volume ekspor tercatat pada bulan Agustus 2024, di mana volume ekspor mengalami kenaikan hingga 34,2 persen, sementara nilai ekspor tumbuh 10,7 persen dibandingkan bulan yang sama pada tahun sebelumnya.
Budi menekankan bahwa Amerika Serikat (AS) tetap menjadi pasar utama bagi produk perikanan Indonesia, dengan total nilai ekspor mencapai USD1,38 miliar, atau sekitar 32,6 persen dari total ekspor perikanan.
Selain itu, ekspor ke China juga mengalami pertumbuhan sebesar 7,8 persen, sementara negara-negara ASEAN mencatatkan peningkatan ekspor sebesar 18,7 persen.
“Negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan Uni Eropa menjadi pasar penting bagi produk perikanan Indonesia, masing-masing menyumbang USD569,75 juta (13,5 persen) dan USD309,41 juta (7,3 persen) dari total ekspor,” jelas Budi.
Peluang Pasar Eropa yang Besar
Salah satu pencapaian yang mencolok adalah peningkatan ekspor ke Uni Eropa, yang tumbuh sebesar 23,3 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Budi menekankan bahwa hal ini menunjukkan adanya potensi besar bagi pasar Eropa yang dapat terus dimanfaatkan oleh pelaku usaha perikanan Indonesia.
Komoditas unggulan dalam ekspor produk perikanan mencakup beberapa jenis, di mana udang menjadi komoditas ekspor terbesar dengan nilai USD1,18 miliar, atau 28,1 persen dari total ekspor.
“Selain itu, Tuna-Cakalang-Tongkol (TCT) dan Cumi-Sotong-Gurita (CSG) juga mencatatkan peningkatan masing-masing sebesar 7,9 persen dan 24,7 persen,” paparnya.
Peningkatan yang signifikan juga terlihat pada ekspor Rajungan-Kepiting, yang meningkat hingga 40,4 persen, berkontribusi positif terhadap pertumbuhan nilai ekspor secara keseluruhan.
Di sisi lain, lanjut Budi, impor produk perikanan Indonesia mengalami penurunan yang signifikan hingga 26,2 persen pada September 2024, dengan nilai mencapai USD366,98 juta dan volume sebesar 212,49 ribu ton. Penurunan ini dianggap sebagai sinyal positif bagi surplus neraca perdagangan perikanan nasional.
Menurut Direktur Pemasaran Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP, Erwin Dwiyana, China menjadi negara asal impor terbesar produk perikanan Indonesia dengan nilai USD64,96 juta, berkontribusi sekitar 17,7 persen dari total impor. Namun, angka ini menurun 42,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan terbesar terjadi pada impor Makarel dan Rajungan-Kepiting, yang masing-masing mencatatkan penurunan lebih dari 50 persen.
Kemudian Erwin menyebutkan salah satu langkah strategis yang diambil adalah memperluas akses ke pasar tradisional, seperti Uni Eropa dan Jepang, serta menjajaki pasar baru di kawasan non-tradisional seperti Afrika Utara dan Asia Selatan.
Promosi produk perikanan Indonesia di pasar internasional juga menjadi fokus utama, termasuk partisipasi dalam pameran global seperti Japan International Seafood & Technology Expo dan Trade Expo Indonesia.
Pemerintah juga berkomitmen untuk menjaga keberlanjutan produk perikanan melalui hilirisasi, sehingga nilai tambah produk dapat dirasakan oleh masyarakat Indonesia secara lebih merata. Erwin berharap langkah-langkah ini dapat terus meningkatkan daya saing produk perikanan nasional di masa depan.
“Dengan berbagai upaya ini, kami optimis bahwa ekspor produk perikanan Indonesia dapat terus mengalami peningkatan," pungkas Erwin.
Sektor Perikanan Topang Ketahanan Pangan
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono, meyakini program ekonomi biru mampu membawa sektor kelautan dan perikanan sebagai penopang ketahanan pangan seiring dengan bertambahnya populasi penduduk dan tantangan perubahan iklim.
“Kita dihadapkan dengan berbagai tantangan seiring semakin banyaknya populasi manusia dan perubahan iklim, salah satunya persoalan pangan. Tapi saya optimis, sektor kelautan dan perikanan bisa berkontribusi menjawab tantangan tersebut,” ungkap Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono dalam keterangan tertulisnya, Minggu, 26 Oktober 2024.
Untuk itu, Trenggono meminta seluruh jajajaranya bekerja maksimal menjalankan program ekonomi biru, mulai dari pembuatan regulasi hingga implementasinya di lapangan. Dia mengaku tidak ada toleransi, khususnya para pejabat yang dinilai bekerja lambat menjalankan program ekonomi biru.
“Eselon I yang lambat akan dimasukin ke kotak dulu. Kita ganti yang baru, yang lebih bagus dan lebih cepat. Kita gali terus. Eselon II juga sama, 2025 tidak ada istilahnya toleransi, tidak ada,” tegasnya.
Adapun terdapat lima kebijakan ekonomi biru yang menekankan keseimbangan antara kepentingan ekologi dan ekonomi menurutnya harus dilaksanakan untuk memastikan keberlanjutan sektor kelautan dan perikanan. Pada periode pertama kepemimpinan di KKP, Trenggono membangun program ekonomi biru beserta regulasinya, sebagai roadmap transformasi sektor kelautan dan perikanan.
Di periode dua, Trenggono sendiri mengaku akan fokus pada pelaksanaan lima program ekonomi mulai dari perluasan kawasan koservasi, hingga pembersihan sampah plastik di laut, harus dikebut pelaksanaannya. Trenggono juga berkomitmen untuk bekerja cepat dan tuntas sehingga membutuhkan tim yang siap menyokongnya.
“Tidak ada waktu lagi untuk santai-santai, saatnya melaju. Program sudah ada, tinggal melanjutkan secara cepat dan tuntas,” tegasnya.
Neraca Perdagangan Surplus
Diberitakan sebelumnya, KKP mencatat surplus neraca perdagangan komoditas perikanan sepanjang periode Januari hingga September 2024 sebesar USD3,87 miliar. Angka menunjukan surplus dengan peningkatan sebesar 7,2 persen dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya.
Direktur Jenderal (Dirjen) Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP, Budi Sulistiyo menuturkan, nilai ekspor produk perikanan Indonesia hingga September 2024 mencapai USD4,23 miliar dengan total volume ekspor sebesar 1,02 juta ton. Dia menyebut, nilai ekspor yang dicapai meningkat sebesar 3,1 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2023.
Sementara merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), peningkatan signifikan terjadi pada Agustus 2024. Budi menyebut, di bulan tersebut volume ekspor meningkat 34,2 persen dan nilainya tumbuh 10,7 persen dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun sebelumnya.
Budi menuturkan, peningkatan ini menjadi penanda positif bagi kinerja ekspor perikanan nasional. Adapun Amerika Serikat (AS) tetap menjadi pasar utama bagi produk perikanan Indonesia dengan nilai ekspor mencapai USD1,38 miliar atau 32,6 persen dari total ekspor perikanan. “Kabar baiknya, pasar ekspor ke negara lain mengalami peningkatan,” tuturnya.
Budi merinci, ekspor perikanan ke Tiongkok mengalami pertumbuhan 7,8 persen, sedangkan negara kawasan ASEAN meningkat sebesar 18,7 persen. Dia menegaskan, negara-negara di kawasan ASEAN dan Uni Eropa menjadi pasar penting mengingat masing-masing menyumbang USD 569,75 juta atau sekitar 13,5 persen dan USD 309,41 juta atau sekitar 7,3 persen terhadap total ekspor produk perikanan Indonesia.
Bahkan peningkatan terbesar terlihat pada ekspor ke Uni Eropa yang tumbuh 23,3 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. “Ini menunjukkan potensi besar bagi pasar Eropa yang dapat terus dimaksimalkan oleh pelaku usaha perikanan Indonesia,” jelas Budi.
Adapun produk perikanan utama pada periode ini terdiri dari beberapa komoditas unggulan seperti udang yang menjadi komoditas ekspor terbesar dengan nilai mencapai USD 1,18 miliar atau 28,1 persen dari total ekspor produk perikanan Indonesia.
Selain itu, komoditas lain seperti Tuna-Cakalang-Tongkol (TCT) dan Cumi-Sotong-Gurita (CSG) mengalami peningkatan signifikan, masing-masing tumbuh 7,9 persen dan 24,7 persen. Kemudian peningkatan sebesar 40,4 persen pada ekspor Rajungan-Kepiting juga memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan nilai ekspor keseluruhan.
“Peningkatan ekspor CSG terutama didorong oleh permintaan yang kuat dari Tiongkok dan ASEAN,” katanya.
Di saat yang sama, impor Indonesia mencatatkan penurunan yang signifikan hingga 26,2 persen hingga September 2024. Angka tersebut mencapai USD366,98 juta dengan volume sebesar 212,49 ribu ton. “Penurunan impor ini menjadi sinyal baik bagi surplus neraca perdagangan perikanan kita,” tutur Budi.
Dengan neraca perdagangan yang surplus ini diharapkan keinginan dan rencana untuk swasembada pangan dapat segera diwujudkankan. (*)