KABARBURSA.COM - Direktur Eksekutif Institut for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menanggapi rencana pemerintah yang akan menambah insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) dan memperbesar kuota subsidi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk memperkuat daya beli masyarakat kelas menengah terhadap perumahan atau rumah layak huni.
Kata Tauhid Ahmad, mengimplementasian program FLPP yang efektif akan sangat membantu masyarakat masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan mempercepat akses mereka untuk mendapatkan rumah bersubsidi.
Namun, untuk mencapai target tersebut, kata Tauhid, pemerintah memerlukan anggaran yang cukup besar.
"Program ini sangat membantu sekali. Tetapi pemerintah membutuhkan anggaran yang cukup besar," kara Tauhid kepada Kabar Bursa, Rabu, 28 Agustus 2024.
Meski begitu, lanjut Tauhid, program FLPP ini harus dipertahankan, bahkan diperluas cakupannya.
Selain fokus pada MBR, ke depannya cakupannya diperluas ke kelas menengah yang saat ini mengalami penurunan daya beli, terutama di tengah ketatnya likuiditas.
"Banyak bank saat ini lebih memilih menempatkan dana mereka pada portofolio keuangan ketimbang menyalurkan kredit, khususnya di sektor properti," ungkapnya.
Dengan memperluas cakupan FLPP, diharapkan dapat memberikan dukungan yang lebih luas dan efektif, membantu berbagai lapisan masyarakat untuk memperoleh rumah yang layak dan mendorong pertumbuhan sektor perumahan secara keseluruhan.
Sisa Anggaran Program FLPP Rp5,1 Triliun
Sebelumnya, Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) melaporkan sisa alokasi pembiayaan untuk rumah subsidi melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yaitu sebesar Rp5,1 triliun.
Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho mengatakan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait semakin menipisnya likuiditas untuk pembiayaan rumah subsidi ini.
"Kami sedang dalam proses menyelesaikan sisa kuota yang belum tersalurkan, sekitar Rp5,1 triliun," ujar Heru saat ditemui Kabar Bursa di Kantor BP Tapera, Jakarta, Senin, 26 Agustus 2024.
Heru berharap tambahan pembiayaan FLPP bisa segera dicairkan pada September 2024 untuk mengurangi kekhawatiran para pengembang.
"Prosesnya sedang berjalan, Kementerian PUPR sudah sangat intens berkoordinasi dengan Kemenkeu. Kami sebagai operator tinggal menunggu saja," ujarnya.
Sebagai informasi, Hingga 15 Agustus 2024, BP Tapera telah menyalurkan pembiayaan perumahan melalui skema FLPP sebanyak 111.784 unit rumah, dengan total nilai mencapai Rp13,62 triliun. Penyaluran ini mencakup 33 provinsi dan 387 kabupaten/kota, melibatkan 37 bank penyalur, serta dibangun oleh 6.579 pengembang di 9.713 lokasi perumahan.
Selain itu, melalui skema pembiayaan Tapera, telah disalurkan sebanyak 3.512 unit rumah dengan total nilai Rp583,55 miliar. Namun, menurut Deputi Komisioner Bidang Pemupukan Dana BP Tapera, Doddy Bursman, upaya ini tidak bisa dilakukan sendirian oleh BP Tapera.
"Kami membutuhkan kerja sama yang kuat dari seluruh pemangku kepentingan terkait dalam ekosistem perumahan," ujar Doddy, Senin, 26 Agustus 2024.
Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2023, angka backlog kepemilikan rumah secara nasional masih sangat tinggi, mencapai 9,9 juta rumah tangga. Selain itu, terdapat pula backlog Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) yang menyentuh angka 26,9 juta rumah tangga pada periode yang sama.
Pemerintah Tambah Insentif PPN DTP dan FLPP
Diberitakan sebelumnya, pemerintah berencana akan menambah insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) dan kuota subsidi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) guna memperkuat masyarakat kelas menengah.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa pemerintah telah menyetujui untuk menambah insentif PPN DTP properti dari yang sebelumnya 50 persen untuk semester II-2024, menjadi 100 persen sampai bulan Desember 2024. Kemudian, target kuota FLPP juga ditambah dari 166.000 unit, menjadi 200.000 unit mulai 1 September 2024.
"Jadi dua kebijakan tersebut berlaku pada 1 September 2024, dan diharapkan dapat mendorong kemampuan kelas menengah," kata Airlangga Hartarto dalam konferensi pers dialog yang bertajuk ‘Peran dan Potensi Kelas Menengah Menuju Indonesia Emas 2045’ yang digelar di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa, 27 Agustus 2024.
Menurut dia, dengan diberlakukannya dua kebijakan tersebut mulai 1 September, maka diharapkan kelas menengah akan semakin mampu mendorong sektor konsumsi. Kata Airlangga, sektor konsumsi dan perumahan memiliki efek berlipat ganda yang tinggi.
"Kita tahu sektor konsumsi dan perumahan itu multiplier effect-nya tinggi," ujarnya.
Airlangga menegaskan, dua program tersebut bertujuan untuk memperkuat kelas menengah yang dinilai sebagai motor penggerak perekonomian nasional.
"Kami sampaikan bahwa kelas menengah adalah motor penggerak ekonomi nasional," kata Airlangga. (*)