KABARBURSA.COM - Rating and Investment Information, Inc. (R&I) Senin, 30 September 2024, mengafirmasi Sovereign Credit Rating (SCR) Republik Indonesia di peringkat BBB+, yang berada dua tingkat di atas investment grade, dengan outlook positif. Keputusan ini mencerminkan keyakinan R&I terhadap stabilitas ekonomi Indonesia, yang diperkirakan akan terus berlanjut, didukung oleh fundamental ekonomi yang semakin kuat dan ketahanan eksternal yang terjaga.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, menyatakan bahwa penegasan R&I atas peringkat Indonesia menunjukkan kepercayaan internasional yang kuat terhadap kondisi makroekonomi yang stabil dan sistem keuangan yang terjaga.
"R&I percaya bahwa prospek ekonomi jangka menengah akan meningkat, meskipun di tengah ketidakpastian global yang dihadapi terutama pada paruh pertama tahun 2024," ungkapnya dalam keterangan pers di Jakarta.
Kekokohan peringkat ini didukung oleh sinergi yang erat antara Bank Indonesia, pemerintah, dan Otoritas Jasa Keuangan. Keberhasilan kerja sama ini menciptakan kredibilitas yang terjaga baik, yang menjadi landasan penting dalam menjaga kepercayaan investor domestik maupun asing.
Peningkatan Prospek Sebelumnya
Sebelumnya, pada 25 Juli 2023, R&I telah meningkatkan prospek Republik Indonesia menjadi positif dari stabil. Peringkat SCR Indonesia tetap pada angka BBB+, menunjukkan bahwa negara ini dianggap layak investasi, meskipun tantangan global yang terus ada.
R&I memperkirakan ekonomi Indonesia akan tetap solid pada paruh kedua tahun 2024, dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen untuk keseluruhan tahun. Prediksi ini sejalan dengan proyeksi Bank Indonesia yang mencatat angka pertumbuhan di kisaran 4,7 persen-5,5 persen. Stabilitas harga juga diyakini akan terjaga berkat kebijakan moneter yang disiplin dari Bank Indonesia, serta kerja sama yang semakin erat dengan pemerintah dalam pengendalian inflasi.
Dari segi ketahanan eksternal, R&I memperkirakan defisit transaksi berjalan akan tetap rendah, berkisar pada 1 persen dari PDB (Produk Domestik Bruto). Ini menunjukkan bahwa Indonesia dapat mengelola neraca pembayaran dengan baik, menjaga keseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran.
Komitmen Fiskal Pemerintah
Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Erwin Haryono, menekankan bahwa pemerintah berkomitmen untuk menjaga disiplin fiskal di awal pemerintahan baru. Hal ini dilakukan dengan menjaga defisit fiskal di bawah 3 persen dari PDB. Komitmen ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak hanya fokus pada pertumbuhan, tetapi juga pada keberlanjutan fiskal yang sehat.
Afirmasi peringkat SCR BBB+ oleh R&I dengan outlook positif adalah sinyal positif bagi investor dan pelaku pasar. Keberlanjutan pertumbuhan ekonomi yang solid, ketahanan eksternal, dan komitmen disiplin fiskal merupakan faktor kunci yang mendukung peringkat ini.
Meskipun tantangan global masih ada, sinergi antara lembaga keuangan dan pemerintah menjadi pendorong utama untuk menjaga stabilitas ekonomi Indonesia ke depan. Dengan kondisi ini, Indonesia tetap menjadi negara yang menarik bagi investasi, memberikan harapan akan pertumbuhan yang berkelanjutan di masa mendatang.
RI Tambah Utang
Hingga Agustus 2024, utang RI telah menembus Rp8.461,93 triliun. Rencananya, tahun depan pemerintah berencana menambah utang lagi sebesar Rp775 triliun. Adapun utang tersebut akan berasal dari beberapa sumber, seperti penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) maupun pinjaman.
Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Riko Amir, Jumat, 27 September 2024, mengatakan utang sebesar Rp775 triliun akan berasal dari penerbitan SBN netto sebanyak Rp642,5 triliun. Sementara, penarikan pinjaman akan berjumlah Rp133 triliun.
"Jadi, pembiayaan anggaran kita Rp616,8 triliun. Itu diperoleh dari pembiayaan utang berjumlah Rp775 triliun dan investasinya negatif Rp105,4 triliun. Di mana pinjamannya akan terdiri dari pinjaman dalam dan luar negeri," jelasnya.
Lalu, dikutip dari salinan Undang-undang APBN 2025, pinjaman tersebut akan berasal dari dalam negeri sebesar Rp5,1 triliun dan pinjaman dari luar negeri yang ditargetkan mencapai Rp128 triliun. Jadi, secara keseluruhan postur APBN 2025 dirancang memiliki belanja sejumlah Rp3.621 triliun dengan pendapatan sebesar Rp3.005 triliun.
Selain menarik utang, rencananya pemerintahan yang baru nanti akan melakukan strategi refinancing untuk membayar utang jatuh tempo tahun depan sebesar Rp800 triliun. Adapun utang-utang itu turun per akhir Agustus 2024 dan jelang lengsernya Presiden Joko Widodo pada Oktober mendatang, total utang pemerintah sebesar Rp8.461,93 triliun.
Total utang itu turun Rp40,76 triliun dari catatan per akhir Juli 2024 sebesar Rp8.502,69 triliun. Rasio utang terhadap produk domestik bruto juga turun menjadi 38,49 persen dari sebelumnya pada bulan lalu sebesar 38,68 persen.
Untuk defisit anggaran pada 2025, pemerintah baru merancangnya sebesar 2,53 persen dari PDB atau senilai Rp616 triliun.(*)