Logo
>

Sektor Manufaktur AS Tunjukkan Pemulihan Setelah Delapan Bulan Terpuruk

Ditulis oleh Pramirvan Datu
Sektor Manufaktur AS Tunjukkan Pemulihan Setelah Delapan Bulan Terpuruk

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Aktivitas manufaktur di Amerika Serikat menunjukkan tanda-tanda pemulihan pada bulan November, dengan pesanan yang meningkat untuk pertama kalinya dalam delapan bulan terakhir, sementara pabrik-pabrik menghadapi penurunan signifikan pada harga input.

    Seperti lansiran The Business Times yang dikutip pada Selasa, 3 Desember 2024, Institute for Supply Management (ISM) melaporkan bahwa PMI manufaktur naik menjadi 48,4 pada bulan November, dibandingkan dengan 46,5 pada Oktober, yang tercatat sebagai level terendah sejak Juli 2023. Angka PMI di bawah 50 masih menandakan adanya kontraksi pada sektor manufaktur, yang berkontribusi sebesar 10,3 persen terhadap ekonomi.

    Para ekonom yang disurvei oleh Reuters sebelumnya memperkirakan PMI akan naik menjadi 47,5. Kenaikan PMI ini juga mencerminkan peningkatan pada survei sentimen lainnya, yang dipengaruhi oleh harapan terhadap kebijakan yang lebih mendukung bisnis dari pemerintahan Trump yang akan datang.

    Meski demikian, November masih tercatat sebagai bulan kedelapan berturut-turut di mana PMI tetap berada di bawah angka 50, meskipun tetap berada di atas level 42,5, yang menurut ISM sering kali mengindikasikan adanya ekspansi ekonomi secara keseluruhan.

    PMI tersebut menandakan bahwa sektor manufaktur masih terperangkap dalam resesi yang cukup dalam, akibat dari kebijakan kenaikan suku bunga yang agresif oleh Federal Reserve pada 2022 dan 2023 untuk menanggulangi inflasi. Namun, meskipun situasi ini, ada secercah harapan bagi pemulihan di masa depan.

    Picu Volatilitas Dan Respons Berlebihan

    Dalam beberapa bulan terakhir, pasar keuangan global telah menunjukkan bagaimana ketidakpastian politik dan kebijakan ekonomi dapat memicu volatilitas dan respons berlebihan terhadap perubahan dinamika ekonomi. Salah satu contohnya adalah pergerakan dolar AS, yang terus menjadi pusat perhatian dalam diskusi pasar global.

    Dolar AS saat ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari ketidakpastian pemilu AS hingga kebijakan moneter yang fluktuatif di berbagai negara maju.

    Pada awalnya, dolar AS sempat melemah di tengah spekulasi bahwa kemenangan Donald Trump dalam pemilu 2024 akan membawa perubahan besar pada kebijakan ekonomi AS.

    Kampanye Trump yang menekankan penurunan nilai dolar dan revitalisasi industri domestik, sempat menurunkan kepercayaan pasar terhadap mata uang ini. Trump dan calon wakil presiden JD Vance, mengusulkan bahwa depresiasi dolar akan mendorong peningkatan produksi dalam negeri dan mengurangi defisit perdagangan.

    Namun, seiring mendekatnya pemilu dan meningkatnya ketidakpastian politik, narasi di pasar pun berubah. Kemenangan Trump justru dipandang sebagai potensi pendorong penguatan dolar melalui tiga dampak ekonomi utama: penumpukan utang lebih besar, peningkatan suku bunga, dan lonjakan tarif perdagangan internasional.

    Kebijakan Trump yang berfokus pada reshoring produksi AS dan pengetatan peraturan perdagangan, terutama terhadap Eropa dan Jepang, diperkirakan akan meningkatkan permintaan terhadap dolar dan memperkuat posisinya di pasar global.

    Kenaikan Suku Bunga dan Tekanan Inflasi

    Tidak hanya pemilu AS yang mempengaruhi pasar. Kebijakan moneter Federal Reserve (The Fed) juga menjadi faktor kunci yang membentuk kinerja dolar AS. Setelah menaikkan suku bunga secara agresif hingga puncaknya pada Juli 2023, The Fed mulai menurunkan suku bunga secara bertahap.

    Pada akhir tahun 2024, diperkirakan akan ada penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin, yang mencerminkan upaya The Fed untuk merespons pertumbuhan ekonomi AS yang masih kuat (2,8 persen pada kuartal ketiga 2023) namun dengan inflasi yang sudah terkendali.

    Dengan penurunan inflasi yang signifikan, terutama diukur melalui PCE deflator yang turun dari 7,2 persen pada Juni 2022 menjadi 2,1 persen pada September 2024, kebijakan moneter yang diterapkan saat ini tampak lebih ketat daripada yang diperkirakan.

    Meski begitu, tingkat suku bunga yang relatif tinggi masih mendorong investor global untuk mencari keuntungan lebih besar di pasar AS, sehingga mendukung penguatan dolar.

    Selain faktor domestik, perkembangan ekonomi global turut memengaruhi pergerakan dolar AS. Di Cina, berbagai upaya untuk menstabilkan pasar properti dan ekuitas serta memperkuat keuangan pemerintah lokal terus dilakukan.

    Meski konsumsi Cina telah meningkat pesat dalam satu dekade terakhir, banyak ekonom Barat masih mengkritik ketergantungan Cina pada ekspor. Namun, pada kenyataannya, ekspor Cina sebagai persentase dari PDB-nya tidak berbeda jauh dengan negara-negara maju lainnya seperti Jerman dan Jepang.

    Di sisi lain, bank sentral di banyak negara G10 mulai melonggarkan kebijakan moneter seiring dengan penurunan tekanan inflasi global. Bank Sentral Eropa (ECB), misalnya, telah memangkas suku bunga pada pertemuan berturut-turut, dan spekulasi tentang pemotongan lebih lanjut terus meningkat.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Pramirvan Datu

    Pram panggilan akrabnya, jurnalis sudah terverifikasi dewan pers. Mengawali karirnya sejak tahun 2012 silam. Berkecimpung pewarta keuangan, perbankan, ekonomi makro dan mikro serta pasar modal.