KABARBURSA.COM - Presiden Terpilih Prabowo Subianto akan menghadapi tantangan berat dalam menyusun dan mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, karena dia harus berhadapan langsung dengan serangkaian risiko ekonomi global yang semakin kompleks.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa setidaknya ada empat ancaman utama yang akan memengaruhi stabilitas APBN pada tahun depan.
"Global environment masih sangat tidak pasti, meskipun kita melihat ada suatu pola yang berulang," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers RAPBN 2025 di kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Jumat, 16 Agustus 2024.
Empat Ancaman Besar Mengintai APBN 2025
Setidaknya ada empat ancaman yang akan dihadapi Prabowo Subianto. Pertama, suku bunga global yang tetap tinggi menjadi ancaman serius. Inflasi jasa yang terus bertahan di level tinggi membuat bank sentral dunia, terutama The Fed (bank sentral Amerika Serikat), sulit menurunkan suku bunga.
Kondisi ini dapat memicu aliran modal keluar dari Indonesia dan menekan rupiah.
Ancaman kedua yaitu, tensi geopolitik yang terus memanas, tak hanya menciptakan ketidakpastian global, tetapi juga membebani rantai pasok internasional.
Ia menyebutkan, meningkatnya eskalasi konflik antara Amerika Serikat (AS) dengan China membuat proteksionisme dan fragmentasi global meningkat.
Ditambah lagi perang yang berkepanjangan antara Rusia dengan Ukraina, serta konflik yang memburuk di Timur Tengah, semuanya bisa mengganggu perdagangan dan investasi global.
Ancaman ketiga yaitu, prospek pertumbuhan ekonomi global yang diperkirakan akan tetap lemah menjadi bayang-bayang gelap bagi perekonomian Indonesia. Ditambah lagi potensi resesi dan tekanan fiskal di AS, perlambatan ekonomi China, serta pemulihan yang masih rapuh di Eropa akibat dampak COVID-19, akan menekan permintaan global dan berdampak negatif pada ekspor Indonesia.
Ancaman terakhir, gejolak di pasar keuangan internasional semakin memperburuk situasi.
Volatilitas nilai tukar dan imbal hasil surat utang negara yang tinggi, asset repricing, serta arus modal internasional yang tidak menentu, bisa membuat pasar keuangan semakin rentan.
Berdasarkan pemaparan di atas, Menkeu Sri Mulyani menekankan pentingnya kebijakan yang fokus pada daya beli masyarakat dan penciptaan lapangan kerja sebagai upaya meredam dampak dari risiko-risiko ini.
"Oleh karena itu, kebijakan seperti daya beli dan penciptaan lapangan kerja menjadi sangat penting, termasuk dalam hal itu kebijakan di bidang kesehatan dan pendidikan," tegasnya.
Jokowi Minta Prabowo Fokus pada Tujuh Hal
Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memaparkan strategi tujuh strategi utama yang akan dilanjutkan oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto dalam menjaga stabilitas ekonomi Indonesia.
Strategi ini dimulai dengan fokus pada pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang unggul, produktif, dan inovatif.
Kata Jokowi, pemerintah akan meningkatkan kualitas pendidikan, menyediakan program makan bergizi gratis, serta melakukan renovasi sekolah untuk memastikan fasilitas pendidikan yang memadai.
Selain itu, kesehatan berkualitas dan perlindungan sosial juga menjadi prioritas untuk menciptakan SDM yang siap bersaing.
Lanjut Jokowi, transformasi ekonomi yang ramah lingkungan juga menjadi salah satu pilar utama, dengan penekanan pada hilirisasi dan aktivitas ekonomi yang bernilai tambah tinggi namun rendah emisi dan berorientasi pada ekspor.
Menurut dia, hal ini sejalan dengan upaya meningkatkan inklusivitas dan pemerataan kesejahteraan di seluruh wilayah Indonesia, memastikan bahwa manfaat pertumbuhan ekonomi dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Jokowi juga menekankan, untuk mendukung transformasi, pembangunan infrastruktur harus terus dilanjutkan, dengan fokus pada sektor-sektor penting seperti pendidikan, pangan, energi, dan konektivitas.
Dia juga menyoroti soal reformasi birokrasi yang harus terus dilakukan dengan melakukan penyederhanaan regulasi agar tercipta iklim usaha yang lebih baik dan efisien.
Selain itu, pemerintah Indonesia akan memperkuat ekonomi kreatif dan kewirausahaan melalui pemberdayaan UMKM dan peningkatan akses permodalan.
Dalam hal pertahanan dan keamanan, pemerintah berkomitmen untuk memperkuat kapasitas nasional serta mencapai kemandirian pangan dan energi," kata Jokowi saat berpidato dalam RAPBN 2025 di Sidang Paripurna ke-1 tahun 2024-2025 DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 16 Agustus 2024,
Dengan strategi-strategi ini, Jokowi berharap dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif, berkelanjutan dan merata di seluruh penjuru Indonesia, serta memberikan manfaat yang luas bagi seluruh masyarakat.
Defisit APBN 2025 Rp616 Triliun
Pemerintah memproyeksikan anggaran belanja negara pada tahun 2025 mencapai Rp3.613,1 triliun, yang merupakan rekor tertinggi dalam sejarah.
Anggaran belanja ini merupakan target yang lebih tinggi dibandingkan APBN 2024 yang sebesar Rp3.325,1 triliun.
"Gambaran besar arsitektur RAPBN 2025 adalah sebagai berikut: belanja negara direncanakan sebesar Rp3.613,1 triliun," kata Jokowi saat membacakan Nota Keuangan dan Penyampaian Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 16 Agustus 2024.
Jokowi menjelaskan bahwa belanja negara ini akan dibagi menjadi belanja pemerintah pusat sebesar Rp2.693,2 triliun dan transfer ke daerah senilai Rp919,9 triliun.
Dari belanja pemerintah pusat, sektor pendidikan akan mendapat alokasi terbesar sebesar Rp722,6 triliun, diikuti oleh anggaran perlindungan sosial sebesar Rp504,7 triliun, dan sektor kesehatan dengan alokasi Rp197,8 triliun.
Selain itu, anggaran untuk ketahanan pangan diproyeksikan sebesar Rp124,4 triliun, dan pembangunan infrastruktur direncanakan mendapat alokasi Rp400,3 triliun.
"Belanja akan dijaga agar tetap efisien dan produktif, sehingga tidak hanya mendukung program prioritas pemerintah, tetapi juga menghasilkan multiplier effect yang kuat terhadap perekonomian," tambah Jokowi.
Di sisi lain, Jokowi memaparkan bahwa pendapatan negara pada 2025 direncanakan sebesar Rp2.996,9 triliun, yang terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp2.490,9 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp505,4 triliun. Dengan demikian, pemerintah memproyeksikan defisit APBN 2025 sebesar 2,53 persen dari produk domestik bruto (PDB), atau setara dengan Rp616,2 triliun. (*)