Logo
>

Trump dan Xi Buka Jalur Baru untuk Negosiasi Dagang

Trump dan Xi sepakat membuka kembali negosiasi dagang demi meredakan ketegangan tarif dan persaingan ekspor mineral penting.

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Trump dan Xi Buka Jalur Baru untuk Negosiasi Dagang
Trump dan Xi kembali bicara soal tarif, visa, dan pasokan mineral penting. Negosiasi dagang dibuka lagi, tapi ketegangan tetap mengintai. Foto: CFR.org.

KABARBURSA.COM – Presiden Donald Trump menyebut pembicaraan perdananya dengan Presiden China Xi Jinping setelah kembali menjabat sebagai presiden berjalan “sangat positif.” Dalam percakapan selama satu setengah jam itu, kedua pemimpin sepakat membuka kembali jalur negosiasi untuk mengatasi kebuntuan tarif dan pasokan global mineral tanah jarang.

“Tim dari masing-masing negara akan segera bertemu di lokasi yang masih akan ditentukan,” tulis Trump lewat media sosial miliknya, dikutip dari AP di Jakarta, Jumat, 6 Juni 2025.

Delegasi Amerika Serikat akan diwakili Menteri Keuangan Scott Bessent, Menteri Perdagangan Howard Lutnick, dan Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer.

Trump yang memulai masa jabatan keduanya pada Januari lalu, juga menyebut bahwa Xi “dengan ramah” mengundangnya bersama Ibu Negara Melania Trump ke China. Trump pun membalas undangan itu dengan mengajak Xi berkunjung ke Amerika Serikat.

Kementerian Luar Negeri China mengonfirmasi bahwa Trump adalah pihak yang menginisiasi percakapan antarpemimpin dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia itu. Dalam pernyataan resminya, Beijing menyebut Xi mendesak Washington agar mencabut “langkah-langkah negatif” yang selama ini diterapkan terhadap China.

Trump juga dikutip mengatakan bahwa “AS senang menerima mahasiswa China yang ingin belajar di Amerika.” Padahal, di saat yang sama, pemerintahannya sedang menyiapkan langkah pencabutan sejumlah visa pelajar dari China.

Masih dari pernyataan resmi China, Xi mengibaratkan hubungan kedua negara seperti kapal besar yang harus dikemudikan dengan arah yang tepat. Ia berharap kerja sama ini bisa menghindari “berbagai gangguan dan hambatan.”

Padahal, sehari sebelumnya, Trump sempat mengeluh bahwa menjalin kesepakatan dengan Xi itu susahnya bukan main. “Saya suka Presiden Xi, selalu suka, dan akan terus begitu. Tapi dia sangat keras dan sangat sulit diajak membuat kesepakatan!!!” tulis Trump dalam unggahan media sosialnya.

Hubungan Dagang AS-China Masih Tegang Meski Negosiasi Jalan

Direktur Senior Program China di Foundation for Defense of Democracies, Craig Singleton, bilang bahwa panggilan telepon antara Trump dan Xi memang berhasil menghentikan eskalasi konflik dagang, tapi belum menyentuh akar persoalan hubungan kedua negara.

Kondisi sekarang bisa dibilang tenang tapi rapuh. Gedung Putih masih menimbang langkah balasan berikutnya, sementara Beijing juga bersiap membalas kapan pun Washington memantik gesekan baru. “Kita tinggal selangkah lagi menuju konfrontasi,” kata Singleton.

Senada dengan itu, Gabriel Wildau dari konsultan Teneo menulis bahwa percakapan Trump dan Xi berhasil mencegah jalur negosiasi keluar rel, tapi belum ada terobosan berarti dalam isu-isu utama.

Perundingan dagang sempat macet usai kesepakatan 12 Mei lalu, saat kedua negara setuju memangkas tarif sambil melanjutkan dialog. Namun, persaingan merebut dominasi ekonomi membuat titik temu sulit dicapai.

Amerika Serikat menuduh China menahan ekspor mineral penting, sementara Beijing memprotes pembatasan penjualan chip canggih dan aturan visa untuk mahasiswa asal China.

Trump sempat memangkas tarif impor barang China dari 145 persen menjadi 30 persen selama 90 hari demi memberi ruang dialog. China juga ikut memangkas tarif barang asal AS dari 125 persen ke 10 persen. Tapi aksi saling tarik-ulur itu bikin pasar global bergejolak dan bisa mengganggu arus perdagangan dunia.

Menteri Keuangan AS Scott Bessent sebelumnya mengatakan, satu-satunya cara untuk membuka kembali negosiasi secara serius adalah lewat pembicaraan langsung antara Trump dan Xi. Tapi, ketegangan mendasar tetap belum selesai.

Selama panggilan telepon itu, Xi menegaskan niat China untuk berunding dengan tulus tapi tetap berpegang pada prinsip. Melalui Kementerian Luar Negeri China, pemerintah China juga bilang bahwa mereka selalu menepati apa yang telah dijanjikan.

Meski negosiasi bisa berlanjut, tujuan kedua negara tetap saling bertolak belakang. Trump ingin mengurangi ketergantungan AS pada pabrik China dan membangun ulang industri di dalam negeri. Sementara China ingin terus melaju di sektor kendaraan listrik dan kecerdasan buatan demi mengamankan masa depan ekonominya.

Amerika mencatat defisit perdagangan senilai USD295 miliar (setara Rp4.867 triliun) terhadap Tiongkok sepanjang 2024, menurut data Biro Sensus AS. Di sisi lain, ekonomi China masih terseok usai krisis properti dan lockdown pandemi yang melemahkan konsumsi rumah tangga.

Trump dan Xi terakhir bicara pada Januari, tiga hari sebelum pelantikan presiden AS. Saat itu mereka juga membahas isu perdagangan dan desakan Trump agar China bertindak lebih tegas mencegah masuknya fentanyl sintetis ke AS.

Meski selama ini Trump tampak optimistis soal peluang kesepakatan besar, belakangan nada bicaranya berubah tajam. “Berita buruknya: China, mungkin tak mengejutkan bagi sebagian orang, TELAH MELANGGAR KESPAKATAN KITA SEPENUHNYA,” tulis Trump pekan lalu. “Selamat tinggal citra Mr. NICE GUY!”(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Moh. Alpin Pulungan

Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).