Analis Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menjelaskan bahwa tekanan terhadap saham perbankan terutama disebabkan oleh kondisi ekonomi makro yang menantang.
"Walaupun fundamental perbankan domestik masih cukup solid, tekanan suku bunga tinggi yang dipertahankan oleh Bank Indonesia telah menyebabkan tingginya biaya pinjaman. Meski demikian, potensi pertumbuhan kredit tetap optimis, terutama di tahun 2024, seiring dengan peningkatan konsumsi domestik menjelang momentum Natal dan Tahun Baru (Nataru)," kata Nafan kepada Kabarbursa.com dikutip Rabu, 15 Januari 2025.
Nafan juga mencatat bahwa pelemahan ini lebih dipengaruhi oleh sentimen pasar daripada kinerja fundamental perbankan itu sendiri. “Investor masih khawatir terhadap dinamika global, termasuk kebijakan pro-growth dalam Trumponomics 2.0 yang mendorong aliran modal ke Amerika Serikat. Hal ini mengakibatkan terjadinya capital outflow dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia,” ucap dia.
Selain itu, kenaikan imbal hasil obligasi Amerika Serikat (US Treasury yield) yang menipiskan spread dengan Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia juga menambah tekanan pada pasar keuangan domestik.
“Ketika spread antara yield obligasi AS dan SBN kita semakin kecil, maka investor asing cenderung menarik dananya dari pasar domestik. Ini yang menyebabkan tekanan tambahan terhadap saham-saham perbankan, terutama bank-bank besar seperti BRI, Bank Mandiri, dan BNI,” kata dia.
Kendati demikian, Nafan optimis terhadap prospek jangka panjang sektor perbankan. "Emiten perbankan besar masih menunjukkan komitmen pada pembagian dividen yang menarik, yang menjadi nilai tambah bagi investor jangka panjang," katanya.
Fundamental ekonomi domestik juga dinilai masih solid, sehingga perbankan tetap memiliki peluang pertumbuhan yang baik.
Nafan menekankan pentingnya fokus pada fundamental dalam menghadapi kondisi pasar yang fluktuatif. "Pelemahan IHSG saat ini lebih bersifat sementara. Jika emiten terus memperkuat kinerja fundamentalnya, termasuk menjaga margin dan komitmen terhadap tata kelola perusahaan yang baik, maka sektor perbankan tetap menjadi sektor menarik bagi investor," ujar dia.
Para pelaku pasar kini menunggu perkembangan lebih lanjut dari kebijakan moneter domestik dan global, yang akan menjadi penentu arah pasar modal ke depan.
Indeks Berpotensi Menembus
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan hari ini menghadapi ujian penting. IHSG ditutup melemah 0,86 persen ke level 6.956 pada perdagangan Selasa, 14 Januari 2025. Posisi ini memicu kekhawatiran bahwa indeks berpotensi menembus level support krusial.
Head of Technical Analyst MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana, mengatakan jika IHSG mampu bertahan di atas area support-, maka masih ada peluang bagi indeks untuk menguat dan menguji level resistance di 7.197 dalam skenario hitam.
“Waspadai, apabila IHSG terkoreksi di bawah 6,931, maka diperkirakan IHSG akan menguji 6,742-6,835,” kata Herdirya dalam laporan risetnya, Rabu, 15 Januari 2025.
Saham-Saham yang Menarik Dipantau
Selain mengulas pergerakan IHSG, Herditya juga memberikan beberapa analisis terhadap saham-saham yang dinilai menarik perhatian.
1. AMMN
Saham AMMN mencatat performa signifikan. Pergerakan harganya perlu dicermati mengingat target penguatan potensial di level Rp9.050 dan Rp9.675, namun risiko koreksi tetap perlu diwaspadai dengan batas bawah pergerakan di level Rp8.025.
“AMMN terkoreksi 3,53 persen ke 8,200 disertai dengan munculnya volume penjualan. Selama AMMN masih mampu berada di atas 8,025 sebagai stoplossnya, maka posisi AMMN sedang berada di awal wave A dari wave (B,” kata Herditya.
2. GOTO
Saham teknologi ini menunjukkan tanda-tanda penguatan seiring meningkatnya volume pembelian. “GOTO menguat 1,27 persen ke 80 disertai dengan munculnya volume pembelian, pergerakannya pun cenderung konsolidasi. Kami perkirakan, posisi GOTO saat ini sedang berada di awal wave [ii] dari wave C, sehingga GOTO rawan berbalik arah,” jelas Herditya.
3. INCO
Saham INCO dinilai masih berada dalam tren kenaikan setelah mencatat level tertinggi di Rp3.680. Potensi kenaikan dapat mengarah ke Rp3.760 dan Rp3.810, namun investor perlu mencermati support Rp3.500 sebagai acuan risiko.
“Kami perkirakan, posisi INCO saat ini sedang berada pada bagian awal dari wave A dari wave (B),” ujar Herditya.
4. TINS
TINS menunjukkan pola yang positif dalam perdagangan. Pergerakan harga di kisaran Rp1.060 hingga Rp1.095 menjadi titik penting untuk mengantisipasi target penguatan di level Rp1.170 dan Rp1.215.
“TINS menguat 4,67 persen ke 1,120 dan masih didominasi oleh volume pembelian. Kami perkirakan, posisi TINS saat ini sedang berada pada bagian dari wave iii dari wave (a) dari wave [b],” jelas Herditya.(*)
Disclaimer: Artikel ini bukan untuk mengajak, membeli, atau menjual saham. Segala rekomendasi dan analisa saham berasal dari analisis atau sekuritas yang bersangkutan, dan Kabarbursa.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian investasi yang timbul. Keputusan investasi ada di tangan investor. Pelajari dengan teliti sebelum membeli/menjual saham.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.