KABARBURSA.COM – Bursa Efek Indonesia (BEI) meminta penjelasan resmi PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) terkait pengajuan pendanaan sebesar USD500 juta kepada Danantara.
Permintaan klarifikasi ini muncul setelah muncul pemberitaan publik mengenai proposal pinjaman besar tersebut di tengah kondisi keuangan KRAS yang masih tertekan dan harga saham yang fluktuatif.
Dalam keterbukaan informasi, Corporate Secretary KRAS, Fedaus, menjelaskan bahwa permohonan dukungan dana itu diajukan untuk memperkuat likuiditas dan operasional utama, khususnya dalam bentuk Pinjaman Pemegang Saham (PPS) senilai USD250 juta yang akan disalurkan pada tahap awal.
Fedaus merinci, dana itu akan digunakan untuk pembelian bahan baku baja seperti slab, hot rolled coil (HRC), dan cold rolled coil full hard (CRC F/H) yang dipasok ke pabrik Hot Strip Mill (HSM) dan unit Cold Rolling Mill (CRM) milik entitas anak PT Krakatau Baja Industri (KBI) serta PT Krakatau Pipe Industries (KPI).
Dalam jangka menengah, emiten pelat merah ini juga berencana mengajukan tambahan hingga USD500 juta untuk penyelesaian restrukturisasi utang setelah tercapai kesepakatan baru dengan perbankan.
“Dengan dukungan Danantara, PTKS akan beroperasi secara optimal dan mengurangi beban biaya bahan baku yang sebelumnya menggunakan pembiayaan dari pihak ketiga,” tulis Fedaus dalam keterangan tertulisnya.
KRAS menilai pembiayaan baru itu akan berdampak positif pada kinerja keuangan karena dapat meningkatkan EBITDA hingga USD31,9 juta.
Selama ini, kebutuhan modal kerja Krakatau Steel banyak ditutup melalui skema pembiayaan dari financier eksternal dengan bunga tinggi. Pendanaan semacam ini menekan margin laba karena biaya pinjaman langsung terakumulasi ke dalam harga pokok bahan baku.
Di tengah kondisi industri baja global yang lesu, langkah mencari pendanaan murah dari lembaga pemerintah menjadi pilihan realistis bagi KRAS untuk menjaga kelangsungan produksi.
Namun, bursa menilai langkah itu perlu dijelaskan secara terbuka kepada publik mengingat skala pendanaan yang besar dan potensi pengaruhnya terhadap kelangsungan usaha.
Dalam surat permintaan klarifikasi sebelumnya, BEI juga menyoroti posisi keuangan KRAS yang masih rapuh pasca proses restrukturisasi multi-tahap sejak 2020.
Adapun, laporan keuangan konsolidasian per 30 Juni 2025 menunjukkan kondisi yang belum pulih. Total liabilitas KRAS tercatat USD2,53 miliar, dengan ekuitas hanya USD377,7 juta. Rasio utang terhadap ekuitas (DER) berada di kisaran 6,7 kali, menandakan tekanan finansial tinggi.
Selama semester I 2025, perseroan masih membukukan rugi bersih sebesar USD105,38 juta, memburuk dibandingkan rugi USD60 juta pada periode yang sama tahun sebelumnya. Kas dan setara kas juga menurun tajam menjadi USD63,58 juta dari posisi USD100,3 juta pada akhir 2024.
Kinerja operasional sebenarnya menunjukkan sedikit perbaikan. Berdasarkan laporan keuangan dan siaran pers resmi, pendapatan triwulan II 2025 mencapai USD460,83 juta atau setara Rp7,48 triliun, naik dari periode yang sama tahun sebelumnya. Laba kotor tercatat USD33,97 juta dengan margin 7,37 persen, mencerminkan adanya efisiensi biaya operasional hingga 16 persen.
Dalam keterangan tertulis, Direktur Utama Krakatau Steel Akbar Djohan menyebut perbaikan ini sebagai bagian dari strategi transformasi bisnis baja nasional, terutama setelah fasilitas Hot Strip Mill 1 kembali aktif sejak awal 2025. (*)