KABARBURSA.COM - Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa transaksi perbankan digital pada Juli 2024 mencatat pertumbuhan signifikan sebesar 30,50 persen year on year (yoy), mencapai 1.845,27 juta transaksi.
Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur BI bulan Agustus 2024, menyampaikan bahwa transaksi uang elektronik (UE) juga mengalami peningkatan sebesar 22,61 persen (yoy) dengan total 1.272,35 juta transaksi.
Menurut Perry, kinerja ekonomi dan keuangan digital sepanjang Juli 2024 tetap solid berkat sistem pembayaran yang andal, aman, serta berjalan lancar. Seperti dalam keterangannya, di Jakarta, Rabu 21 Agustus 2024.
Dalam hal nilai, transaksi BI-RTGS mencatat kenaikan 15,36 persen (yoy), mencapai Rp15.450 triliun. Pada sektor ritel, volume transaksi BI-FAST melesat 65,08 persen (yoy) menjadi 301,41 juta transaksi.
Transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM/debet justru mengalami penurunan 9,57 persen (yoy) menjadi 584,95 juta transaksi. Sebaliknya, transaksi kartu kredit tumbuh 15,35 persen (yoy) dengan total 39,83 juta transaksi.
Selain itu, penggunaan QRIS terus meningkat pesat, tumbuh 207,55 persen (yoy), dengan jumlah pengguna mencapai 51,43 juta dan jumlah merchant yang terdaftar sebanyak 33,21 juta.
Dari sisi pengelolaan uang rupiah, jumlah uang kartal yang diedarkan (UYD) tumbuh 9,45 persen (yoy) menjadi Rp1.041,02 triliun.
Lebih lanjut, Perry menegaskan bahwa stabilitas infrastruktur sistem pembayaran tetap terjaga, didukung oleh interkoneksi struktur industri yang semakin meluas.
Dari aspek infrastruktur, Sistem Pembayaran Bank Indonesia (SPBI) terus berjalan dengan baik, aman, dan andal, didukung oleh likuiditas serta operasional yang memadai.
Dari sisi struktur industri, interkoneksi sistem pembayaran dan pengembangan ekosistem Ekonomi Keuangan Digital (EKD) terus menunjukkan peningkatan. Transaksi pembayaran berbasis Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP), yang memfasilitasi interkoneksi antar-sistem pembayaran, tumbuh positif didorong oleh perluasan kerja sama di antara para pelaku industri.
BI juga terus memastikan ketersediaan uang rupiah dengan jumlah yang memadai dan kualitas yang layak edar di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), termasuk di daerah 3T (terdepan, terluar, dan terpencil).
Pengguna Uang Elektronik
Perbedaan antara Central Bank Digital Currency (CBDC), atau yang lebih dikenal sebagai rupiah digital, dengan uang elektronik ternyata cukup signifikan. Bank Indonesia (BI) menjelaskan bahwa uang elektronik adalah alat pembayaran dalam bentuk elektronik di mana nilai uang disimpan dalam media elektronik tertentu. Pengguna uang elektronik harus terlebih dahulu menyetorkan uangnya kepada penerbit dan menyimpannya dalam media elektronik sebelum menggunakannya untuk bertransaksi.
Sementara itu, Central Bank Digital Currency (CBDC) merupakan uang digital yang diterbitkan dan dikontrol peredarannya oleh bank sentral. CBDC digunakan sebagai alat pembayaran sah yang dapat menggantikan uang kartal. CBDC bertindak sebagai representasi digital dari mata uang suatu negara, dalam hal ini rupiah.
Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Ryan Rizaldy, menjelaskan perbedaan utama antara keduanya. Rupiah digital diterbitkan oleh BI selaku otoritas moneter, sedangkan uang elektronik bisa diterbitkan oleh pihak swasta atau lembaga non-perbankan.
“Gampangnya kalau CBDC diterbitkan bank sentral. Kalau kartu debit itu uangnya bank umum. Kalau e-money, Gopay, OVO ini kan diterbitkan lembaga non-bank,” jelas Ryan.
Keamanan dan Kepercayaan pada CBDC
Ryan menekankan bahwa CBDC yang diterbitkan BI memiliki risiko rendah, yang diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap rupiah digital. Menurutnya, saat ini adalah waktu yang tepat bagi bank sentral untuk menerbitkan uang digital, mengingat transaksi digital semakin berkembang.
Penerbitan rupiah digital juga merupakan langkah antisipatif untuk memitigasi risiko stabilitas pasar keuangan akibat masifnya penggunaan aset kripto.
“Bank sentral ini lembaga keuangan dengan risiko kreditnya lebih rendah. Pasti di sini mudah-mudahan trust system. Ini bagian dari upaya kita untuk memberikan layanan publik pada masyarakat. Saat ini memang sudah zamannya digital, sudah saatnya bank sentral kita ini buat digital money,” ujar dia.
Tidak Menggantikan Uang Tunai dan Elektronik
Meskipun rupiah digital akan diperkenalkan, Ryan memastikan bahwa keberadaan uang tunai dan uang elektronik tidak akan dihilangkan. Rupiah digital hanya akan menambah opsi transaksi, sehingga masyarakat memiliki berbagai pilihan dalam bertransaksi sesuai situasi yang dihadapi.
“Prinsip yang kami pegang adalah eksistensi. Hidup orang Indonesia bisa lebih resilient, bisa bertransaksi dalam berbagai situasi, CBDC bisa memperkaya itu,” jelas Ryan.
Dengan demikian, rupiah digital diharapkan dapat memberikan fleksibilitas tambahan bagi masyarakat Indonesia dalam melakukan transaksi keuangan, selain menggunakan uang tunai dan uang elektronik.(*)