Logo
>

KRL Berbasis NIK: Solusi atau Masalah Baru

Ditulis oleh Uslimin Usle
KRL Berbasis NIK: Solusi atau Masalah Baru

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Kereta Rel Listrik (KRL) semakin menjadi primadona transportasi publik di Indonesia. Data terbaru menunjukkan lonjakan signifikan jumlah penumpang KRL, terutama di wilayah Jabodetabek. Apa yang membuat KRL begitu populer? Apa saja tantangan yang dihadapi dan peluang yang terbuka di masa depan?

    Kemacetan lalu lintas yang semakin parah di kota-kota besar menjadi salah satu faktor utama yang mendorong masyarakat beralih ke transportasi umum. KRL, dengan kecepatan dan frekuensi perjalanan yang tinggi, menjadi pilihan yang sangat menarik. Selain itu, integrasi pembayaran dengan kartu multi-trip semakin memudahkan pengguna.

    Meski popularitasnya terus meningkat, KRL juga menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya adalah kapasitas. Pada jam-jam sibuk, KRL seringkali penuh sesak. Selain itu, ada juga isu mengenai kenaikan tarif. Beberapa waktu lalu, sempat ada wacana untuk menaikkan tarif KRL. Hal ini memicu pro dan kontra di kalangan masyarakat.

    Ke depannya, KRL diharapkan bisa menjadi tulang punggung transportasi publik di Indonesia. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan upaya bersama dari pemerintah, operator kereta api, dan masyarakat. Beberapa hal yang perlu dilakukan antara lain, peningkatan kapasitas. Di sini termasuk perluasan jalur, penambahan rangkaian kereta, dan optimalisasi jadwal perjalanan.

    Dengan berbagai perbaikan itu, layanan KRL dipastikan akan semakin meningkat. Saat ini saja, pertumbuhan pengguna KRL cukup signifikan. Sepanjang Semester I Tahun 2024, KRL berhasil mengangkut 179.165.921 orang. Angka itu naik 15 persen dari jumlah 155.331.685 orang pada periode yang sama tahun sebelumnya.

    Angka itu tidak hanya mencerminkan keberhasilan perusahaan dalam menyediakan layanan transportasi publik yang andal. Akan tetapi, juga menunjukkan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menggunakan moda transportasi publik untuk mengurangi kemacetan dan polusi.

    Peningkatan volume penumpang tidak terbatas hanya di area Jabodetabek. Rute-rute seperti Yogyakarta-Palur dan Basoetta, mencatat kenaikan pengguna yang luar biasa. Masing-masing sebesar 130 persen. Angka ini menunjukkan bahwa minat masyarakat terhadap layanan KRL tidak hanya berpusat di ibu kota. Tapi, juga meluas ke wilayah-wilayah lain yang mengalami pertumbuhan urbanisasi. Rute lain seperti Merak, juga menunjukkan peningkatan sebesar 29 persen. Itu menunjukkan adanya potensi besar untuk terus memperluas jaringan KRL ke daerah-daerah baru.

    Pihak pengelola KRL sendiri tidak tinggal diam. Menghadapi tantangan peningkatan jumlah penumpang ini berbagai upaya telah dilakukan untuk memperbaiki kualitas dan kapasitas layanan. Salah satunya adalah dengan menambah jumlah perjalanan. Terutama pada saat musim liburan, seperti libur Lebaran dan libur sekolah. Penambahan ini bertujuan untuk mengakomodasi lonjakan penumpang dan mengurangi kepadatan di dalam kereta, sehingga perjalanan menjadi lebih nyaman.

    Selain itu, inovasi sistem pembayaran melalui Kartu Multi Trip (KMT) juga menjadi langkah strategis. Dengan KMT, penumpang dapat menggunakan satu kartu untuk berbagai moda transportasi, termasuk KRL, LRT, MRT, serta beberapa layanan bus di kota-kota besar. Integrasi ini mempermudah mobilitas masyarakat, membuat perjalanan antar moda lebih praktis dan efisien. Sepanjang Semester I, tercatat bahwa 49,42 persen transaksi tiket KRL menggunakan KMT, menunjukkan respons positif dari pengguna terhadap sistem ini.

    Keberhasilan KRL dalam meningkatkan volume pengguna tidak terlepas dari dukungan anggaran pemerintah. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, KAI mendapatkan alokasi subsidi PSO (Public Service Obligation) sebesar Rp4.797,1 miliar. Anggaran ini ditujukan untuk meningkatkan pelayanan kelas ekonomi, termasuk untuk KRL Jabodetabek, KRL Yogyakarta, dan LRT Jabodebek. Subsidi ini akan digunakan untuk perbaikan kualitas layanan, penambahan armada, serta inovasi-inovasi lainnya.

    Berbasis NIK

    Salah satu inovasi yang akan didukung oleh anggaran ini adalah penerapan sistem tiket elektronik berbasis NIK (Nomor Induk Kependudukan). Sistem ini diharapkan dapat mengoptimalkan penyaluran subsidi. Memastikan bahwa hanya mereka yang berhak dapat menerima manfaat subsidi, dan mencegah kebocoran anggaran. Namun, penerapan sistem berbasis NIK ini tidak luput dari kontroversi.

    Kekhawatiran utama adalah masalah privasi data. Pengumpulan dan pengelolaan data NIK dalam skala besar menimbulkan risiko penyalahgunaan dan kebocoran informasi. Di era digital saat ini, isu privasi sangat sensitif dan harus ditangani dengan serius untuk menghindari dampak negatif bagi individu maupun masyarakat.

    Selain isu privasi, penerapan sistem NIK juga berpotensi menimbulkan diskriminasi. Masyarakat yang tidak memiliki NIK, seperti warga negara asing dan kelompok marginal, mungkin akan kesulitan mengakses layanan KRL. Ini bisa menciptakan ketidakadilan dalam akses terhadap transportasi publik.

    Penggunaan NIK juga berisiko menimbulkan stigmatisasi. Sangat boleh jadi, penumpang mungkin diperlakukan berbeda berdasarkan status ekonomi mereka. Hal itu tentu saja dapat memperburuk ketimpangan sosial.

    Dari sisi operasional, penerapan sistem berbasis NIK memerlukan infrastruktur teknologi yang canggih dan andal. Ketergantungan pada teknologi ini berarti bahwa setiap gangguan teknis bisa menghambat operasional KRL dan menurunkan kenyamanan pengguna. Oleh karena itu, investasi besar dalam infrastruktur teknologi diperlukan, termasuk pengadaan perangkat dan pengembangan sistem yang memadai. Hal ini memerlukan dukungan anggaran tambahan dan kesiapan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah.

    Salah satu kekhawatiran lain dari penerapan tarif berbasis NIK adalah dampaknya terhadap perilaku pengguna transportasi. Jika penumpang yang tidak berhak mendapatkan subsidi harus membayar tarif yang lebih tinggi, ada kemungkinan mereka akan kembali menggunakan kendaraan pribadi.

    Jika hal ini sampai terjadi, tentu saja menjadi kontraproduktif. Sebab, peningkatan penggunaan kendaraan pribadi akan meningkatkan emisi gas rumah kaca dan konsumsi bahan bakar fosil. Hal itu terang saja bertentangan dengan tujuan keberlanjutan lingkungan hidup.

    Masih Tarif Lama

    Tarif KRL Jabodetabek belum mengalami kenaikan sejak 2016, dengan tarif dasar tetap di angka Rp3.000 untuk 25 kilometer pertama, dan tambahan Rp1.000 untuk setiap 10 kilometer berikutnya. Meski tarif ini relatif terjangkau, isu kenaikan tarif terus menjadi pembicaraan. Pada 2022, Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan mengusulkan kenaikan tarif dasar menjadi Rp5.000. Hingga saat ini, usulan tersebut belum terealisasi, namun kebutuhan untuk menaikkan tarif semakin mendesak.

    Kenaikan tarif dianggap perlu untuk menutupi biaya operasional, perawatan infrastruktur, dan peningkatan kualitas layanan. Namun, di sisi lain, kenaikan tarif bisa menjadi beban bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Tambahan biaya ini dapat memicu inflasi di sektor lain dan menurunkan daya beli masyarakat.

    Oleh karena itu, pemerintah dan KAI harus menemukan solusi yang seimbang. Subsidi silang atau tarif progresif bisa menjadi alternatif, di mana penumpang dengan jarak tempuh pendek tidak dibebani kenaikan tarif yang sama dengan mereka yang menempuh jarak lebih jauh. Atau, ada solusi lain yang lebih berkeadilan? (*)

     

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Uslimin Usle

    Jurnalis jenjang utama (November 2012) dan penguji nasional pada Aliansi Jurnalistik Independen sejak 2013. 
    Aktif sebagai jurnalis pertama kali pada Desember 1993 di koran kampus PROFESI IKIP Ujungpandang (kini Universitas Negeri Makassar). 
    Bergabung sebagai reporter Majalah Dwi Mingguan WARTA SULSEL pada 1996-1997. Hijrah ke majalah DUNIA PENDIDIKAN (1997-1998) dan Tabloid PANCASILA (1998), lalu bergabung ke Harian Fajar sebagai reporter pada Maret 1999. 
    Di grup media yang tergabung Jawa Pos Grup, meniti karier secara lengkap dan berjenjang (reporter-redaktur-koordinator liputan-redaktur pelaksana-wakil pemimpin redaksi hingga posisi terakhir sebagai Pemimpin Redaksi  pada Januari 2015 hingga Agustus 2016).
    Selepas dari Fajar Grup, bergabung ke Kabar Grup Indonesia sebagai Direktur Pemberitaan pada November 2017-Mei 2018, dan Juni 2023 hingga sekarang, merangkap sebagai Pemimpin Redaksi KabarBursa.Com (Januari 2024) dan KabarMakassar.Com (Juni 2023). (*)