Logo
>

Enam Kebijakan Pemerintah yang Mencla-mencle di Tengah Jalan

Dari subsidi listrik yang dibatalkan mendadak hingga ekspor beras yang tiba-tiba dilanjutkan, sejumlah kebijakan berubah arah dalam waktu singkat.

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Enam Kebijakan Pemerintah yang Mencla-mencle di Tengah Jalan
Pemerintah mengubah sejumlah kebijakan penting hanya dalam hitungan minggu. Ini daftar lengkapnya: dari tarif listrik, ekspor, hingga izin tambang ormas. Foto: Instagram @prabowo.

KABARBURSA.COM – Dalam kurun waktu delapan bulan pertama masa pemerintahan Prabowo Subianto -  Gibran Rakabuming Raka, sejumlah kebijakan publik yang sempat diumumkan oleh pejabat pemerintah mengalami perubahan arah secara tiba-tiba. Beberapa di antaranya bahkan sudah disosialisasikan ke publik atau masuk dalam program kampanye, namun pelaksanaannya justru berbalik arah. Berikut enam kebijakan yang mengalami perubahan substansial berdasarkan data dan pernyataan resmi pejabat negar yang ditelusuri KabarBursa.com.

Subsidi Listrik 50 Persen Dibatalkan, Diganti Bantuan Subsidi Upah

Pemerintah sempat merencanakan pemberian diskon tarif listrik sebesar 50 persen untuk pelanggan rumah tangga dengan daya 1300 VA ke bawah. Program ini diumumkan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) tingkat Menteri pada Jumat, 23 Mei 2025 yang dihadiri Menteri, Wakil Menteri, dan Pimpinan/Perwakilan kementerian dan Lembaga terkait. Pemerintah sepakat menjadwalkan diskon tarif listrik berlaku mulai 5 Juni hingga 31 Juli 2025 sebagai bagian dari stimulus daya beli masyarakat selama liburan sekolah. Namun, pada 2 Juni 2025—sehari sebelum pelaksanaan dimulai—pemerintah secara mendadak membatalkan program tersebut.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan pembatalan dilakukan karena proses penganggaran tidak memungkinkan program ini direalisasikan tepat waktu. Anggaran yang sebelumnya dialokasikan untuk diskon listrik dialihkan ke skema Bantuan Subsidi Upah (BSU) yang menyasar 17,3 juta pekerja bergaji di bawah Rp3,5 juta serta 288.000 guru honorer. Masing-masing penerima akan mendapatkan bantuan senilai Rp300.000 per bulan selama dua bulan, dengan total anggaran sebesar Rp10,72 triliun.

Ekspor Beras: Dari Ditolak ke Dilaksanakan

Pada April 2025, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menolak rencana ekspor beras ke Malaysia dengan alasan utama menjaga ketersediaan stok dalam negeri. Saat itu, ia menilai Indonesia harus mengantisipasi dampak iklim ekstrem dan memastikan ketahanan pangan nasional.

Namun pada akhir Mei, kebijakan berubah. Pemerintah resmi membuka ekspor beras ke Malaysia sebesar 2.000 ton per bulan atau 24.000 ton per tahun. Ekspor ini dilakukan melalui skema business-to-business dan akan dikirim dari Kalimantan Barat.

Amran menyebut kebijakan ini tetap mendahulukan kepentingan dalam negeri, meskipun Indonesia sudah memasuki fase kedaulatan pangan dengan cadangan beras pemerintah yang tercatat lebih dari 4 juta ton.

Negosiasi Tarif AS Gagal, Tarif Justru Naik

Dalam upaya diplomasi perdagangan untuk mencegah dampak tarif Amerika Serikat (AS), pemerintah sempat menyampaikan bea masuk produk Indonesia ke Negeri Paman Sam tersebut akan ditekan hingga 32 persen. Namun, kenyataannya berbeda. Produk tekstil Indonesia dikenakan bea masuk baru sebesar 47 persen, naik dari tarif dasar sebelumnya.

Laporan tahunan National Trade Estimate (NTE) 2025 dari Kantor Perwakilan Dagang AS mencantumkan sedikitnya 16 kebijakan Indonesia yang dinilai merugikan perdagangan dengan AS, di antaranya aturan kandungan lokal (TKDN), kewajiban sertifikasi halal, serta sistem Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) dan QRIS.

Sejumlah pengamat dan anggota DPR RI menilai negosiasi pemerintah kurang terkoordinasi dan tidak melibatkan pemangku kepentingan secara memadai. Kritik juga muncul perihal lemahnya daya tawar tim negosiasi Indonesia.

KIS Lansia Hanya Janji Kampanye

Selama masa kampanye Pemilu 2024, calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka menyatakan dirinya bersama Prabowo Subianto akan menambahkan program Kartu Indonesia Sehat (KIS) khusus untuk lansia. Namun hingga Mei 2025, belum ada regulasi resmi yang menunjukkan realisasi program tersebut.

Lansia yang tidak terdaftar sebagai penerima bantuan iuran (PBI) masih harus membayar iuran secara mandiri untuk mengakses layanan BPJS Kesehatan. Janji kampanye tersebut belum terlihat progres pelaksanaannya secara konkret di tingkat kebijakan nasional.

Peta Jalan Pensiun Dini PLTU Dirilis, tapi Kredit PLTU Masih Jalan

Pada April 2025, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2025 tentang Peta Jalan Transisi Energi. Regulasi ini menjadi dasar percepatan penghentian operasional PLTU melalui skema pensiun dini dengan mempertimbangkan tujuh kriteria teknis seperti usia pembangkit, emisi karbon, serta keandalan sistem kelistrikan.

Namun, jika menelisik sedikit ke belakang, tepatnya pada September 2024, Bank Mandiri mengucurkan kredit investasi senilai USD1,27 miliar atau sekitar Rp19,2 triliun untuk proyek PLTU Sumsel-8 di Muara Enim, Sumatera Selatan. Kredit ini digunakan untuk refinancing dan penguatan operasional pembangkit yang dikelola oleh Huadian Bukit Asam Power. Meskipun teknologi FGD diklaim ramah lingkungan, pendanaan ini menunjukkan ketidaksinkronan antara arah kebijakan pemerintah dan praktik pembiayaan aktual oleh bank milik negara.

Izin Tambang untuk Ormas Keagamaan: Sah tapi Kontroversial

Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang membuka peluang bagi organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan untuk ikut mengelola tambang. Melalui beleid ini, ormas bisa mendapat prioritas untuk menggarap Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) lewat badan usaha milik mereka sendiri. Tapi langkah itu langsung menimbulkan riak. Dari pegiat lingkungan, pengamat hukum, hingga sejumlah anggota dewan mempertanyakan arah dan niatnya.

Gugatan pun dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi. Pemohonnya mempermasalahkan Pasal 6 ayat (1) huruf j dalam UU Minerba hasil revisi 2020, yang dianggap memberi jalan terlalu lebar bagi pemerintah pusat untuk menunjuk ormas sebagai prioritas penerima izin tambang. Dalilnya, ini tak sejalan dengan semangat Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menempatkan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Namun Mahkamah punya pandangan lain. Dalam putusan yang dibacakan 3 Januari 2025, MK menilai substansi keberatan itu lebih cocok ditujukan ke peraturan pemerintahnya—yakni Pasal 83A ayat (1) dalam PP 25/2024—bukan ke undang-undangnya. Karena yang diujikan bukan soal konstitusi, Mahkamah pun menyatakan tak berwenang mengadili dan menolak permohonan tersebut.

Secara hukum, aturan main ini sah. Tapi perdebatan di lapangan belum selesai. Beberapa ormas seperti PBNU dan Muhammadiyah menyatakan siap masuk ke dunia tambang lewat badan usaha masing-masing. Sebaliknya, KWI dan PGI memilih mundur karena merasa urusan tambang tak sejalan dengan misi keagamaan mereka.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Moh. Alpin Pulungan

Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).