Logo
>

Harga Minyak Global Melemah usai Gencatan Senjata Israel-Hamas

Harga minyak dunia turun setelah gencatan senjata Israel–Hamas menekan premi risiko geopolitik, di tengah peningkatan produksi OPEC+ dan kekhawatiran perlambatan ekonomi AS.

Ditulis oleh Yunila Wati
Harga Minyak Global Melemah usai Gencatan Senjata Israel-Hamas
Ilustrasi minyak dunia. Foto: Freepik.

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Harga minyak global melemah karena premi risiko geopolitik yang selama ini menopang harga tiba-tiba menyusut setelah Israel dan Hamas menandatangani gencatan senjata. 

    Begitu pasar menilai tensi di Timur Tengah mereda, komponen “asuransi” pada harga, yang selama berbulan-bulan mengerek Brent dan WTI, langsung tergerus. Alhasil, Brent ditutup turun 1,6 persen ke USD65,22 per barel dan WTI kehilangan 1,7 persen ke USD61,51 per barel pada perdagangan Kamis waktu setempat. 

    Pelemahan menghapus kenaikan sehari sebelumnya yang sempat didorong kabar alotnya pembicaraan damai Ukraina.

    Di sisi fundamental, gencatan senjata menyiratkan turunnya probabilitas gangguan pasokan dari jalur-jalur vital, termasuk potensi meredanya serangan Houthi di Laut Merah. Pasar juga menimbang skenario jangka menengah, yaitu jika kanal diplomasi ke Iran kembali terbuka dan sanksi dilonggarkan, tambahan barel berpotensi masuk ke pasar. 

    Pada saat yang sama, OPEC+ baru saja menyepakati kenaikan produksi moderat 137 ribu bph mulai November. Kenaikan ini merupakan angka kecil, tetapi secara sinyal cukup untuk meredam kekhawatiran keketatan pasokan yang ekstrem. 

    Kombinasi berkurangnya risiko gangguan dan prospek pasokan yang sedikit lebih longgar membuat pelaku pasar mengurangi posisi panjang dan mengunci keuntungan setelah reli teknikal pekan ini.

    Sentimen permintaan ikut melemah. Kebuntuan politik di Washington yang memperpanjang penutupan sebagian pemerintahan menimbulkan kekhawatiran perlambatan aktivitas domestik AS, yang notabene merupakan konsumen minyak terbesar dunia. 

    Di ranah perdagangan, nada tegang dalam hubungan AS–India, mulai dari tarif yang lebih tinggi hingga friksi atas arus energi Rusia, menambah lapis ketidakpastian pada arus barang dan energi global. 

    Sanksi AS terhadap jaringan perdagangan minyak dan petrokimia Iran serta entitas terkait di China, juga menjadi variabel yang saling tarik-menarik. Di satu sisi berpotensi memangkas suplai Iran, di sisi lain pasar kini lebih fokus pada meredanya risiko Timur Tengah sehingga efeknya tertutup oleh narasi “risk-off” pascagencatan senjata.

    Secara perilaku pasar, komentar pelaku industri memperkuat narasi konsolidasi. Pernyataan bahwa kontrak minyak memasuki fase koreksi sejalan dengan normalisasi premi risiko membuat pelaku pasar sistemik dan discretionary sama-sama memangkas eksposur. 

    Ketika headline geopolitik beralih dari eskalasi ke deeskalasi, model risiko cenderung menurunkan bobot komoditas berisiko sehingga tekanan jual meluas ke Brent dan WTI.

    Dari sudut teknikal ringan, level psikologis kembali memegang kendali. Penutupan WTI di area USD61–62 menjadikan rentang ini sebagai penentu arah jangka pendek. Tembus ke bawah membuka ruang uji USD60, sementara pantulan di atasnya berpeluang mengembalikan harga ke kisaran pertengahan USD63–64. 

    Pada Brent, area USD65 kini berubah fungsi menjadi medan tarik-menarik antara penjual yang mengejar momentum dan pembeli yang melihat de-risking sudah cukup jauh. Volume yang meningkat saat pelemahan mengindikasikan aksi realokasi posisi lebih dominan dibanding sekadar noise intrahari.

    Ke depan, trajektori harga akan ditentukan oleh tiga sumbu utama. Pertama, durabilitas gencatan senjata, bahwa semakin stabil kondisi Gaza dan pelayaran Laut Merah, semakin tipis premi risiko yang tersisa. 

    Kedua, realisasi kebijakan OPEC+. Kepatuhan produksi dan komunikasi mereka akan menyetir ekspektasi keseimbangan pasokan. Ketiga, arah makro AS dan global: jika kebuntuan fiskal menekan pertumbuhan dan The Fed tetap berhati-hati, kurva permintaan bisa melunak. 

    Di luar itu, setiap kejutan, baik dari eskalasi baru, pengetatan sanksi yang efektif, atau gangguan logistic, dapat segera mengembalikan premi risiko ke dalam harga.

    Intinya, minyak merosot karena pasar “mencabut” premi geopolitik yang selama ini tertanam, diperkuat oleh isyarat pasokan yang sedikit lebih longgar dan kabut ketidakpastian makro yang menahan selera risiko. 

    Selama tiga faktor itu bertahan, nada konsolidatif cenderung mendominasi. Namun sifat pasar energi tetap lincah, headline baru dapat dengan cepat mengubah kalkulus harga.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79