KABARBURSA.COM – Pasar obligasi Indonesia mencatat penguatan signifikan sepanjang 2025.
Berdasarkan laporan PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI) bertajuk Market Update September 2025, Indonesia Composite Bond Index (ICBI) tercatat di level 428,60 per 25 September 2025 atau naik 9,15 persen sejak awal tahun.
Indeks total return obligasi pemerintah dan korporasi masing-masing mencatat kenaikan 9,11 persen dan 9,90 persen year to date (ytd).
“Kami melihat pasar obligasi Indonesia menikmati rally yang sangat luar biasa sejak awal tahun,” ujar Salvian Fernando, perwakilan PHEI, dalam paparan edukasi secara daring dikutip Minggu, 12 Oktober 2025.
“Kenaikannya konsisten dan distribusinya terjadi di hampir semua tenor, terutama tenor pendek," sambung dia.
Data PHEI menunjukkan fenomena bull steepener, di mana yield tenor pendek di bawah lima tahun turun tajam menjadi 5,14 persen pada September 2025 dari sekitar 6,95 persen di akhir 2024, sementara yield tenor panjang di atas tujuh tahun relatif stabil di 6,76 persen. Penurunan yield ini mencerminkan optimisme pasar terhadap prospek makroekonomi jangka pendek.
“Penurunan yield pendek merefleksikan keyakinan pasar pada kondisi makro jangka pendek yang lebih terkendali,” kata Salvian. “Ini membuat instrumen jangka pendek menjadi lebih menarik bagi investor institusi domestik," kata dia.
Perubahan struktur kepemilikan Surat Berharga Negara (SBN) juga terlihat jelas sepanjang tahun. Investor domestik, khususnya perbankan, menjadi pembeli utama dengan akumulasi pembelian sekitar Rp300 triliun yang menaikkan porsi kepemilikan perbankan dari 18 persen menjadi 21 persen.
Sementara itu, kepemilikan asing atas SBN turun menjadi 14,20 persen per 25 September 2025 dari 14,87 persen di akhir Agustus. PHEI mencatat adanya foreign outflow sekitar Rp41,46 triliun pada September yang terutama terjadi setelah pengumuman reshuffle kabinet di posisi Menteri Keuangan.
“Penurunan kepemilikan asing bukan berarti pasar kita lemah,” ujar Salvian. Ia mengatakan justru komposisi kepemilikan yang lebih didominasi domestik membuat pasar obligasi Indonesia relatif lebih tahan terhadap gejolak eksternal.
Pada hasil lelang, porsi foreign incoming bid menunjukkan penurunan tajam dari sekitar 30 persen di awal tahun menjadi hanya sekitar 13 persen pada lelang 23 September 2025. Meski kontribusi asing menurun, total incoming bid tetap kuat karena permintaan besar dari investor lokal.
Pada sisi spread, yield obligasi pemerintah Indonesia tenor 10 tahun tercatat 6,45 persen, sementara US Treasury 10 tahun berada di 4,17 persen. Spread sekitar 227,93 basis poin ini jauh menyempit dibanding rata-rata lima tahun terakhir yang berada di kisaran 360 basis poin. Kondisi tersebut turut menurunkan daya tarik relatif obligasi Indonesia bagi investor asing.
“Spread yang semakin tipis menjelaskan mengapa investor asing cenderung menahan diri. Risk-return yang ditawarkan saat ini kurang menarik dibanding alternatif lain,” kata Salvian.
PHEI mencatat volatility index global meningkat sekitar 9 persen pada September. Kenaikan ini mencerminkan meningkatnya ketidakpastian pasar akibat keputusan The Fed untuk memangkas suku bunga, dinamika tarif perdagangan internasional, serta sejumlah ketegangan geopolitik.
Dari sisi domestik, pemerintah meluncurkan paket stimulus pasca-reshuffle kabinet, termasuk penempatan kas negara pada perbankan badan usaha milik negara (BUMN) dan program akselerasi untuk menjaga daya beli serta mendorong aktivitas ekonomi.
Pengeluaran fiskal yang meningkat membuat defisit APBN melebar menjadi Rp82 triliun pada Agustus dari Rp35 triliun pada Juli. Pasar kini mencermati pembiayaan defisit yang berpotensi berdampak pada kebutuhan penerbitan SBN hingga akhir tahun.
“Stimulus fiskal dapat mendukung pemulihan ekonomi jika tersalurkan produktif, tetapi pihak pasar akan mengamati bagaimana pemerintah mengelola pembiayaan defisit,” ujar Salvian.
Untuk outlook kuartal IV 2025, PHEI menyiapkan tiga skenario. Skenario dasar dengan probabilitas 60 sampai 70 persen memperkirakan yield SBN akan turun moderat jika Bank Indonesia dan The Fed melanjutkan pelonggaran kebijakan moneter.
Skenario positif dan negatif sangat bergantung pada arah kebijakan moneter global, perkembangan geopolitik, serta hasil negosiasi perdagangan Amerika Serikat dengan mitra dagang utama.
“Kunci bagi pasar obligasi Indonesia adalah stabilitas kondisi global dan efektivitas stimulus domestik. Selama kedua faktor itu relatif terkendali, peluang bagi pasar obligasi untuk menutup tahun dengan kinerja positif masih terbuka,” kata Salvian.
Ringkasan kinerja per 25 September 2025 menurut PHEI yakni ICBI 428,60 naik 9,15 persen year to date; yield INDOGB 10 tahun 6,45 persen; spread INDOGB–UST sekitar 228 basis poin; foreign ownership SBN 14,20 persen; foreign incoming bid di lelang sekitar 13 persen; foreign outflow pada September sekitar Rp41,46 triliun; volatility index global naik sekitar 9 persen. (*)