KABARBURSA.COM – Bertepatan dengan peringatan Hari Standar Dunia, PT Pertamina (Persero) turut memperkuat tata kelola bisnisnya melalui penerapan standardisasi global.
Langkah ini menjadi bagian penting Pertamina dalam menjaga keberlanjutan bisnis energi nasional. Selain itu hal tersebut untuk memastikan seluruh operasi Pertamina Group sejalan dengan praktik terbaik internasional.
Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero), Fadjar Djoko Santoso menyatakan, perusahaan terus memperkuat tata kelola bisnis dengan mengacu pada berbagai standar global yang diakui oleh lebih dari 160 negara di dunia.
“Pertamina berkomitmen untuk memenuhi standar internasional dalam tata kelola perusahaan dan manajemen risiko. Untuk itu, kami telah menerapkan ISO 37001:2016 tentang Sistem Manajemen Anti Penyuapan dan ISO 22301:2019 terkait Sistem Manajemen Kelangsungan Bisnis,” ujar Fadjar.lewat keterangan resmi, Selasa 14 Oktober 2025.
Fadjar menjabarkan, seluruh Subholding Pertamina kini telah menjalankan standar pengelolaan kelangsungan bisnis demi kelancaran operasional layanan energi, bahkan dalam kondisi darurat seperti bencana atau insiden besar.
“Seluruh Subholding Pertamina telah menerapkan standar pengelolaan kelangsungan bisnis dan memastikan layanan energi tetap berjalan saat terjadi insiden atau bencana,” tambahnya.
Selain penerapan standar, Pertamina juga melakukan monitoring dan evaluasi berkala melalui lembaga standardisasi internasional untuk memastikan seluruh sistem manajemen berjalan sesuai kriteria global.
Dalam memperkuat praktik Good Corporate Governance (GCG), Pertamina juga mengimplementasikan ISO 37002:2021 yang menjadi panduan bagi sistem Fraud Whistleblowing Management System. Langkah ini menegaskan upaya perusahaan dalam memperketat pengawasan terhadap potensi penyuapan maupun pelanggaran etika bisnis di seluruh lini operasional.
Pertamina Terapkan SUPREME untuk Standar HSSE Terintegrasi
Komitmen terhadap manajemen lingkungan, mutu, serta Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) juga diwujudkan melalui pembentukan Sistem Manajemen HSSE Pertamina (SUPREME).
Sistem ini disusun berdasarkan regulasi nasional dan internasional, termasuk
Sistem Manajemen Lingkungan (SML), Sistem Manajemen K3 (SMK3), dan Sistem Manajemen Pengamanan (SMP) yang sudah sesuai dengan Peraturan Kapolri No. 24/2007
Program PROPER dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
Di tingkat global, SUPREME mengacu pada berbagai standar internasional seperti ISO 9001, ISO 14001, ISO 27001, ISO 28000, ISO 31000, ISO 39001, ISO 45001, dan ISO 50001. Seluruh standar tersebut dievaluasi secara berkala guna menjamin kepatuhan dan peningkatan berkelanjutan.
“Dalam standardisasi pengelolaan energi, Pertamina juga telah melaksanakan prinsip yang tertuang dalam ISO 50001:2018 yang mengukur standar kemampuan perusahaan dalam mengelola penggunaan energi dan mengukur kinerja energi secara berkelanjutan,” pungkas Fadjar.
Sebagai perusahaan energi nasional sekaligus pionir transisi energi di Indonesia, Pertamina berkomitmen mendukung target Net Zero Emission 2060 melalui berbagai program efisiensi energi, inovasi hijau, dan penguatan implementasi Environmental, Social & Governance (ESG).
Langkah strategis ini juga menjadi bagian dari kontribusi nyata Pertamina terhadap pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya dalam bidang energi bersih, efisiensi sumber daya, dan tata kelola yang transparan.
Tingkatkan Produksi BBM dan LPG, Ini Strategi Besar Pertamina Bangun Kilang Nasional
Sejalan dengan upaya di atas, Pertamina sedang mempercepat proyek pembangunan dan modernisasi kilang minyak di seluruh Indonesia lewat program jangka panjang Refinery Development Masterplan Program (RDMP).
Langkah strategis ini menjadi tulang punggung upaya Pertamina secara nasional untuk memperkuat ketahanan energi, mengurangi impor BBM, serta mempercepat transisi ke bahan bakar rendah emisi.
Fadjar Djoko Santoso mengatakan bahwa saat ini Pertamina melalui PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), mengoperasikan enam kilang utama di berbagai wilayah.
Enam kilang yang dijalankan KPI berada di Dumai (Riau), Plaju (Sumatra Selatan), Balongan (Jawa Barat), Cilacap (Jawa Tengah), Balikpapan (Kalimantan Timur), dan Kasim (Papua Barat Daya).
“Keenam kilang yang beroperasi saat ini mampu mengolah minyak mentah hingga 1 juta barel per hari dan menghasilkan berbagai jenis produk BBM, LPG, Avtur, dan Petrokimia,” ujar Fadjar lewat keterangan resmi yang dikutip, Selasa 14 Oktober 2025.
RDMP: Kunci Efisiensi dan Kemandirian Energi
Lebij lanjut, Pertamina menjalankan proyek RDMP Balongan dan RDMP Balikpapan untuk meningkatkan kapasitas dan kompleksitas pengolahan.
Sementara Kilang Cilacap dan Dumai dikembangkan menjadi green refinery yang mampu memproduksi bahan bakar ramah lingkungan seperti Pertamina Renewable Diesel (RD), Pertamax Green, dan Sustainable Aviation Fuel (SAF).
Kilang Plaju dan Kasim juga diperkuat untuk mendukung program nasional Biosolar B40, yang sejalan dengan agenda transisi energi pemerintah.
Fadjar menuturkan, proyek Pertamina Langit Biru Cilacap yang rampung pada 2019 berhasil meningkatkan kualitas BBM menjadi lebih ramah lingkungan. Sementara proyek RDMP Balongan yang tuntas pada 2022, sukses meningkatkan kapasitas pengolahan dari 125 ribu menjadi 150 ribu barel per hari.
“Dengan kemampuan kilang eksisting saat ini, Pertamina tidak lagi mengimpor Solar dan Avtur,” tegas Fadjar.
Kilang Balikpapan Jadi Proyek Strategis 2025
Tahun 2025 akan menjadi momentum penting bagi RDMP Balikpapan yang dijadwalkan memulai uji coba operasi pada unit baru Residual Fuel Catalytic Cracking (RFCC). Proyek ini menargetkan total kapasitas pengolahan kilang nasional meningkat menjadi 1,16 juta barel per hari.
“Penyelesaian proyek secara bertahap diharapkan mampu memenuhi kebutuhan energi masyarakat sekaligus menekan impor BBM,” jelas Fadjar.
Peningkatan RDMP juga mendorong Nelson Complexity Index (NCI) dari 4,1 menjadi 8, menjadikan produk kilang Pertamina semakin variatif dan setara standar Euro 5 dengan kadar sulfur rendah. Dampaknya signifikan terhadap pengurangan emisi karbon nasional.
Pertamina pun menargetkan pembangunan GRR Tuban di Jawa Timur dengan kapasitas tambahan 300 ribu barel per hari, yang akan memperkuat posisi Indonesia sebagai negara dengan sistem kilang terintegrasi di Asia Tenggara.
Dorong Industri Petrokimia Nasional
Selain meningkatkan kapasitas BBM, Pertamina juga memperluas bisnis petrokimia sebagai bagian dari strategi diversifikasi dan peningkatan nilai perusahaan.
Melalui Grup Tuban Petrochemical Industries, anak usaha PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) telah berhasil menaikkan kapasitas produksi aromatik dari 600 ribu menjadi 780 ribu ton per tahun.
Pertamina juga tengah mengkaji pembangunan kompleks pabrik olefin yang diproyeksikan menambah pasokan bahan baku plastik dalam negeri hingga 1,6 juta ton per tahun.
Di sisi lain, PT Polytama Propindo di Balongan, Indramayu, bersiap meningkatkan kapasitas produksi petrokimia sebesar 300 ribu ton per tahun dengan target operasi pada 2028.
“Melalui dukungan anak usaha dan afiliasi, kami optimistis langkah ini akan memperkuat industri hilir petrokimia nasional sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap produk impor,” pungkas Fadjar. (info-bks/*)